Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Rabu, 23 Februari 2022 | 15:09 WIB
Ilustrasi ojek online. Ilustrasi driver ojol. Driver ojol di Palembang keberatan BPJS Kesehatan jadi Syarat layanan publik. [Suara.com/Ema Rohimah)

SuaraSumsel.id - Kebijakan Pemerintah menjadikan BPJS Kesehatan sebagai syarat layanan publik seperti halnya pembuatan SIM dan STNK hingga jual beli tanah dikeluhkan driver ojol alias ojek online di Palembang, Sumatera Selatan.

Meski masih ada yang belum mengetahui detail mengenai kebijakan tersebut, namun driver mengakui jika kebijakan tersebut akan menambah beban bulanan.

Salah satunya pekerja driver ojek online di Palembang, Suhendri (47) mengaku keberatan dengan adanya peraturan Presiden Jokowi tersebut.

"Info kalau harus ada BPJS Kesehatan untuk buat SIM dan STNK saya baru tahu hari ini. Kalau saya pribadi gak mau, berat bagi saya," akunya saat ditemui di Pangkalan Driver Online sekitar Jalan Sudirman Palembang, Rabu (23/02/2022).

Baca Juga: Bonus Atlet Sumsel pada PON Papua Membengkak hingga Rp21 Miliar, Sekum KONI Harapkan Hal Ini

Suhendri juga mengatakan kalau dirinya beserta keluarga belum mempunyai BPJS Kesehatan.

Dengan adanya peraturan baru tersebut maka menambah beban bulanan, padahal penghasilan yang diperoleh juga harian.

"Itu mempersulit masyarakat, nanti kalau mau mengurus surat-surat jadi merasa terbebani kami. Apalagi 'kan driver ini bukan perbulan pendapatannya, kalau mau keluar iuran BPJS kesehatan untuk sekeluarga itu kan jadinya menambah pengeluaran kami," katanya

Senada dengan Suhendri, Heri (55) mengaku terkejut mendengar adanya peraturan yang tertera dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 yang dikeluarkan sejak 16 Januari 2022. 

"Mengejutkan sih bagi saya, baru tahu hari ini juga. Kalau mau mengurus SIM dan STNK harus ada BPJS Kesehatan saya keberatan. Saya juga sudah ada Kartu Indonesia Sehat (KIS), itu juga kan program pemerintah," ungkapnya.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca 23 Februari 2022. BMKG: 4 Kabupaten di Sumsel Ini Bakal Hujan Lebat

Sebagai kepala keluarga yang memiliki tiga orang anak, Heri membayangkan kesulitan dirinya jika harus membayar iuran bulanan BPJS Kesehatan."Sebenernya kan berat itu, iuran tiap bulan saya jadi nambah. Saya kan anak tiga,  berarti 5 orang termasuk saya dan istri. Misalkan iuran perbulannya itu Rp40 ribu, jadi sudah Rp200 ribu perbulan pengeluaran saya," jelasnya.

Heri mengatakan, jika nanti mau mengurus STNK mesti ada BPJS Kesehatan, dirinya memilih untuk menunda melakukan  pembayaran tersebut.

"STNK itu kan untuk bayar pajak, kalau memang mesti ada BPJS ya sudah saya gak bayar dulu. Siapa yang rugi, persyaratan itu mempersulit kami, berat sebelah. Kalau kami ini penghasilan tetap perbulan itu Rp3 juta gak masalah, tetapi kenyataannya pendapatan kami ini tidak pasti, kalau orderan ramai banyak dapet penghasilan, kalau sepi ya sedikit," terangnya.

Kendati demikian, Heri mengatakan bilamana nantinya perusahan menerapkan peraturan tersebut, dirinya akan mempertimbangkan untuk ikut serta menjadi anggota aktif BPJS Kesehatan jika tidak membebani dirinya.

"Biasanya itu dari pihak Gojek ada informasi, kayak peraturan BPJS Ketenagakerjaan kemarin disuruh untuk buat.  Kalo BPJS Kesehatan ini belum ada info dari pihak Gojeknya. Kalau nantinya diharuskan buat, mungkin saya akan ikut asalkan ada keringan dari pihak Gojeknya misalkan dibantu 50 persen pembayaran gitu," ujarnya.

Kontributor: Melati Puteri Arsika

Load More