Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Kamis, 02 September 2021 | 12:41 WIB
Ikan Belida [Facebook]

Dengan pengelolaan berbasis masyarakat, Pemeritah hendaknya bisa melibatkan masyarakat guna mengelola secara bersama-sama.

Dengan keterlibatan ini, masyarakat bisa mendapatkan manfaat sekaligus pemerintah juga masih mampu menjaga 10 persen wilayah konservasi.

"Ini yang dinamakan upaya konservasi yang komperhensif (menyeluruh). Tidak parsial, penegakkan hukum mengenai konservasi," tegas ia.

Upaya pengelolaan berbasis masyarakat sendiri sudah banyak dicontohkan di luar Sumatera Selatan. Untuk di Sumatera Selatan, ia berpendapat sektor perikanan cendrung subordinatif (hanya pelengkap) dari upaya pelestarian ekosistem.

Baca Juga: Perguruan Tinggi di Sumsel Dihimbau Belajar Tatap Muka

"Padahal, misalnya pada melestarikan rawa gambut, peran sektor perikanan sebenarnya juga besar," pungkasnya.

Ikan belida [hops.id]

Sanksi Jual dan Konsumsi Belida

Kepala Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Palembang Maputra Prasetyo, menjelaskan peraturan tersebut dikeluarkan atas pertimbangan populasi ikan Belida yang kian terancam punah. 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan hewan ikon Sumatera Selatan sebagai hewan yang dilindungi.

"Hukumannya berat, menangkap dan menjual untuk individu atau perusahaan bisa didenda Rp250 juta hingga Rp1,5 miliar," terang ia.

Baca Juga: Tunjangan Guru Honor Telat Lagi, Ini Alasan Pemprov Sumsel

Melansir ANTARA, Bagi masyarakat yang menangkap ikan Belida, pihaknya akan mengenakan sanksi pidana Pasal 100 junto Pasal 7 ayat 2 huruf C Undang-undang RI Nomor 45 tahun 2009, tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 tahun 2004 Tentang Perikanan dengan denda maksimal Rp250 juta.

Untuk pengepul atau penadah lalu mendistribusikan dikenakan sanksi pasal siup berupa Pasal 92 junto pasal 26 ayat 1 tentang perikanan dengan denda Rp 1,5 miliar

"Setiap orang wajib mengetahui untuk tidak lagi menggunakan ikan tersebut sebagai makanan konsumsi," ujarnya.

Load More