SuaraSumsel.id - Karet telah dikenal sebagai komoditas unggulan di Sumatera Selatan. Luasan perkebunan karet di Sumatera Selatan pun mencapai 1.305.699 hektar (Ha).
Beberapa kabupaten dikenal sebagai produsen karet di antaranya kabupaten Musi Banyuasin, dengan luasan mencapai 211.725 Ha pada tahun 2019.
Guna meningkatkan kualitas pada bahan baku industri aspal karet pada unit pengolahan dan pemasaran bokar di Musi Banyuasin dikenalkan produk teknologi latek pekat.
Teknologi yang dihasilkan merupakan kerjasama LPPM Universitas Sriwijaya dan Kemenristek Dikti.
Salah satu tim pelaksana, Maryadi menjelaskan kegiatan produk teknologi dikenalkan kepada petani guna meningkatkan kualitas karet di Sumatera Selatan.
“Teknologi ini didesiminasikan kepada petani guna meningkatkan kualitas karet. Harga karet yang diterima petani masih rendah, karena dipengaruhi harga karet di tingkat dunia. Apalagi Indonesia, juga hanya mengekspor karet dalam bentuk barang setengah jadi, atau SIR dengan berbagai varian,” terang ia, Rabu (22/12/2020).
Harga SIR di tingkat dunia saat ini sangat fluktuatif dan cenderung menurun terus karena persaingan perdagangan global,
“Seperti yang kita ketahui, bahwa harga barang jadi karet tidak pernah turun dan cenderung naik terus dari waktu ke waktu. Untuk itu kita memperkenalkan teknologi pembuatan lateks pekat yang sederhana dan terjangkau oleh petani karet. Saat ini lateks pekat sangat dibutuhkan pabrik aspal karet yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin,”terang ia.
Berdasarkan hasil kajian terhadap petani di lima UPPB, para petani memperlihatkan antusias petani yang lebih tinggi terhadap peluang memproduksi lateks pekat yang sudah dilatih oleh tim peneliti dengan peralatan dan teknologi yang sederhana.
Baca Juga: Kementan Gandeng Mahasiswa dan Kampus Pertanian di Seluruh Indonesia
“Teknologi yang sederhana, yang dapat dilakukan oleh petani baik sebagai perorangan maupun berkelompok bersama-sama manajemen UPPB. Saat ini, produksi karet petani di lima UPPB mitra, sekitar 50 ton/minggu.,” terangnya.
Dalam satu tahun terakhir harga karet sangat fluktuatif dari harga Rp 6.000 sampai harga Rp 11.000 per kilogram. Dalam tiga bulan terakhir harga karet stabil di kisaran harga Rp 10.000 per kilogram.
“Dari hasil analisis sederhana, petani memproduksi slab tebal, mereka memerlukan tenaga kerja per minggu untuk penyadapan selama 5 hari dari pukul 07.00 – 11.00 dan pengambilan karet yang sudah beku dari dalam mangkok dilakukan hanya satu kali pada hari ke 5, pengumpulan hasil karet ini memerlukan waktu lebih kurang sekitar 1 jam,” terangnya.
Jika memproduksi lateks pekat, petani harus mengambil getah karet setiap hari dan tidak lebih dari dari satu jam setelah penyadapan agar lateksnya tidak beku, sehingga memproduksi lateks pekat, dengan memerlukan tambahan waktu satu jam per hari selama 4 hari.
“Harga lateks pekat saat ini sekitar Rp 20.000 per kilogram dan diharapkan terus meningkat seiring berkembangnya industri pengolahan karet berbahan baku lateks pekat ke depannya. Jadi ada selisih harga sekitar Rp 10.000 per kilogram jika beralih dari memproduksi slab tebal atau bokar ke lateks pekat,” terang ia.
Dari hasil perhitungan diperlukan biaya tambahan untuk tenaga kerja dan bahan kimia sekitar 30% atau sebesar Rp 3.000 per kilogram jika petani memproduksi lateks pekat.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
Pilihan
-
Pertamax Tetap, Daftar Harga BBM yang Naik Mulai 1 Oktober
-
Lowongan Kerja PLN untuk Lulusan D3 hingga S2, Cek Cara Daftarnya
-
Here We Go! Jelang Lawan Timnas Indonesia: Arab Saudi Krisis, Irak Limbung
-
Berharap Pada Indra Sjafri: Modal Rekor 59% Kemenangan di Ajang Internasional
-
Penyumbang 30 Juta Ton Emisi Karbon, Bisakah Sepak Bola Jadi Penyelamat Bumi?
Terkini
-
Marshanda Pilih 'Miskin tapi Cakep', Nia Ramadhani Pilih 'Kaya tapi Jelek', Kamu Tim Mana?
-
Fitrianti Agustinda Gunakan Dana PMI Rp4 Miliar untuk Skincare, hingga Biaya Sekolah Anak
-
Fitrianti Agustinda: Jejak Karier, Ambisi, dan Kontroversi Mantan Wakil Wali Kota Palembang
-
Dari 1955 ke 2025: Digital Lounge CIMB Niaga Palembang dan Jejak 70 Tahun Transformasi Perbankan
-
Pakai HP Samsung? Cek! Kamu Mungkin Lewatkan 10 Fitur Ajaib Ini, No 7 Bikin Hidup Gampang