Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Minggu, 19 Januari 2025 | 09:26 WIB
Lokakarya Tunggu Tubang dengan membaca model kedaulatan pangan masyarakat Suku Semende di Sumatera Selatan [dok Ghompok]

SuaraSumsel.id - Komunitas Ghompok Kolektif menggali pengetahuan kearifan lokal Suku Semende melalui lokakarya bertajuk Tunggu Tubang Tak Akan Tumbang: Kedaulatan Pangan Berkelanjutan. Acara yang digelar pada Kamis, 16 Januari 2025 di Kedai Kawan Ngopi, Palembang menghadirkan akademisi dan budayawan mengeksplorasi peran strategis Tunggu Tubang sebagai penjaga warisan leluhur dan lanskap pangan.

Di tengah ancaman perubahan iklim dan tantangan modernitas, nilai-nilai Tunggu Tubang terbukti relevan sebagai model ketahanan pangan yang mengakar pada harmoni alam dan keberlanjutan. Melalui film dokumenter dan buku foto, Ghompok Kolektif berkomitmen mengabadikan pengetahuan ini sebagai inspirasi bagi generasi mendatang.

Taufik Wijaya Budayawan Sumatera Selatan menjelaskan Tunggu Tubang merupakan salah satu bagian penting dalam sistem pemerintahan adat di tingkat keluarga pada masyarakat Suku Semende yang sudah berjalan secara turun temurun.

Selain Tunggu Tubang dalam sistem pemerintahan tersebut dikenal juga Payung Jurai atau Meraje yang merupakan turunan anak laki-laki tertua dalam Jurai (keluarga). Payung Jurai memiliki wewenang untuk menegur, menasehati, atau memperingatkan Tunggu Tubang jika melakukan kesalahan atau melanggar ketentuan adat.

Baca Juga: Korupsi Proyek Siring Muaraenim Rp 1 Miliar, Penyidik Sita Uang Rp 150 Juta

“Bahkan, Tunggu Tubang dapat diganti melalui keputusan atau rapat besar para Meraje. Dinamika peran Tunggu Tubang dan Payung Jurai inilah yang mungkin telah menciptakan keseimbangan sosial dan budaya masyararakat Suku Semende selama ratusan tahun,” katanya.

Sistem pemerintahan adat ini diyakini sebagai bentuk kecerdasan para puyang masyarakat Suku Semende. Hal ini bermuara pada kedaulatan pangan berkelanjutan nan didukung oleh spirit mother earth pada sosok Tunggu Tubang.

Konsep Tunggu Tubang yang menjaga lanskap pangan [hutan, mata air, sawah, hingga tebat], bisa menjadi sebuah model atau strategi ketahanan pangan berkelanjutan. Apalagi saat ini, bumi akan mengalami puncak perubahan iklim di Tahun 2030.

"Dengan populasi manusia yang semakin meningkat hingga 8.025 miliar jiwa dan ditambah suhu bumi sudah mencapai 1,3 derajat, maka kita perlu menggali berbagai pengetahuan lokal untuk mitigasi perubahan iklim," kata Taufik menjelaskan.

Tunggu Tubang juga merupakan lumbung pengetahuan dan aktor penting dalam proses tranformasi pengetahuan terkait pengelolaan lanskap pangan serta alam secara arif kepada generasi muda di Semende.

Baca Juga: Kronologi Kasus Ayah Membakar Anak di Muara Enim Karena Uang Rp100 Ribu

“Contoh kecilnya, mereka melakukan penanaman padi satu kali dalam setahun. Semuanya hampir tidak pernah gagal [panen] dan diserang hama. Karena pada periode penanaman, para burung melakukan migrasi," jelas Taufik.

Load More