Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Selasa, 06 Oktober 2020 | 17:36 WIB
Demo buruh tolak omnibus law (Kolase foto/Suara.com)

SuaraSumsel.id - Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR RI masih mendapatkan penolakan dari para pekerja.

Hal ini dinilai wajar oleh ekonom Universitas Sriwijaya (Unsri), Yan Sulistio.

Pengamat Unsri ini mengatakan banyak pasal di undang-undang Cipta Kerja lebih berpihak kepada perusahaan.

“Undang-undang ini jauh dari keberpihakan kepada pekerja (buruh), sehingga sangat wajar jika pekerja menolak dan turun ke jalan,” ujarnya, Selasa (6/10/2020).

Baca Juga: Baru Empat Wilayah di Sumsel Ini Capai Target Tes PCR 1 Persen

Apalagi, penetapan UU tersebut dilakukan pada situasi pandemi virus corona atau covid 19. Di mana, masih banyak pekerja yang berdampak ekonomi akan kondisi saat ini.

Beberapa pasal krusial yang dihilangkan dari undang-undang sebelumnya, ialah bagaimana penetapan upah. 

Di Undang-Undang Cipta Kerja menghilangkan klausal upah berdasarkan kebutuhan pekerja dan tingkat inflasi di kabupaten atau kota.

“Dengan kausal itu, artinya pekerja yang berada di perkotaan akan mendapatkan upah yang hampir sama dengan di kabupaten. Secara hitungannya, pasal ini menyulitkan jika upah pekerja di perkotaan dan di kabupaten berbeda jauh,” ungkapnya.

Selain itu, kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sekaligus pesangon sangat tidak memihak pekerja.

Baca Juga: Hadirkan Hiburan Musik, Dua Hajatan Nikah di Sumsel Dibubarkan Polisi

“Nilai pesangon yang lebih rendah dibandingkan perhitungan pada undang-undang sebelumnya, semakin memberikan kesewenangan kepada perusahaan melakukan PHK kepada pekerjannya” terang ia.

Sehingga, undang-undang ini sangat terlihat ketidakadilannya bagi pekerja.

“Dengan kata lain, undang-undang ini sangat berpihak kepada perusahaan, pemilik modal, kapitalis,” tegas ia.

Pasal lainnya yang krusial ialah penghilangan sejumlah hak cuti dari pekerja. Sehingga para pekerja terus diperas tenaganya demi keuntungan perusahaan.

“Kesewenang-wenangan perusahaan semakin terjadi, like dan dislike pengusaha pada pekerja akan menjadi alasan pemutusan hubungan kerja,” tegas ia.

Meski nantinya, Yan mengutaraka jika undang-undang tersebut baru akan dilaksanakan pada tahun depan, dan pasal-pasal tersebut masih bisa diubah berdasarkan peraturan Presiden Joko Widodo.

“Saya malah melihatnya ini adalah kepentingan pemilik modal yang mendukung politik dari Joko Widodo,” tutup ia.

Load More