Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Rabu, 12 Januari 2022 | 16:06 WIB
ILUSTRASI Rekonstruksi penembakan 6 laskar FPI, Kematian 4 Laskar FPI Dinilai Aksi Pembunuhan, Pakar Ungkap Dua Alasannnya [Kolase foto/Suara.com/Tio]

SuaraSumsel.id - Empat anggota Front Pembela Islam (FPI) yang tewas di dalam kendaraan milik aparat merupakan pembunuhan. Hal ini diungkapkan Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Dian Adriawan DG Tawang,

Dian memberikan keterangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (11/1/2022).

Dian di hadapan majelis hakim menjelaskan perbuatan membunuh itu ditandai setidaknya oleh dua alasan. Pertama, alasan ada korban yang tewas dan kedua ada posisi tidak seimbang antara pelaku dan korban.

Terkait poin kedua, ia menyampaikan pelaku merupakan pihak yang punya kemampuan melakukan  tindak pidana pembunuhan, dengan bersenjata.

Baca Juga: PT SM dalam Laporan Kaesang dan Gibran, Ungkit Karhutla Terparah di Sumsel

Sementara korban tidak memegang senjata dan tidak mampu membela diri. “Dengan adanya orang mati berarti ada perbuatan membunuh. Dalam hal ini, yang diduga sebagai pelaku itu memegang senjata. Sedangkan yang jadi korban tidak memegang senjata,” kata Dian saat menjawab pertanyaan Jaksa Zet Tadung Allo di persidangan.

Dalam persidangan, Zet membacakan fakta-fakta pada berita acara pemeriksaan (BAP), antara lain lain empat anggota FPI itu telah digeledah dan dilucuti oleh polisi sebelum mereka masuk ke dalam kendaraan untuk dibawa ke Polda Metro Jaya.

Petugas menemukan senjata tajam, senjata api, dan butir peluru dari anggota FPI tersebut.

Disebutkan empat anggota FPI itu tidak bersenjata saat berada di dalam mobil yang dikendarai petugas, sementara tiga polisi yang berada dalam kendaraan seluruhnya bersenjata lengkap, kata Jaksa Zet.

Tiga polisi yang berada dalam kendaraan, yaitu Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella, dan mendiang Ipda Elwira Priadi.

Baca Juga: Dimulai Hari Ini, Berikut Jadwal Operasi Pasar Minyak Goreng di Sumsel

Jaksa menilai hanya satu terdakwa yang bertanggung jawab atas kematian empat korban, yaitu Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan.

Pelaku penembakan lainnya, Ipda Elwira Priadi, sempat ditetapkan sebagai tersangka. Namun, ia meninggal dunia sebelum kasusnya masuk tahapan persidangan.

Terdakwa lainnya, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella dapat disebut pembantuan.

Dalam istilah hukum, yang juga diatur dalam ketentuan perundang-undangan, pembantuan merupakan keterlibatan pihak lain dalam peristiwa pidana, tetapi itu tidak menentukan akhir suatu peristiwa.

Yusmin, menurut Dian, dianggap melakukan pembantuan karena pada saat kejadian ia mengendarai kendaraan yang menjadi lokasi penembakan.

“Kalau berimbang itu bisa dikatakan sebagai pembelaan diri, ... tapi kalau kondisinya sebaliknya tidak masuk dalam kategori itu,” kata Dian.

Penuntut umum menghadirkan tujuh ahli pada sidang pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) terhadap 6 anggota FPI pada 2020.

Tujuh ahli yang dihadirkan oleh jaksa pada persidangan, Selasa, yaitu dua ahli senjata dari PT Pindad, satu ahli peluru/amunisi dari PT Pindad, satu ahli bahasa, satu ahli digital forensik, dan dua ahli hukum pidana.

Jaksa pada persidangan sebelumnya telah mendakwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin dengan Pasal 338 dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidananya 15 tahun penjara dan tujuh tahun penjara. (ANTARA)

Load More