Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Rabu, 30 Maret 2022 | 19:37 WIB
Prof Yuwono, i [Tasmalinda/suara.com]

SuaraSumsel.id - Pemberhentian mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto saat Muktamar ke-31 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akhir pekan lalu di Aceh menimbulkan keriuhan. 

Banyak yang kemudian menilai pemberhetian dokter Terawan ini, membuat dokter akhirnya khawatir akan inovasi dari risetnya.  Bagi profesor Universitas Sriwijaya atau Unsri, Yuwono ini, berpendapat sebaiknya jangan buru-buru menghakimi.

Hal ini disampaikannya di media sosialnya, Rabu (30/1/2021). Dengan menulis narasi berjudul Dokter atau IDI?

Dia memulai dengan menjelaskan IDI merupakan organisasi yang merupakan hasil kesepakatan para dokter. Bila seorang dokter memiliki dinamika, terlebih organisasi para dokternya.

Baca Juga: Kisah Warga Sumsel Tertipu Dukun Bisa Gandakan Uang dan Emas: Ditunggu Tiga Bulan, Isi Kardus Ternyata Hanya Batu Bata

"Sungguh sunatullah atau law of nature bahwa segala sesuatu akan berubah sesuai tempat dan zamannya, sekalipun kita tidak suka," katanya.

Dia mengungkapkan jika yang berubah sejatinya pendekatan dan cara, sedangkan filosofinya tetap seperti semula.

"Medicine is science & art, begitu filosofinya," sambung Prof Yu-panggilan akrab Prof Yuwono.

"Ada ilmiah, ada nilai rasa kemanusiaan. Ilmiah dihadapi dan dinilai dengan ilmiah pula," sambungnya.

"Rasa kemanusiaan juga dinilai dengan rasa kemanusiaan. Saat praktek sebagai dokter atau berorganisasi di IDI, seorang dokter semestinya tetap sama perilakunya yaitu seorang yang ilmiah yg mengutamakan rasa kemanusiaan," sambung dia.

Baca Juga: Soal Kelangkaan Bahan Bakar Solar di Sumsel, Wagub Mawardi Yahya: Itu Kewenangan Pemerintah Pusat

"Bila terjadi perbedaan dalam hal ilmiah, jangan buru-buru dihakimi, melainkan ditelaah apakah dalilnya termasuk level hipotesis, konsep, teori atau sdh mencapai aksioma," terangnya.

Prof Yu langsung mencontohkan yang dialami Dokter Terawan.

"Contoh Dr. Terawan melakukan Brain Washing dengan cara radiologis sesuai spesialisasi beliau, hemat saya ini termasuk level konsep," katanya.

Sehingga, selama belum pada level lebih tinggi, maka hal tersebut masih bisa diperdebatkan secara ilmiah. Sehingga perbedaan yang muncul tetap bisa dihormati sebagai perbedaan hipotesis, lalu konsep atau teorinya. 

"Jadi selama belum level aksioma, silakan didebat dengan ilmiah, tetap hormati perbedaan hipotesis, konsep atau teorinya. Bukan dihakimi lalu diputuskan bla...bla...bla," terangnya.

"Soal rasa kemanusiaan relatif sama, karena semua orang, baik dokter atau pasien ingin diperlakukan sebagai manusia yang punya martabat kemanusiaan," ujar dia.

Prof Yu pun mengakhiri penekanan pendapatnya dengan mengucapkan selamat pada pengurus IDI yang baru. Dia pun lebih berharap semoga nantinya, IDI dan dokternya istiqomah dlm ilmiah dan rasa kemanusiaan.

"Riak-riak politik, kepentingan, fanatisme, arogansi dan lain-lain seperti yg dialamatkan mereka yg di luar IDI, jangan membuat kita para dokter berduka dan menyerah atau justru ikut-ikutan," harap Prof Yuwono.

Load More