SuaraSumsel.id - Di pedalaman Semende, Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) kehidupan masyarakat adat masih bernafas dalam irama tradisi yang dirawat—salah satunya melalui sistem Tunggu Tubang, warisan budaya yang menempatkan perempuan sebagai penjaga kehidupan.
Di sini, peran perempuan jauh melampaui dapur dan rumah tangga.
Mereka adalah penopang utama ketahanan pangan, penjaga harta pusaka, sekaligus penggerak ekonomi keluarga.
Saat padi belum siap dipanen dan sawah beristirahat, tangan-tangan cekatan mereka beralih ke kebun kopi, merawat setiap batang dan biji dengan penuh ketekunan.
Kopi bukan sekadar tanaman sela; ia adalah tumpuan harapan, sumber penghidupan yang mengalir di antara jeda musim tanam.
Dalam sistem adat yang memberi mereka hak atas rumah dan lahan warisan, perempuan Tunggu Tubang berdiri tegak sebagai penentu arah, memastikan warisan tak hanya bertahan, tetapi tumbuh dan berbuah demi generasi berikutnya.
Seperti Juniarti, seorang perempuan Tunggu Tubang dari Desa Muara Tenang, Semende Darat Tengah, yang pagi itu tampak khusyuk menjawat kebun kopinya.
Dengan telaten, ia memeriksa ranting demi ranting, menyapa tiap pohon seolah mereka bagian dari keluarganya sendiri.
Baginya, kebun kopi bukan sekadar ladang penghasilan tambahan, tapi juga ruang untuk menjaga harapan tetap tumbuh, sembari menanti musim panen padi yang baru akan tiba pada Juni 2025 mendatang.
Baca Juga: Digital Kito Galo 2025: QRIS Bikin Hidup Makin Mudah, Cukup Sikok Pacak Galo
"Kalau sawah belum panen, kami urus kopi," ujarnya sambil tersenyum, menegaskan bagaimana perempuan Tunggu Tubang tak pernah benar-benar berhenti bekerja untuk kehidupan.
"Karena panen akan dimulai di bulan Juni awal, jadinya saya bersama suami sekarang menjawat kebun kopi. Setelah masuk musim panen, kami akan fokus ke sawah dan akan kembali lagi berkebun saat sawah kami istirahat," kata Juniarti.
Di Semende, perawatan sawah bukan sekadar rutinitas, tapi bagian dari pengetahuan turun-temurun yang dihayati penuh makna, termasuk oleh para perempuan.
Masyarakat setempat hanya menanam padi sekali dalam setahun, menggunakan varietas lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
"Kalau nanti panen, kita fokusnya ke sawah. Mulai dari panen sampai ke penyimpanan di tengkiang," ujar Juniarti, perempuan Tunggu Tubang dari Desa Muara Tenang.
Namun, di luar musim tanam dan panen itu, ia bersama perempuan lainnya kembali ke kebun kopi—tempat harapan dan penghidupan bertumbuh dalam sunyi.
Berita Terkait
-
Digital Kito Galo 2025: QRIS Bikin Hidup Makin Mudah, Cukup Sikok Pacak Galo
-
Satu Sentuhan QRIS di Palembang: Gerbang Aman Menuju Dunia Transaksi Tanpa Batas
-
Mau Masuk SMA Favorit di Sumsel? Ini 6 Jalur Pendaftaran SPMB 2025
-
Bukan Ditolong! Truk Bawa Sembako Kecelakaan di Banyuasin Malah Dijarah, Sopir Kabur
-
Bank Sumsel Babel Dukung GENCARKAN & Sultan Muda: Dorong Ekonomi Sumsel Melesat
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Matic untuk Keluarga yang Irit BBM dan Murah Perawatan
- 58 Kode Redeem FF Terbaru Aktif November 2025: Ada Item Digimon, Diamond, dan Skin
- 5 Rekomendasi Mobil Kecil Matic Mirip Honda Brio untuk Wanita
- 5 Sunscreen Wardah Untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Bantu Atasi Tanda Penuaan
- Liverpool Pecat Arne Slot, Giovanni van Bronckhorst Latih Timnas Indonesia?
Pilihan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah Tahan Seharian Tanpa Cas, Cocok untuk Gamer dan Movie Marathon
-
5 HP Memori 128 GB Paling Murah untuk Penggunaan Jangka Panjang, Terbaik November 2025
-
Hari Ini Bookbuilding, Ini Jeroan Keuangan Superbank yang Mau IPO
-
Profil Superbank (SUPA): IPO Saham, Harga, Prospek, Laporan Keuangan, dan Jadwal
-
Jelang Nataru, BPH Migas Pastikan Ketersediaan Pertalite Aman!
Terkini
-
BRI Peduli Semarakkan Hari Guru Nasional di SDN Sukamahi 02
-
8 Pilihan Mobil Bekas Rp 80 Jutaan yang Cocok untuk Jadi Mobil Pertama, Gak Nyusahin
-
Cek Fakta: Klaim Anies Dapat Penghargaan Internasional, Benarkah atau Hoaks?
-
5 Alasan Tren Blokecore untuk Diwaspadai di Akhir 2025, Solusi agar Tidak Ketinggalan Gaya
-
Detik-Detik Penembakan Lima Petani di Pino Raya, Hari Kerja yang Berubah Menjadi Luka