Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Kamis, 07 Maret 2024 | 17:45 WIB
Sejarah Hari Perempuan Internasional. Ini 13 Desakan Parempuan di Sumsel [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraSumsel.id - “Suara Kebebasan Perempuan, Semua Layak  Disuarakan” ini lah yang menjadi tema peringatan hari perempuan internasional tahun ini di Sumsel. Internasional Womens Day (Hari Perempuan Internasional) tahun ini, dilakukan para perempuan deengan menyampaikan 13 tuntutannya.

Perwakilan Komunitas Solidaritas Perempuan Palembang, Yui Zahana mengungkapkan berdasarkan catatan akhir tahun komnas perempuan tahun 2023 diketahui masih minimnya perlindungan dan pemulihan pada perempuan.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumsel juga mendata ada 408 kasus kekerasan pada anak dan perempuan selama 2022.

"Jumlah korbannya mencapai 449 orang. Dari 408 kasus kekerasan di Sumsel, yang paling banyak terjadi di Palembang yakni 59 kasus dengan kasus terbanyak adalah kekerasan seksual,"ucapnya.

Baca Juga: Adik Menhub Budi Karya Dan Adik Ketua DPRD Raup Suara Terbanyak Pileg

Setelah Palembang, terdapat Kabupaten Lahat sebanyak 51 kasus, Ogan Ilir 46 kasus, Musi Rawas 39, Pagaralam 36, Banyuasin 31, Ogan Komering Ilir 31, Ogan Komering Ulu 29. Kemudian, Muara Enim 24, Empat Lawang 15, Prabumulih 14, PALI 14, Musi Rawas Utara 7, Lubuklinggau 4, Musi Banyuasin 3, Ogan Komering Ulu Selatan 3, dan Ogan Komering Ulu Timur 2.

Tercatat jumlah kekerasan di Sumsel dari Januari sampai Juli 2023 ada 376 orang, terdiri dari perempuan 111 orang, anak perempuan 202 orang, dan anak laki-laki 63 orang.

Kasus di atas melengkapi catatan Akhir Tahun Komnas Perempuan tahun 2023 karena minimnya perlindungan dan pemulihan.

Selama 21 tahuan memperlihatkan jika jumlah pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan kasus kekerasan berbasis gender terus bertambah setiap tahunnya.

Sebanyak 339.782 dari total pengaduan tersebut adalah kekerasan berbasis gender (KBG), yang 3442 di antaranya diadukan ke Komnas Perempuan. Kekerasan di ranah personal masih mendominasi pelaporan kasus KBG, yaitu 99% atau 336.804 kasus.

Baca Juga: Viral Bupati Muratara Emosi Pada KPUD, Sampai Bilang Begini

Pada pengaduan di Komnas Perempuan, kasus di ranah personal mencapai 61% atau 2.098 kasus. Untuk kasus di ranah publik, tercatat total 2978 kasus dimana 1.276 di antaranya dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Sementara itu, kasus kekerasan di ranah negara hanya ditemukan di Komnas Perempuan, dengan peningkatan hampir 2 kali lipat, dari 38 kasus di 2021 menjadi 68 kasus di 2022.

"Dalam kehidupan sosial setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya, serta  berhak baik secara individu ataupun secara kolektif  untuk ikut membangun masyarakat, bangsa dan negara," ucapnya.

"Akan tetapi, pada kenyataannya hingga saat ini posisi perempuan sebagai warga negara masih  sering dinomorduakan. Situasi tersebut tentu saja berdampak pada kehidupan perempuan terutama perempuan di desa maupun perkotaan  yang dilatar belakangi oleh kuatnya budaya patriarki. Hingga saat ini perempuan masih mengalami penindasan yang berupa  diskriminasi, kekerasan fisik, dan psikis, pelabelan atau cap, beban ganda dan marginalisasi," ucapnya.

Dengan mengusung tema “Suara Kebebasan Perempuan” juga mendukung keberagaman, kesetaraan, dan inklusi di seluruh aspek masyarakat.

"Perempuan berhak mendapatkan kesempatan untuk didengar. Bersama-sama kita dapat meruntuhkan hambatan, menantang stereotipe, dan menciptakan masayrakat yang lebih inklusif untuk semua," ucapnya.

Sejarah Hari Perempuan

Hari  Perempuan  Internasional  lahir  dari  sebuah  tragedi  kekerasan, gagasan  soal  feminisme  yang  sudah  muncul  di  akhir  abad  19  dan  Hari Perempuan Internasional ini lahir sebagai puncak gerakan para perempuan di New  York,  Amerika  Serikat  pada  8  Maret  1857. 

Saat  itu  para  buruh perempuan  dari pabrik garment melakukan unjuk rasa turun ke jalan untuk memprotes kondisi  buruk yang mereka alami, mulai dari diskriminasi hingga tingkat gaji yang tidak setara dengan buruh laki-laki. Aksi unjuk rasa tersebut mendapat  tindakan  represif   dari  pasukan  polisi  yang  menyerang  untuk membubarkan para demonstran perempuan.

Di  tahun  1910,  Hari  Perempuan  mulai  diselenggarakan  semua  kaum perempuan sosialis dan feminis di seluruh negara. Beberapa bulan kemudian berbagai delegasi menghadiri penyelenggaraan Kongres Perempuan Sosialis di Kopenhagen dengan niatan untuk mengajukan Hari Perempuan sebagai suatu hari  peringatan internasional.

Gagasan Solidaritas Internasional antara kelas pekerja  yang tereksploitasi di seluruh dunia sudah lama disepakati sebagai prinsip  sosialis,  meskipun  seringkali  tanpa  disadari.  Saat  itu  Partai  Sosialis Jerman berpengaruh besar pada gerakan sosialis internasional dan partai itu telah sering memperjuangkan dan mengadvokasi hak-hak perempuan termasuk tokoh-tokoh pemimpin seperti Clara Zetkin.

Konferensi tersebut berhasil dilaksanakan dengan dihadiri lebih dari 100 perempuan dari 17 negara yang mewakili Serikat-Serikat Buruh, Partai-Partai Sosialis, Kelompok-Kelompok Perempuan Pekerja, dan termasuk tiga perempuan pertama  yang   terpilih  dalam  Parlemen  Finlandia,  yang  mana  semuanya menyambut saran  Clara Zetkin dengan persetujuan bulat sehingga sebagai hasilnya dicapailah kesepakatan untuk Hari Perempuan Internasional.

Kemenangan penentuan hari perempuan internasional belumlah menjadi kemenangan sepenuhnya bagi perempuan yakni terbebas dari penindasan. Pun begitu sampai dengan hari ini, diskriminasi, eksploitasi, tindak kekerasan, dan segala bentuk  penindasan lainnya masih membelenggu perempuan, terlebih perempuan miskin dan disabilitas.

PERNYATAAN SIKAP

Untuk itu, Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2024, Solidaritas Perempuan Palembang, BEM FISIP UNSRI, GMKI, Aksi Kamisan Sriwijaya, Spora Institute,  Kohati HMI Cabang Palembang, KOPRI PMII PC Palembang, AMPERA Memanggil, WALHI SumSel, Spektakel Klab, Sahabat Walhi, BEM FH Unsri, Diploma Unsri. Menyerukan “Suara Kebebasan Perempuan”

Menuntut :

1.       Tiada kemerdekaan tanpa kesetaraan perempuan

2.       Suara perempuan layak didengarkan

3.       Perlindungan perempuan di wilayah konflik

4.       Laksanakan reforma agraria sepenuhnya

5.       Jaminan kebebasan beragama, berideologi, berkeyakinan, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat

6.       Cuti menstruari, cuti melahirkan dan merawat anak, juga cuti bagi pendamping melahirkan tanpa syarat

7.       Mendorong kebijakan dan perlindungan yang memastikan bahwa perempuan memiliki kebebasan untuk menyuarakan pendapat mereka tanpa takut akan hukuman.

8.       Menciptakan ruang yang inklusif bagi semua perempuan untuk berpartisipasi.

9.       Mengambil langkah-langkah tegas untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi terhadap perempuan, serta memastikan akses mereka terhadap keadilan dan pemulihan.

10.    Hentikan kekerasan dan perempasan sumber daya kehidupan perempuan

11.    Stop kriminalisasi aktivis pembela HAM

12.    Stop pemaksaan perkawinan

13.    Stop kekerasan seksual di ruang lingkup pendidikan dan tempat kerj

Load More