Raup Rp20 Triliun, PT Bukit Asam Kini Ubah Batu Bara Jadi Energi Surya dan Pupuk Pangan

Selama enam bulan pertama 2025, PTBA membukukan produksi batu bara 21,73 juta ton, meningkat 16 persen dari 18,76 juta ton pada periode sama tahun lalu.

Tasmalinda
Sabtu, 13 September 2025 | 13:40 WIB
Raup Rp20 Triliun, PT Bukit Asam Kini Ubah Batu Bara Jadi Energi Surya dan Pupuk Pangan
Kinerja perusahaan PT Bukit Asam Tbk
Baca 10 detik
  • Semester I 2025, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) meraih pendapatan Rp20,45 triliun dengan produksi batu bara 21,73 juta ton.
  • PTBA mulai serius masuk energi bersih. Melalui anak usaha BEI, perusahaan meresmikan PLTS berkapasitas 303,1 kWp di Cilegon,
  • Selain energi hijau, PTBA menggandeng UGM mengolah batu bara berkalori rendah menjadi kalium humat, pupuk hayati yang bisa meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas pertanian

SuaraSumsel.id - Di tengah isu global soal energi fosil yang kian terpojok, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) justru menunjukkan arah baru. Semester I 2025, perusahaan anggota holding BUMN MIND ID ini meraup pendapatan Rp20,45 triliun, naik 4 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Di balik pencapaian angka fantastis itu, PTBA juga mulai bertransformasi: mengolah batu bara menjadi sumber energi surya dan bahkan pupuk hayati untuk pangan nasional.

Selama enam bulan pertama 2025, PTBA membukukan produksi batu bara 21,73 juta ton, meningkat 16 persen dari 18,76 juta ton pada periode sama tahun lalu. Penjualan pun naik 8 persen menjadi 21,62 juta ton.

Komposisi pasar terbilang seimbang: 54 persen untuk kebutuhan domestik dan 46 persen diekspor. Meski permintaan dari Tiongkok menurun, PTBA mampu bertahan dengan memperluas pasar ke Bangladesh, India, Vietnam, Filipina, hingga Thailand.

Baca Juga:PTBA Buktikan Transformasi Hijau, Raih Katadata ESG Index Awards 2025

Secara laba, PTBA mencatat Rp833,05 miliar dengan EBITDA Rp2,20 triliun. Bagi investor, angka ini membuktikan bisnis batu bara masih menopang keuntungan perusahaan di tengah ketidakpastian global.

Namun, PTBA paham betul bahwa batu bara masih harus berhari depan. Pada 17 Juni 2025, melalui anak usaha PT Bukit Energi Investama (BEI), perusahaan meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Timah Industri berkapasitas 303,1 kWp di Cilegon.

Dengan tambahan ini, total kapasitas PLTS PTBA kini menembus 1 megawatt-peak (MWp). Angkanya memang kecil dibandingkan skala produksi batu bara, tapi secara strategis ini adalah langkah simbolis yang menandai keseriusan PTBA dalam mendukung target Net Zero Emission 2060.

PLTS ini juga menarik karena lahir dari kolaborasi antar BUMN: BEI sebagai investor, Krakatau Chandra Energy sebagai pengelola kawasan, dan PT Timah Industri sebagai pengguna energi. Sinergi ini diharapkan jadi model baru pembangunan ekosistem energi bersih di Indonesia.

Batu Bara Jadi Pupuk: Inovasi untuk Pangan Nasional

Baca Juga:Borong Penghargaan K3 Internasional, PTBA Tunjukkan Inovasi Lewat Agent SHE dan SIP

Transformasi PTBA tidak berhenti di energi hijau. Pada 21 Agustus 2025, PTBA bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) meresmikan alat produksi kalium humat, turunan batu bara berkalori rendah yang bisa diolah menjadi pembenah tanah dan pupuk hayati.

Produk ini bukan sekadar percobaan laboratorium. Kalium humat diyakini dapat meningkatkan kesuburan lahan, memperbaiki struktur tanah, sekaligus mendukung produktivitas pertanian. Dalam jangka panjang, inovasi ini bisa memperkuat agenda pemerintah menuju swasembada pangan nasional.

“Kalium humat adalah bukti persembahan kami bagi negeri untuk menghadirkan energi tanpa henti,” ujar Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA, Turino Yulianto.

Dengan langkah ini, PTBA mengubah citra batu bara: dari sumber energi kotor yang sering dikritik, menjadi bahan baku produk yang justru menyehatkan tanah dan membantu petani.

Transformasi Tiga Pilar PTBA

Jika dirangkum, strategi PTBA saat ini bertumpu pada tiga pilar yakni bisnis inti tetap solid yakni menjaga kinerja produksi dan penjualan batu bara dengan pasar yang makin beragam.

Selain itu, transisi energi hijau yang mengembangkan proyek PLTS dan energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan pada fosil.

Sementara itu, hilirisasi ke sektor pangan yakni menghadirkan inovasi kalium humat yang langsung mendukung ketahanan pangan.

Tiga pilar ini saling menopang, memperlihatkan bahwa transformasi perusahaan bukan sekadar jargon, melainkan roadmap yang konkret.

PTBA kini berada di antara bisnis batu bara masih menjadi mesin uang, tetapi tuntutan global mengarah pada energi bersih dan keberlanjutan. Dari tambang di Tanjung Enim hingga ladang pertanian yang memerlukan pupuk hayati, PTBA mencoba membuktikan bahwa batu bara bisa berubah wajah.

Pertanyaannya, mampukah PTBA menyeimbangkan kepentingan profit jangka pendek dengan investasi jangka panjang di sektor hijau? Publik akan menunggu jawabannya. Namun satu hal jelas: transformasi sudah dimulai, dan jejak PTBA kini tak lagi sebatas di tambang, tetapi juga di ladang dan panel surya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini