Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Kamis, 29 Juni 2023 | 11:02 WIB
Songket PaSH Palembang yang sudah terkenal karena digitalisasi [dok]

SuaraSumsel.id - Siang hari pada minggu ketiga bulan Juni ini, situasi di toko Songket PaSH Palembang tidak terlalu ramai pembeli. Para pembeli datang hanya silih berganti dengan keperluan menanyakan mode sekaligus contoh songket yang ada di website toko tersebut.

Meski tidak terlalu sesak didatangi pembeli lokal, namun nilai transaksi penjualan songket Pash pada hari itu, tergolong cukup tinggi. Toko yang berada di kawasan 30 Ilir Palembang, mengungkapkan capai 90 persen transaksi pembelian berasal dari pasar digital.

Ekosistem digital dibangun dengan membuat sejumlah website yang mengenalkan songket yang memperlihatkan mode, motif dan warna terbaru kain khas Palembang tersebut. 

Owner Songket PaSH, M Aditia mengungkapkan jika mencapai 90 persen penjualannya saat ini berasal dari pasar online, atau pasar digital. Dengan sejumlah website pengenalan sekaligus penjualan, keturunan asli Palembang inipun menjelajahi marketplace.

Baca Juga: BRIlian Preneur Asal Sumsel: Bawa UMKM Songket Palembang Naik Kelas Dengan Digitalisasi

Kekinian toko Songket Pash sudah berada di official store Tokopedia, di Shopee dan Shopee mal sekaligus mengaplikasikan media sosial instagram. 

“Mereka atau calon pembeli yang menemukan iklan songket PaSH di media sosial akan tertuju di marketplace atau juga ke customer service di toko,” ujarnya kepada Suara.com di medio Juni lalu.

Diapun mengakui beriklan atau mengiklankan Songket PaSH di media sosial menggunakan jasa advertising. Dengan beriklan ini, segmen pasar Songket Pash juah lebih luas sehingga menciptakan pasar sampai Asia Tenggara.

Pasar songket Palembang memiliki pasar tersendiri di Pulau Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Papua. Untuk pasar internasional, songket PaSH memiliki segmen di region Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura akibat kesamaan budaya berbusana. 

Untuk di Pulau jawa, Aditia mengungkapkan lebih suka dengan songket Palembang dengan warna yang lebih lembut dan natural.

Baca Juga: Sumsel Siap Tuan Rumah Piala Dunia U-17, Herman Deru: Saya Sudah Dihubungi Pak Erick Thohir

 “Setiap segmen pasar punya identiknya. Di Malaysia dan Singapura, malah kita buatkan baju kurung songket, agar diterima di pasar di sana,” terang Alumni Program Ilmu Komputer Unsri ini. 

Beriklan secara digital juga butuh perhitungan bisnis. Dia mengungkapkan banyak belajar bagaimana iklan di media sosial dengan coba-coba (try and error). 

“Dengan harga songket nan jutaan, biaya ekspedisi Rp250 an untuk ke pelosok daerah, tentu butuh perhitungan bisnis. Karena dengan beriklan, maka tantangan selanjutnya yakni ekspedisi yang bisa menjamin sistem COD dengan nilai barang yang besar, dan rentan resiko kembali,” ujarnya menjelaskan.

Diakui ia, pasar online atau pasar digital memang memiliki cukup tantangan. Seperti produknya kain dengan harga tinggi, tentu pembeli akan sangat detail menanyakan produknya. Dengan kebutuhan itu, toko Songket PaSH pun melayani saat pembeli ingin video call, sampai mereka yakin jika barang yang dibeli sesuai dengan keinginan.

“Tantangan selanjutnya ialah menyakinkan pembeli. Sama seperti halnya membeli pakaian di online, terkadang harus benar-benar yakin, apalagi ini kain songket yang harga paling murah ialah Rp500 ribu. Kita pun melayani jika ingin video call, kirim gambar beberapa sisi dan memastikan barang sampai dengan sistem COD,” sambung Aditia.

Dengan pasar digital, Aditia mengaku mempelajari apa yang menjadi kecendrungan masyarakat digital, termasuk calon pembelinya. 

Dia pun mengelola Search Engine Optimization atau SEO dalam pencarian kain songket Palembang. “Dengan makin luas pasar, tentu akan makin beragam permintaan. Ini pula yang kemudian dipelajari, agar setiap produk bisa menembus pasar-pasar yang ada, atau menciptakan pasar baru,” ujarnya.

Dengan digitalisasi, toko Songket PaSH mengakui jika pandemi memberikan berkah tersendiri.

Meski sempat mengalami penurunan pembelian di awal pandemi, namun hanya berlangsung dua bulan. Setelahnya, penjualan dan permintaan songket PaSH naik apalagi masyarakat juga mengubah budaya apa pun dari rumah, bekerja sampai belanja. 

“Alhamdulilah di pandemi, toko saya malah omzetnya naik. Kami maksimalkan website baik penjualan atau branding toko guna memperluas pasar. Biasanya pembeli ialah mereka yang merupakan pekerja, dan melakukan aktivitas pembelian di sela-sela bekerja. Biasanya peningkatan pembelian dirasa saat para pekerja mulai gajian, di akhir bulan sampai mendekati pertengahan bulan selanjutnya,” ucap dia.

Dia berpendapat terkadang pelaku UMKM apalagi fashion masih menganggap remeh jika beriklan secara digital. 

Padahal semakin hari, akses pasar digital semakin terbuka dan menjadi potensi untuk digarap UMKM. 

“Sudah tidak lagi, memandang UMKM kain songket, hanya terpaku pada pengrajin saja namun lebih luas, yakni kepastian pasar, keberlangsungan usaha. Terus mencoba hal-hal baru yang terus berkembang saat ini, yakni digitalisasi,” imbuhnya.

RCEO BRI Palembang Wahyudi Dermawan mengungkapkan digitalisasi UMKM terus digalakkan. Sejumlah upaya pendampingan dengan menghidupkan klaster-klaster juga diiringi dengan perkembangan digitalisasi UMKM. 

Ia pun sangat bangga atas apa yang telah dicapai oleh UMKM Songket PaSH Palembang yang menciptakan pasar tersendiri bagi produk yang merupakan komoditi khas Palembang. “Tentu pengalaman demikian yang perlu dikenalkan dan ditularkan kepada UMKM lainnya di Palembang, dengan kolaborasi bersama BRI,” harapnya.

Load More