SuaraSumsel.id - Pemerintah dinilai seolah bunuh diri jika apa yang menjadi tuntutan masyarakat yang menolak Undang-Undang Omnibus Law atau Ciptakerja benar adanya.
Hal ini diungkap Ketua DPRD Kota Palembang, Sumatera Selatan, Zainal Abidin menyikapi gelombang unjuk rasa di kota Palembang, Sumatera Selatan.
Menurut dia, Pemerintah akan sangat menghadapi pertentangan jika apa yang menjadi tuntutan yang disampaikan oleh kalangan masyarakat, buruh atau aktivis menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja benar adanya.
Politisi Partai Demokrat di Palembang ini menganalogikan Pemerintah seolah bunuh diri jika apa yang menjadi 12 item permasalahan yang disampaikan masyarakat ternyata benar terdapat dalam undang-undang tersebut.
Baca Juga: Kisruh Pelabuhan Marunda, DPRD DKI Masih Bingung Siapa yang Salah
“Saya menilai Pemerintah juga keliru, jika apa yang disampaikan masyarakat benar ada di Undang-Undang tersebut. Tentu akan banyak mendapatkan penolakan karena akan menyesengsarakan rakyat,” ujar, Rabu (15/10/2020) usai menghadiri rapat kordinasi (Rakor) mengenai Undang-Undang Omnibus Law yang digelar secara virtual.
Ia menyatakan sampai dengan diselenggarakannya rakor tersebut, kalangan legislatif atau pemerintah daerah belum mendapatkan salinan draft undang-undang tersebut.
Hal ini juga yang mengakibatkan pihaknya sulit menjelaskan kepada masyarakat terutama pada mereka yang menggelar aksi demonstrasi atas penolakan undang-undang tersebut.
“Sepertinya undang-undang ini banyak mengalami perubahan. Katanya tadi enam kali perubahan,” sambung ia.
Karena itu, ia berharap agar pemerintah pusat juga cepat menyampaikan draf undang-undang tersebut kepada pemerintah dan legislatif daerah.
Baca Juga: KPK Tahan Eks Anggota DPRD Sumut Nurhasanah
“Bisa jadi terjadi kesalahan komunikasi. Apakah mereka yang aksi sudah juga membaca undang-undang, dan saat menyikapi tuntutan itu, kami pun belum mendapatkan salinan drafnya,” terang ia.
Namun, Zainal mengatakan saat rakor yang digelar virtual itu, sebanyak 12 item yang menjadi permasalahan atau tuntutan yang disampaikan pekerja (buruh) atau masyarakat tidak terdapat dalam undang-undang tersebut.
Misalnya masyarakat menyoalkan tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pesangon, upah kota/kabupaten, upah provinsi,
“Kekhawatirannya, jika apa yang disampaikan masyarakat ternyata salah pemhaman atau malah hoax, Nantinya malah dianggap sebagai provokator,” tutup ia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pemain Keturunan Berbandrol Rp208 M Kirim Kode Keras Ingin Bela Timnas Indonesia
- 7 Rekomendasi Mobil Jepang Bekas Tahun Muda Mulai Rp60 Jutaan, Cocok Dipakai Harian
- 5 Rekomendasi Mobil Sedan Bekas di Bawah Rp50 Juta, Performa Masih Tangguh
- 5 Rekomendasi Motor Cruiser Murah Terbaik Mirip Harley-Davidson, Harga Mulai Rp30 Jutaan
- 5 Rekomendasi Mobil SUV Bekas Harga Rp50 Jutaan: Bodi Terawat, Performa Oke
Pilihan
-
Setelah BMW, Kini Kaesang Muncul dari Balik Pintu Mobil Listrik Hyptec HT
-
8 Rekomendasi Printer Termurah dan Terbaik untuk Mahasiswa, Harga di Bawah Rp1 Juta
-
Pesawat Air India Boeing 787 Jatuh Setelah Lepas Landas di Ahmedabad, Bawa 242 Penumpang
-
Sebut Ada Kejanggalan, Rismon Sianipar Bakal Cek Lokasi KKN Jokowi di Boyolali
-
5 City Car Bekas Tangguh untuk Wanita, Bensin Irit dan Harga Mulai Rp 30 Juta!
Terkini
-
Revolusi Motor Irit! 5 Motor Turbo Paling Efisien Tahun 2025, Bikin Kantong Tersenyum
-
Minat Beli Emas di Palembang Melejit 5 Kali Lipat Usai Lebaran
-
Bukit Asam Tebar Dividen Rp3,83 Triliun, Penjualan Ekspor Batu Bara Melejit
-
The Rise of Kingdom of Berbari, Animasi Lokal Palembang yang Angkat Dulmuluk ke Layar Digital
-
7 Rekomendasi HP iPhone Harga Mulai Rp 3 Jutaan, Cocok untuk Konten Kreator