SuaraSumsel.id - Sebanyak 11 konflik agraria terjadi di Provinsi Bangka Belitung selama kurun waktu lima tahun terakhir. Walhi mendata sebanyak 25 desa terdampak dengan sebelas perusahaan sawit yang bermasalah.
Perusahaan tersebut tersebar di Kabupaten Belitung, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Barat.
Diperkirakan luas wilayah sengketa dengan perusahaan perkebunan sawit 3.770 Ha. Salah satu konflik agraria di Bangka Belitung disebabkan karena ekspansi perusahaan sawit yang merambah wilayah kelola masyarakat setempat seperti rimbak (hutan) kampong, belukar lame (kawasan pangan-berume), areal pengggunaan lain baik yang belum ataupun sudah memiliki alas hak dan wilayah adat.
"Meminta BPN, KLHK, dan BKPM untuk membuka data HGU, tata batas kawasan dan perizinan perusahaan perkebunan sawit ke Publik," ujar Direktur Eksekutif, Jessix Amundian kepada Suara.com
Baca Juga: Seniman Dan Budayawan Sumsel 'Geruduk' Kantor Gubernur Herman Deru Tuntut Hal Ini
Ketidakpatuhan perusahaan sawit menjalankan kewajiban Plasma dan CSR, disertai kebun sawit perusahaan yang diduga menyerobot lahan di luar HGU semakin memperkeruh konflik agraria.
“Kami melihat, sebelum UU Cipta Kerja, konflik agraria sector perkebunan ini masih dapat terfasilitasi oleh pemangku kebijakan di tingkat lokal meskipun tidak sepenuhnya terselesaikan. Namun, sejak UU Cipta Kerja diberlakukan, kewenangan beralih ke pusat dan penyelesaian menjadi berlarut,' sambungnya.
Berlarutnya konflik agraria di kepulauan Bangka Belitung merupakan dampak dari buruknya aspek pengawasan tata kelola sumberdaya alam di sektor perkebunan. Negara lalai dalam penanganan konflik agraria tersebut.
Catatan Walhi kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan yang luas daratannya hanya 1,6 juta hektare, hampir 1,2 juta hektare dikuasai industri ekstraktif-monokultur skala besar. Misalnya perkebunan sawit (170.000 Ha), Pertambangan (1.007.372,66 Ha), Hutan Tanaman Industri (204.000 Ha) dan Tambak Udang (1.430 Ha).
Adapun persoalan lingkungan lainnya adalah sebaran lahan kritis (167.104 Ha), belum termasuk wilayah perairan laut.
Baca Juga: Kampus di Sumsel Ini Kenalkan Energi Bersih Bersumber Dari Tenaga Surya
“Perubahan bentang alam oleh aktivitas industri ekstraktif-monokultur skala besar dan lahan kritis menghadapkan masyarakat di kepulauan Bangka Belitung dan pulau-pulau kecil di sekitarnya rentan dengan resiko ancaman krisis iklim global,' sambung ia.
- 1
- 2
Berita Terkait
-
Suhu Udara Palembang Meningkat, 19 Rumah di 3-4 Ulu Ludes Terbakar Saat Sore Hari
-
Seniman Dan Budayawan Sumsel 'Geruduk' Kantor Gubernur Herman Deru Tuntut Hal Ini
-
Selebgram Palembang Bantu Suami Bertransaksi Narkoba Miliaran Rupiah dari Jaringan Luar Negeri
-
Bikin Jarak Tempuh ke Palembang 1 Jam, Tol Indralaya-Prabumulih Dibuka Gratis Besok
-
Jadwal Kick Off Sriwijaya FC Liga 2 Musim 2023/2024, Ayo Dukung!
Tag
Terpopuler
- 5 Rekomendasi HP Samsung Murah Rp2 Jutaan: RAM Gede, Kamera Terbaik
- Cari Mobil Bekas Harga Rp35 Jutaan? Ini Rekomendasi Terbaik, Lengkap dengan Spesifikasinya!
- Dulu Hanya Sultan yang Sanggup, Kini Jadi Mobil Bekas Murah: Ini Deretan Sedan Mewah Kelas Atas
- 8 Mobil Bekas Murah 7 Seater Rp60 Jutaan, Pajaknya Lebih Murah dari Yamaha XMAX
- 5 HP Redmi Murah RAM 8 GB, Harga Sejutaan di Mei 2025
Pilihan
-
Puan Tolak Relokasi Warga Gaza, PCO: Pemerintah Cuma Mau Mengobati, Bukan Pindahkan Permanen
-
Wacana 11 Pemain Asing di Liga 1 Dibandingkan dengan Saudi Pro League
-
Dewi Fortuna di Sisi Timnas Indonesia: Lolos ke Piala Dunia 2026?
-
7 Rekomendasi Sunscreen Terbaik, Super Murah Pas buat Kantong Pelajar
-
Mitsubishi Xpander Terbaru Diluncurkan, Ini Daftar Pembaruannya
Terkini
-
100.000 Sultan Muda Sumsel Disiapkan, Gerakan Literasi Keuangan Dimulai dari Palembang
-
Tembok Roboh di PTC Palembang! Penjaga Parkir Terluka, Motor-Motor Rusak
-
Minyak Goreng, Beras, Roti hingga Sosis Lagi Turun Harga di Indomaret
-
Cek Harga Baru! Saus Tiram, Tepung & Lada Bubuk Lagi Promo di Alfamart Sekarang
-
Detik-detik Ambulans Sudah Pakai Sirine tapi Tetap Dihantam, Semua Penumpang Terluka