SuaraSumsel.id - Sumatera Selatan atau Sumsel mengimpor sejumlah kebutuhan dari negara-negara ini. Adapun tiga negara terbanyak yang menjadi impotir ke Sumsel, China, Malaysia dan Kanada.
Sepanjang triwulan I 2021 diketahui China yang paling besar mendominasi impor barang ke Sumatera Selatan dengan nilai 164,12 juta dolar AS (USD).
Dua negara lainnya yang juga memiliki pangsa impor di Sumsel, yakni Malaysia 11,55 juta USD dan Kanada 9,46 juta USD berada pada urutan kedua dan ketiga.
Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan Endang Tri Wahyuningsih mengatakan untuk negara peringkat dua dan tiga ini selalu berganti-ganti, sementara China selalu menjadi yang utama sudah beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: Jadi Zona Merah Covid 19 saat PPKM Mikro, Ini Himbauan Pemkot Palembang
Barang-barang yang diimpor dari China ini umumnya merupakan barang modal seperti mesin-mesin mekanik dan peralatan listrik.
Menurut penggunaan barang, impor Sumsel pada Januari-Maret 2020 didominasi dengan barang modal 56,06 persen, barang konsumsi 1,59 persen dan bahan baku penolong 42,36 persen.
Sementara ekspor Sumsel ke China, yakni karet remah, batubara, bahan bakar mineral dan pulp dengan total 389,38 juta USD pada Januari-Maret 2021.
Walau ada penurunan drastis untuk ekspor pulp senilai 22,42 persen ke China, tapi share ekspor tetap tinggi ke negara ini.
Dengan demikian neraca perdagangan antara Sumsel dan China masih tetap surplus 225,26 juta USD.
Baca Juga: Jadwal Imsakiyah Kota Palembang Hari Ketujuh Ramadhan 1442 Hijiriah
“Sumsel kirim barang ke China, tapi juga mengimpor barang dari sana. Tapi jika dilihat, masih positif sejauh tetap surplus,” kata Endang.
Selain bermitra dengan China, Sumsel juga mengimpor produk dari Rusia, Singapura, Vietnam, Jepang, India, Yordania, Amerika Serikat, Jerman dan Finlandia.
Nilai ekspor Sumatera Selatan terus membaik terhitung sejak awal tahun 2021 setelah sempat dihamtam pengaruh COVID-19 mulai akhir Februari 2020.
Nilai ekspor Maret 2021 mencapai 360,59 juta dolar AS (USD) setelah pada Maret 2020 melorot menjadi 264,56 juta USD. Sementara pada Maret 2019 (sebelum COVID-19) mencapai 319,62 juta USD.
“Pergerakan hampir serupa juga terjadi pada Januari hingga Februari 2021. Ini artinya perekonomian mulai bergerak pulih,” kata Endang. (ANTARA)
Berita Terkait
Terpopuler
- Vanessa Nabila Bantah Jadi Simpanan Cagub Ahmad Luthfi, tapi Dipinjami Mobil Mewah, Warganet: Sebodoh Itu Kah Rakyat?
- Reaksi Tajam Lex Wu usai Ivan Sugianto Nangis Minta Maaf Gegara Paksa Siswa SMA Menggonggong
- Kini Rekening Ivan Sugianto Diblokir PPATK, Sahroni: Selain Kelakuan Buruk, Dia juga Cari Uang Diduga Ilegal
- TikToker Intan Srinita Minta Maaf Usai Sebut Roy Suryo Pemilik Fufufafa, Netizen: Tetap Proses Hukum!
- Adu Pendidikan Zeda Salim dan Irish Bella, Siap Gantikan Irish Jadi Istri Ammar Zoni?
Pilihan
-
Jelajah Gizi 2024: Telusur Pangan Lokal Hingga Ikan Lemuru Banyuwangi Setara Salmon Cegah Anemia dan Stunting
-
Pembunuhan Tokoh Adat di Paser: LBH Samarinda Sebut Pelanggaran HAM Serius
-
Kenapa Erick Thohir Tunjuk Bos Lion Air jadi Dirut Garuda Indonesia?
-
Sah! BYD Kini Jadi Mobil Listrik Paling Laku di Indonesia, Kalahkan Wuling
-
Penyerangan Brutal di Muara Komam: Dua Korban Dibacok, Satu Tewas di Tempat
Terkini
-
Rayakan HUT Emas ke - 50, Semen Baturaja Sinergi Membangun Keberlanjutan
-
Demi Harga Diri, Novi Dipenjara: Kisah Ibu 2 Anak Berjuang dari Tetangga Genit
-
Membanggakan, Maylafazza Alkayla Giffary Raih Putri Anak Indonesia Pariwisata 2024
-
Dari Kaki Bukit Barisan, Kolaborasi Energi Senyawa Panas Menerangi Sumatera
-
BRI Catatkan Portofolio Pembiayaan Berkelanjutan Senilai Rp764,8 Triliun