Scroll untuk membaca artikel
Farah Nabilla | Hadi Mulyono
Rabu, 18 November 2020 | 16:05 WIB
Dokter Tirta di ILC TV One. (Youtube/IndonesiaLawyersClub)

SuaraSumsel.id - Dokter Tirta melontarkan kritik pedas soal penegakan protokol kesehatan Covid-19 yang dinilainya tidak makasimal.

Ia menyebut, slogan 'patuhi protokol' sudah seperti kartu sakti yang  selalu digunakan agar acara yang melibatkan massa banyak bisa tetap berjalan.

Tirta membandingkan kasus kerumunan massa Imam Besar FPI Habib Rizieq dan kampanye anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wali kota Solo, Jawa Tengah.

Ia merasa aneh karena kasus kerumunan Habib Rizieq belakangan viral dan ramai diperbincangkan, sementara Gibran bernasib sebaliknya.

Baca Juga: Dinilai Ikut Berkaitan dengan Hajatan Rizieq, DPR: Coba Menag Gak Utus KUA

Padahal dari catatan dr. Tirta, Gibran juga terpantau melakukan aktivitas yang menimbulkan kerumunan saat berkampanye belum lama ini.

Anehnya lagi, kata dia, kerumunan di kediaman Habib Rizieq berbuntut dicopotnya sejumlah pejabat kepolisian dari jabatannya.

dr. Tirta soal protokol kesehatan. (YouTube/Indonesia Lawyers Club)

Termasuk Gubernur DKI Anies Baswedan diperiksa dan dimintai klarifikasinya oleh polisi.

Menurutnya, penegakkan protokol kesehatan hanya dianggap sekadar gimmick belaka karena penerapan di lapangan seolah jauh dari asa.

“Asal tertulis 'patuhi protokol', seperti kartu sakti. Sedangkan pelaksanaan di lapangan, kalau salah tinggal bilang minta maaf, karena semua tidak terkontrol. Kalau tidak terkontrol ngapain ditulis protokol?” kata dr. Tirta dalam acara Indonesia Lawyers Club, dikutip Rabu (18/11/2020).

Baca Juga: Lakukan Simulasi Vaksinasi Covid-19, Ini Harapan Menkes Terawan

Sebagaimana diketahui, imbuh dr.Tirta, kebijakan Satgas Covid-19 di Tanah Air memang berubah-ubah.

Mereka berdalih, hal ini karena kebijakan WHO-nya yang juga berubah-ubah alias dinamis.

Banyak masyarakat yang melanggar karena pemangku kepentingan seolah tak berdaya ketika yang melanggar protokol kesehatan adalah tokoh, punya massa, atau punya kedudukan penting di negeri ini.

“Kenapa pertanyaannya masyarakat terus melanggar. Kenapa rakyat enggak percaya? Ada jurnalnya dari teman saya, mereka merasa lima bulan di rumah tidak ada hasilnya, akhirnya ngapain saya patuh, akhirnya terjadi pembangkangan sipil,” sambung dr.Tirta.

Lebih dari itu, PSBB dipandang hanya gimmick semata, mulai jam malam Depok, Bandung, Bogor, Jakarta.

"Tapi ketika menemukan yang melanggar tokoh, yang punya massa, kekuasaan, enggak bisa ngapa-ngapain," ujarnya lagi.

Dalam kesempatan itu, dr.Tirta merasa apa yang dilakukannya selama ini sebagai relawan Covid-19 adalah murni kemanusiaan, tidak ada kaitannya dengan politik.

“Kalau mau tegas, ayo tegas semua. Jangan karena anak presiden buat di Solo tegur, Pak Habib Rizieq tegur, Surabaya tegur, di Bali tegur, ayo enggak apa-apa. Karena ini netral urusan kemanusiaan, kita singkirkan politiknya, pilkadanya,” katanya.

Load More