Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Senin, 09 Juni 2025 | 18:11 WIB
data pernikahan di Sumatera Selatan

SuaraSumsel.id - Momen Lebaran atau Hari Raya adalah momen sakral bagi umat Muslim di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan.

Selain silaturahmi, hidangan lezat, dan saling memaafkan, ada satu "tradisi" tak tertulis yang seringkali menjadi sorotan, terutama bagi mereka yang masih lajang: pertanyaan "Kapan nikah?", pertanyaan perihal pernikahan dari sanak saudara.

Pertanyaan ini, yang kerap dilontarkan dengan nada bercanda namun bisa memicu kegelisahan, ternyata sejalan dengan tren menarik yang diungkap oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Selatan mengenai pernikahan pemuda di wilayah ini.

Data BPS Sumsel, yang baru-baru ini dirilis, menunjukkan adanya pergeseran signifikan dalam pola pernikahan di kalangan pemuda.

Baca Juga: Remaja di Pagaralam Aniaya Ibu Pakai Batok Motor, Gegara Hal Sepele

Fenomena ini, yang sering disebut "wait-hood" atau menunda pernikahan, bukan hanya sekadar tren sosial, tetapi juga tercermin dalam angka-angka statistik yang semakin nyata dari tahun ke tahun.

Tren Menurunnya Persentase Pemuda Berstatus Kawin: Sebuah Realita

Menurut data BPS Provinsi Sumatera Selatan, persentase pemuda berstatus kawin di Sumatera Selatan terus mengalami penurunan.

Jika pada tahun 2014 angka tersebut mencapai 45,55%, maka di tahun 2024 angka itu merosot drastis menjadi 32,62%.

"Ini berarti, pada tahun 2024, hanya 1 dari 3 pemuda di Sumatera Selatan yang berstatus kawin," ujar Kepala BPS Sumsel, Wahyu Yulianto.

Baca Juga: Selain Pempek, Ini Oleh-Oleh Sumatera Selatan yang Bikin Keluarga Bahagia di Rumah

Angka ini sangat relevan dengan pertanyaan "kapan nikah" yang sering muncul saat Lebaran.

Banyak pemuda yang belum menikah di usia ideal menurut norma sosial, mungkin menghadapi tekanan ini.

Namun, data BPS menunjukkan bahwa fenomena ini bukanlah anomali, melainkan sebuah tren yang lebih luas di masyarakat.

Usia Kawin Pertama Semakin Bergeser ke Atas

Salah satu indikator utama dari fenomena "wait-hood" adalah bergesernya rata-rata usia kawin pertama (UKP) pemuda. Pada tahun 2024, rata-rata usia kawin pertama pemuda di Sumatera Selatan adalah 20,88 tahun. Jika dirinci berdasarkan gender:

Laki-laki: Rata-rata UKP mencapai 22,37 tahun.
Perempuan: Rata-rata UKP adalah 20,03 tahun.

Angka ini menunjukkan bahwa pemuda, baik laki-laki maupun perempuan, cenderung menunda pernikahan hingga usia yang lebih matang dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks.

Jumlah Pernikahan yang Terus Menurun dari Tahun ke Tahun

Data dari Kementerian Agama RI yang dihimpun oleh BPS juga memperkuat tren ini.

Jumlah pernikahan di Sumatera Selatan semakin sedikit dari tahun ke tahun:

2018: 65.668 pernikahan
2019: 66.728 pernikahan (sempat naik sedikit)
2020: 58.749 pernikahan (penurunan drastis, mungkin dipengaruhi pandemi)
2021: 59.987 pernikahan
2022: 57.888 pernikahan
2023: 51.346 pernikahan
2024: 50.492 pernikahan

Penurunan signifikan dari tahun 2018 ke 2024 menunjukkan adanya perubahan fundamental dalam keputusan pemuda untuk menikah.

Angka 50.492 pernikahan di tahun 2024 adalah yang terendah dalam enam tahun terakhir yang disajikan data, mengisyaratkan bahwa pertanyaan "kapan nikah" mungkin memiliki dasar statistik yang kuat, tetapi jawabannya tidak sesederhana yang dibayangkan.

Alasan di Balik Fenomena "Wait-hood": Pendidikan dan Pekerjaan Jadi Prioritas

BPS Provinsi Sumatera Selatan menyebutkan bahwa berbagai literatur mengindikasikan keputusan menunda pernikahan dilatarbelakangi oleh beberapa alasan utama, khususnya terkait dengan pendidikan dan pekerjaan.

Angka pernikahan di Sumatera Selatan

Data statistik dari tahun 2024 menunjukkan:

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Angka TPT pada pemuda di Sumatera Selatan adalah 11,29% (laki-laki 10,51%, perempuan 12,84%).

Angka ini turun 6,87% dalam 10 tahun terakhir, menunjukkan perbaikan di sektor pekerjaan. Namun, tekanan untuk memiliki pekerjaan yang stabil sebelum menikah tetap tinggi.

Tamat Perguruan Tinggi: Persentase pemuda yang menamatkan pendidikan hingga perguruan tinggi mencapai 12,03% (laki-laki 8,56%, perempuan 15,70%).

Semakin banyak pemuda yang memprioritaskan pendidikan tinggi, yang tentu saja menunda usia menikah.

Rata-Rata Lama Sekolah (RLS): RLS pemuda adalah 10,86 tahun.

Angka ini naik 1,11 tahun dalam 10 tahun terakhir, memperkuat indikasi bahwa pemuda saat ini menghabiskan lebih banyak waktu untuk pendidikan.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK): TPAK pemuda mencapai 64,58% (laki-laki 79,17%, perempuan 49,18%).

Angka ini naik 2,77% dalam 10 tahun terakhir, menunjukkan bahwa semakin banyak pemuda yang aktif dalam dunia kerja.

Data ini secara jelas menunjukkan bahwa pemuda masa kini lebih fokus pada pencapaian pribadi, pendidikan yang lebih tinggi, dan stabilitas karier sebelum memutuskan untuk menikah.

Pergeseran nilai ini adalah respons terhadap tuntutan ekonomi dan sosial yang semakin kompleks. Membangun fondasi yang kuat, baik secara finansial maupun edukasional, menjadi prioritas utama.

Dari Pertanyaan Lebaran ke Pemahaman Realita

Fenomena "kapan nikah?" saat Lebaran mungkin terasa klise atau bahkan mengganggu.

Namun, data BPS Provinsi Sumatera Selatan memberikan perspektif yang lebih luas.

Ini bukan lagi sekadar pilihan personal, melainkan sebuah tren demografi yang didorong oleh perubahan prioritas dan kondisi sosial ekonomi.

Oleh karena itu, mungkin sudah saatnya kita mengubah cara pandang terhadap pertanyaan tersebut.

Daripada menekan, lebih baik kita memahami bahwa pemuda saat ini sedang berjuang untuk membangun masa depan yang lebih baik, yang bagi sebagian besar dari mereka, berarti menunda pernikahan hingga mereka merasa siap sepenuhnya.

Lebaran seharusnya menjadi momen untuk saling mendukung dan memahami, bukan untuk menambah beban dengan pertanyaan yang mungkin tidak dapat dijawab dengan segera.

Load More