SuaraSumsel.id - Fenomena Youth NEET atau Not in Education, Employment, or Training yang diartikan sebagai generasi muda yang tidak bekerja, tidak bersekolah, dan tidak mengikuti pelatihan kembali menjadi sorotan serius di Sumatera Selatan (Sumsel).
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Selatan, pada tahun 2024 tercatat sebanyak 23,14 persen penduduk usia muda atau kisaran 15-24 tahun di Sumsel masuk kategori NEET.
Data ini menunjukkan jika 1 dari 5 anak muda Sumsel hari ini berada dalam kondisi rentan tanpa aktivitas produktif yang bisa menunjang masa depan mereka.
Meski angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan 2023 yang mencapai 23,37 persen, persoalan ini tetap menjadi bom waktu yang bisa merugikan banyak pihak sehingga jika tidak segera ditangani serius.
Baca Juga: Bukan di Bumi Sriwijaya, Ini Alasan Sumsel United Pilih Jakabaring untuk Latihan Perdana
Mengapa Youth NEET Jadi Masalah Besar?
Youth NEET bukan sekadar angka statistik.
Dampaknya nyata. Jika tidak ditangani, Sumsel bisa kehilangan potensi bonus demografi yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Youth NEET berisiko menciptakan pengangguran jangka panjang, menambah beban sosial dan ekonomi keluarga serta pemerintah, memperbesar kesenjangan sosial, dan memutus akses generasi muda terhadap pengembangan diri.
Lebih mengkhawatirkan lagi, angka NEET perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Baca Juga: Profil Harry Gale, Bankir Senior yang Jadi Dirut Bank Sumsel Babel
Data BPS ini juga mencatat, Youth NEET perempuan di Sumsel mencapai 30,19 persen, sedangkan laki-laki di sekitaran 16,48 persen.
Fenomena ini menunjukkan banyak perempuan usia muda di Sumsel masih terbebani peran domestik, seperti pekerjaan rumah tangga, yang akhirnya menghambat mereka untuk melanjutkan pendidikan atau malah untuk berkarier.
Apa Penyebabnya?
Fenomena anak muda yang masuk kategori NEET atau diartikan Not in Education, Employment, or Training di Sumatera Selatan kian mengkhawatirkan.
Ada beragam faktor yang menjadi penyebab mereka terjebak dalam kondisi ini.
Salah satunya adalah rasa putus asa yang muncul akibat kegagalan berulang dalam mendapatkan pekerjaan atau melanjutkan pendidikan.
Berita Terkait
-
Bukan di Bumi Sriwijaya, Ini Alasan Sumsel United Pilih Jakabaring untuk Latihan Perdana
-
Profil Harry Gale, Bankir Senior yang Jadi Dirut Bank Sumsel Babel
-
Berpengalaman di Bank Mandiri, Harry Gale Bakal Jadi Direktur Utama Bank Sumsel Babel
-
RUPS Bank Sumsel Babel Tetapkan Dividen Rp237,9 Miliar, Kinerja Keuangan Tetap Solid
-
Kabar Gembira! Bank Sumsel Babel Bagi Dividen Rp237,9 Miliar, Laba Bersih Rp475,8 Miliar
Terpopuler
- Erick Thohir Salaman dengan Penyerang Keturunan Brasil Rp782 Miliar Jelang Ronde 4
- Berakhir Anti-klimaks, Lika-Liku Isu Jay Idzes Dibeli Inter Milan, Fiorentina Hingga Udinese
- Hari Ini Jokowi Ultah ke-64, Poster Ucapan Selamat Ini Bikin Publik Syok: Innalillahi
- 4 Rekomendasi Mobil Bekas dengan Sunroof: Harga Mulai Rp50 Jutaan, Bikin Keluarga Naik Kelas
- Here We Go! PSSI Proses 3 Pemain Keturunan: 2 Bek, 1 Striker!
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP Infinix 1 Jutaan Terbaru, RAM Besar dengan Performa Gahar
-
Pemain Keturunan Rp55,6 Miliar Main Bola di Kampung Pakai Gawang Bambu
-
Maarten Paes Penuhi Syarat Pindah ke Liga Korea
-
5 Rekomendasi HP Murah Chipset Snapdragon RAM Besar, Terbaik Juni 2025
-
8 Mobil Bekas Murah Rp30 Jutaan, Tampilan Lawas dengan Performa Berkelas
Terkini
-
Rahasia Kulit Halus Dan Cerah: 5 Body Scrub di Bawah 75 Ribu yang Wajib Dicoba
-
Prestasi Gemilang, PTBA Raih Penghargaan Tempat Kerja Terbaik se-Asia
-
4 Link Saldo DANA Kaget Sore Ini, Dapatkan Saldo Gratis untuk Beli Pulsa hingga Bayar Tagihan
-
5 Tanda Otak Terlalu Berlebihan Dalam Memproses Sesuatu dan Cara Mengatasinya
-
Kapan Puasa Asyura? Berikut Jadwal, Niat dan Tata Caranya