SuaraSumsel.id - Ponsel pertamaku bukan iPhone, bukan pula Android. Bahkan ia tak punya kamera, apalagi layar sentuh.
Tapi ia punya satu hal yang paling penting saat itu—kartu simPATI.
Waktu itu sekitar tahun 2003, aku masih duduk di bangku sekolah. Di rumah kecil di Palembang kala itu, ayah pulang membawa sebuah kotak kecil yang langsung menyita perhatianku.
Di dalamnya, terbaring benda asing yang terasa seperti masa depan yakni ponsel Nokia 3310. Tak berlayar sentuh, tak punya kamera, tak bisa mengakses internet.
Tapi saat tombolnya ditekan dan suara dering klasiknya terdengar untuk pertama kali, ada sensasi yang sulit dijelaskan, seolah dunia komunikasi kini bisa dijangkau hanya lewat genggaman tangan.
Bersamanya, ada satu kartu perdana berwarna merah menyala yang juga mengubah cara hidupku selamanya: simPATI.
Ayah memberikannya padaku dengan kalimat yang sederhana tapi penuh makna, “Ini supaya kamu bisa kabari Ibu kalau pulang terlambat.” pesannya.
Dan dari situlah semuanya bermula. Aku berlatih mengetik pesan singkat, (sort message service) atau SMS pertamaku dengan jempol gemetar, “Bu, pulang agak sore, ada kerja kelompok,” tulisku padat dan singkat.
Sepele memang, mungkin bagi orang sekarang. Tapi bagi remaja tahun 2000-an, bisa mengirim pesan sendiri dari ponsel pribadi merupakan pengalaman yang cukup membanggakan.
Baca Juga: Dua Klub, Satu Markas! SFC & Sumsel United Berbagi GSJ, Ricuh Nggak Nih?
Di masa itu, pulsa seharga Rp 5.000 juga seolah menjadi harta yang dijaga seperti simpanan emas.
Setiap huruf di SMS diketik dengan hemat, penuh pertimbangan, karena satu karakter kata bisa jadi pembeda antara menjadi pesan gratis atau ada biaya tambahan.
Aku mulai belajar bagaimana membagi pulsa, bagaimana menunggu jam nan murah untuk kirim pesan ke teman sekolah, bahkan bagaimana memancing sinyal di sudut kamar hanya untuk memastikan pesan tersebut terkirim.
SimPATI bukan sekadar alat komunikasi. Ia menjadi perpanjangan tangan yang menjaga kedekatan antara anak dan orang tua, antara keluarga, sahabat dan teman sebangku, bahkan antara cinta pertama kala itu.
Aku masih ingat betapa seringnya aku mengecek ponsel saat menunggu balasan SMS dari seseorang yang diam-diam kusukai, atau bagaimana aku menyusun kalimat agar terkesan keren namun tidak berlebihan.
Kini, dua puluh tahun lebih sudah berlalu.
Tag
Berita Terkait
-
Auto Ngebut 4 Kali Lipat, Ini Rahasia Internet 5G Telkomsel untuk Streaming & Gaming Lancar
-
Cara Cek Umur Kartu Telkomsel dengan Mudah dan Cepat
-
Ingin Dapat Wuling Air ev? Yuk Beli Paket #HematLengkap Telkomsel di BRImo
-
Sentuhan Transformasi Digital Bank Sumsel Babel, Inovasi untuk Generasi Dinamis
-
BRI Terus Berinovasi, BRImo dan Sabrina Diapresiasi 2 Penghargaan
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Moisturizer Anti Aging Wardah agar Wajah Bebas Flek Hitam dan Glowing
- Dukung Pertumbuhan Ekosistem Kecantikan dan Fashion, BRI Hadirkan BFF 2025
- Kantornya Dikepung Ribuan Orang, Bupati Pati Sudewo: Saya Tak Bisa Dilengserkan
- Eks Menteri Agama Gus Yaqut Dicekal Terkait Korupsi Haji! KPK Ungkap Fakta Mengejutkan
- 5 Rekomendasi Bedak Padat yang Tahan Lama dan Glowing, Harga Mulai Rp30 Ribuan
Pilihan
-
80 Tahun Kemerdekaan RI: Lapangan Kerja Kurang, 7 Juta Nganggur, 70 Juta Bekerja Tanpa Jaminan!
-
Core Indonesia: 80 Tahun Merdeka, Indonesia Masih Resah soal Kondisi Ekonomi
-
Efisiensi Anggaran jadi Bumerang, Kenaikan PBB Bikin Warga Pati Hingga Cirebon Berang
-
Kenaikan PBB 250 Persen Bikin Warga Pati Ngamuk, Kebijakan Efisiensi Anggaran Disebut Biang Keroknya
-
Daftar Daerah yang Naikkan PBB Gila-gilaan: Amuk Warga Pati Jadi Puncak Gunung Es
Terkini
-
Keluarga Pasien Paksa Dokter Lepas Masker di ICU, Kasusnya Kini Dikawal IDI Sumsel
-
5 Fakta Viral Dokter RSUD Sekayu Diancam Brutal, Kini Pelaku Diburu Polisi
-
Harga Proklamasi! Kopi Susu Kenangan vs Janji Jiwa, Beneran Cuma 8 Ribuan?
-
Kenapa Pelabuhan Tanjung Carat Banyuasin Jadi Proyek Strategis yang Dikebut Sumsel?
-
Program Literasi Anak Negeri dari BRI Jangkau Sekolah-sekolah di Daerah Tertinggal