Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Kamis, 17 Februari 2022 | 15:26 WIB
Ilustrasi Lahan Pertanian. Ongkos pertanian di Indonesia lebih mahal, tapi produktivitas rendah. [Pixabay.com/shownkonopaski]

SuaraSumsel.id - Kepala Peneliti Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Amanta mengungkapkan jika ongkos produksi sektor pertanian di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara lain.

Hal ini yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti halnya pada komoditas kopi.

"Yang saya lihat yang pertama ongkos produksi Indonesia masih cukup mahal sebenarnya kalau dibandingkan dengan ongkos produksi di negara lain," kata Felippa dalam diskusi G20 sektor pertanian mengenai ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.

Hasil riset CIPS yang menjabarkan beberapa faktor penyebab tingginya biaya produksi pertanian Indonesia seperti keterbatasan lahan, serta keterbatasan benih berkualitas dan keterbatasan akses pupuk.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Sumsel 17 Februari 2022, Hujan Akan Meluas di Wilayah Ini

Rata-rata petani di Indonesia memiliki lahan sebesar 0,6 hektare sehingga menyebabkan biaya produksi yang tinggi dan tidak efisien jika dibandingkan dengan menggarap lahan pertanian dalam skala yang lebih besar.

Petani Indonesia juga mengalami keterbatasan akses pada benih berkualitas dan akses terhadap pupuk. Pupuk subsidi tidak bisa memenuhi kebutuhan petani, sementara harga pupuk nonsubsidi sangat tinggi dibanding pupuk bersubsidi.

Selain ongkos produksi yang mahal, produktivitas pertanian Indonesia juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.

Felippa mencontohkan salah satu komoditas unggulan Indonesia yaitu kopi yang masih kalah saing dengan Brasil dan Vietnam sebagai produsen kopi nomor satu dan kedua di dunia.

Produktivitas yang rendah dan biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga jual kopi Indonesia lebih mahal dan menjadi kalah saing dengan negara lain.

Baca Juga: Warga Sumsel Masih Keluhkan Minyak Goreng Langka

"Kalau kita lihat dari hubungan antara produktivitas dan struktur ongkos ini akhirnya hasil pertanian kita lebih mahal dibandingkan harga internasional, makanya kita kalah saing di sana, dari kuantitas dan harga saja kurang," kata Felippa.

Penelitian CIPS mengungkapkan sektor pertanian Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Hal itu terlihat dari dampak krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 yang tak mempengaruhi sektor pertanian sementara sektor lain mengalami kontraksi. (ANTARA)

Load More