SuaraSumsel.id - Industri fast fashion tidak selalu menguntungkan, namun bisa dikatakan sangat menempatkan perempuan sebagai objek sekaligus subjeknya yang menderita kerugian.
Pada nonton bareng atau nobar film The True Cost, yang menjadi rangkaian Festival Bulan Juni di Palembang, juga digelar diskusi mengenai fast fashion. Pada diskusi itu mengungkapkan bagaimana fast fashion malah menjadikan budaya kultur perempuan berpakaian menempatkan perempuan sebagai subjek penderitanya.
Di antaranya menempatkan perempuan sebagai buruh pabrik fashion yang dipekerjakan murah hingga penggunaan bahan kimia yang kemudian menjadi polusi dan sulit diurai di lingkungan.
Pengisi diskusi, Ade Indriani Zuchri mengungkap banyak negara yang kemudian menjadikan sumber daya manusia terutama pada kalangan perempuan menjadi buruh dengan upah rendah.
Baca Juga: Ingat, Ini Jadwal Pengumuman PPDB SMA Sumsel Jalur Zonasi
"Misalnya di Bangladesh gaji yang diterima buruh perempuan di pabrik tekstil hanya setara 2-3 dollar. Alih-alih bisa memberikan pendidikan di rumah, kaum perempuan terikat dengan industri fashion yang merugikan buruh," ujar Ade.
Selain itu, sambung Ade, pada film tersebut juga diperlihatkan perempuan yang bekerja di industri fashion tidak terlindungi kesehatannya. Ancaman penyakit kanker akibat penggunaan bahan kimia dalam industri fashion sama sekali tidak ramah pada lingkungan.
"Di film juga ditampilkan bagaimana buruh perempuan mengindap kanker, imbas produksi tekstil berbahan kimia. Lagi-lagi perempuan yang menjadi korban," sambung Ade.
Namun, tanpa disadari industri fashion sebenarnya juga menjadikan perempuan sebagai objeknya. Bagaimana budaya dan tradisi perempuan mengenal mode dan trend yang terus berkembang dewasa ini.
Di sisi lain, fast fashion menghantarkan budaya konsumtif pada paradigma perempuan modern dan dikatakan cantik atau fashionabel.
Baca Juga: Tingkatkan Okupansi, PHRI Sumsel Dorong Hotel Siapkan Paket Promo
Misalnya, budaya konsumtif perempuan akan merek ternama yang kemudian menjadikan perempuan konsumtif.
"Seperti mal yang terus diserbu atau market place yang terus menampilkan promo sehingga perempuan terpancing mengikuti mode pakaiannya," ungkap Ade.
Sifat konsumtif dengan mengakumulasi keuntungan tersebut, tidak sebanding dengan upah murah para pekerja perempuannya.
Lalu, Ade pun mengkritisi fast fashion pada saat pandemi COVID 19 ini ternyata tumbuh.
"Meski tidak ada ruang dalam mengekspersikan trend dan pakaian yang dipakai, namun industri ini tetap tumbuh saat pandemi yang misalnya perempuan mengenal budaya Me Time yang kemudian membuatnya konsumtif fashion dan make up," ujar Ketua Serikat Hijau Indonesia ini.
Belum lagi, arus pakain bekas yang akhirnya masuk ke negara berkembang seperti Indonesia.
Di negara yang menerimanya, pakaian ini juga disortir kembali yakni pada benar-benar pakaian yang tidak bisa lagi digunakan maka pilihannya hanya ada dua, yakni dibuang di Tempat Pembuangan Akhir atau TPA, meski sampah fashion juga menjadi sampah yang sulit diurai bakteri.
"Pilihan lainnya yakni dengan membakar pakaian tersebut. Kemudian melepaskan zat kimia ke udara," terang ia.
Ade pun memberikan upaya menandingi fast fashion yang seharusnya juga digerakkan oleh perempuan.
Yakni dengan tidak makin konsumtif, atau membeli barang yang seperlunya atau sesuai kebutuhan saat ini, atau mulai melakukan gerakan sosial dengan bertukar pakaian sesama teman komunitas.
"Sehingga mereka yang membutuhkan pakaian akan mendapatkan pakaian layak dan seperlunya," ujar dia.
Di sisi hilir, Ade pun menyarankan agar petani sebaagai sumber bahan baku industri ini makin menjauhi bahan kimia dalam proses produksinya.
"Sedangkan, petani perempuannya juga harus menjadi bagian tanding dari industri ini," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Nobar Seni Tari "Dari Pustaka Rumahku" Ramaikan Festival Bulan Juni Palembang
-
Agar Jadi Desainer Berkarakter, Begini Tips dari Wanda Hara Dalam Membuat Karya
-
Industri Fashion di Jepang Hasilkan 95 Juta Ton CO2 Per Tahun
-
Bangkit dari Pandemi Covid-19, Sleman City Hall Gelar Modest Fashion Show
-
Harbolnas Besok, Bisa Belanja dari Rumah Produk Uniqlo Loh
Terpopuler
- Cerita Pemain Keturunan Indonesia Tristan Gooijer Tiba di Bali: Saya Gak Ngapa-ngapain
- Review dan Harga Skincare GEUT Milik Dokter Tompi: Sunscreen, Moisturizer, dan Serum
- 5 Motor Matic Bekas Murah: Tampang ala Vespa, Harga Mulai Rp3 Jutaan
- Bareskrim Nyatakan Ijazah S1 UGM Jokowi Asli, Bernomor 1120 dengan NIM 1681/KT
- Harley-Davidson Siapkan Motor yang Lebih Murah dari Nmax
Pilihan
-
7 Motor Bekas Murah Rp2-3 Jutaan: Irit dan Bandel, Kembalikan Kenangan Masa Lalu
-
8 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan dengan Kamera Beresolusi Tinggi, Terbaik Mei 2025
-
Profil Nicholas Nyoto Prasetyo Dononagoro, Ketua Koperasi BLN Dugaan Investasi Bodong
-
5 Rekomendasi HP Murah dengan Chipset Snapdragon Terbaik Mei 2025
-
6 'Bansos' Disalurkan Pemerintah Mulai Juni 2025, Ini Daftar dan Sasarannya
Terkini
-
Dari Lactogrow hingga SGM, Ini Daftar Susu Dapat Cashback Rp15 Ribu Alfamart
-
Bank Sumsel Babel Raih Dua Penghargaan Nasional: Perkuat Posisi sebagai Motor Penggerak Ekonomi
-
Peluru Nyasar Lukai Warga, Latihan Menembak di JSC Palembang Dihentikan
-
Link DANA Kaget Hari Ini Sudah Tersedia, Begini Cara Aman Klaimnya!
-
Harga Emas Hari Ini di Palembang Naik Lagi: Antam Rp 21 Ribu per Gram