SuaraSumsel.id - Kepala Peneliti Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Amanta mengungkapkan jika ongkos produksi sektor pertanian di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara lain.
Hal ini yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti halnya pada komoditas kopi.
"Yang saya lihat yang pertama ongkos produksi Indonesia masih cukup mahal sebenarnya kalau dibandingkan dengan ongkos produksi di negara lain," kata Felippa dalam diskusi G20 sektor pertanian mengenai ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Hasil riset CIPS yang menjabarkan beberapa faktor penyebab tingginya biaya produksi pertanian Indonesia seperti keterbatasan lahan, serta keterbatasan benih berkualitas dan keterbatasan akses pupuk.
Rata-rata petani di Indonesia memiliki lahan sebesar 0,6 hektare sehingga menyebabkan biaya produksi yang tinggi dan tidak efisien jika dibandingkan dengan menggarap lahan pertanian dalam skala yang lebih besar.
Petani Indonesia juga mengalami keterbatasan akses pada benih berkualitas dan akses terhadap pupuk. Pupuk subsidi tidak bisa memenuhi kebutuhan petani, sementara harga pupuk nonsubsidi sangat tinggi dibanding pupuk bersubsidi.
Selain ongkos produksi yang mahal, produktivitas pertanian Indonesia juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.
Felippa mencontohkan salah satu komoditas unggulan Indonesia yaitu kopi yang masih kalah saing dengan Brasil dan Vietnam sebagai produsen kopi nomor satu dan kedua di dunia.
Produktivitas yang rendah dan biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga jual kopi Indonesia lebih mahal dan menjadi kalah saing dengan negara lain.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca Sumsel 17 Februari 2022, Hujan Akan Meluas di Wilayah Ini
"Kalau kita lihat dari hubungan antara produktivitas dan struktur ongkos ini akhirnya hasil pertanian kita lebih mahal dibandingkan harga internasional, makanya kita kalah saing di sana, dari kuantitas dan harga saja kurang," kata Felippa.
Penelitian CIPS mengungkapkan sektor pertanian Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Hal itu terlihat dari dampak krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 yang tak mempengaruhi sektor pertanian sementara sektor lain mengalami kontraksi. (ANTARA)
Tag
Berita Terkait
-
Dukung Karya Anak Bangsa, Bamsoet Harap Harga Baterai Kendaraan Listrik Lebih Murah
-
3 Alasan Utama Mengapa Pertanian Indonesia Menjadi Terbelakang Saat Ini
-
Hari Krida Pertanian ke-49, Mentan: Mari Wujudkan Pertanian Indonesia yang Bermartabat
-
Dukung Pertanian Indonesia, 3 Wilayah di Banten Jalankan Program FMSRB
-
Nilai Ekspor Pertanian Sumsel Naik Tajam di Februari 2021
Terpopuler
- 1 Detik Pascal Struijk Resmi Jadi WNI, Cetak Sejarah di Timnas Indonesia
- Pemain Arsenal Pilih Bela Timnas Indonesia Berkat Koneksi Ayahnya dengan Patrick Kluivert?
- Pelatih Belanda Dukung Timnas Indonesia ke Piala Dunia: Kluivert Boleh Ambil Semua Pemain Saya
- Setajam Moge R-Series, Aerox Minggir Dulu: Inikah Wujud Motor Bebek Yamaha MX King 155 Terbaru?
- Cara Membedakan Sepatu Original dan KW, Ini 7 Tanda yang Harus Diperiksa
Pilihan
-
Data Pribadi RI Diobral ke AS, Anak Buah Menko Airlangga: Data Komersil Saja!
-
Rafael Struick Mandul, Striker Lokal Bersinar Saat Dewa United Gilas Klub Malaysia
-
5 Rekomendasi HP Murah Chipset Snapdragon Kuat untuk Gaming, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED untuk Gaming, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Vietnam Ingin Jadi Tuan Rumah Piala Dunia, Tapi Warganya: Ekonomi Aja Sulit!
Terkini
-
Converse Chuck 70 vs Classic All Star: Lebih Mahal, Apa Benar Chuck 70 Jauh Lebih Unggul?
-
Adidas Samba: Dari Lapangan Hijau ke Puncak Tren Fashion, Kenapa Semua Orang Menggilainya?
-
Lebih dari Sekadar Sepatu Lari: Transformasi Asics Gel NYC dari Track ke Dunia Catwalk
-
New Balance 550: Kebangkitan Ikon Basket Lawas yang Kini Jadi Raja Streetwear Dunia
-
Bank Sumsel Babel Borong 2 Penghargaan dari BP Tapera, Bukti Komitmen di Sektor Perumahan