SuaraSumsel.id - Di tengah kehebohan viral mengenai klaim kesepakatan dagang Donald Trump, Sumatera Selatan (Sumsel) sebenarnya sedang merayakan pencapaian gemilang.
Pada kuartal pertama 2025, provinsi ini mencatatkan surplus perdagangan yang fantastis dengan Amerika Serikat, membuktikan bahwa produk-produk andalannya mampu menembus salah satu pasar paling kompetitif di dunia.
Namun, euforia ini kini dibayangi kekhawatiran.
Berdasarkan data terbaru BPS, ekspor Sumsel ke AS selama Januari-Maret 2025 menembus 93,24 juta dolar AS atau hampir Rp1,5 triliun.
Baca Juga:Viral Pria Palembang Dikeroyok dan Dilindas Motor Gegara Klakson, 5 Pelaku Ditangkap
Angka ini menempatkan AS sebagai salah satu mitra dagang utama Sumsel. Namun, kesepakatan yang digembar-gemborkan Trump mengusulkan tarif 19% untuk semua barang dari Indonesia.
Apakah ini akan menjadi ancaman bisa melumpuhkan mesin ekspor Sumsel?

Data perdagangan menunjukkan sinyal positif bagi perekonomian Sumatera Selatan di awal 2025. Nilai ekspor ke Amerika Serikat mencapai Rp1,5 triliun, jauh melampaui nilai impornya yang bahkan tak masuk lima besar negara asal impor.
Kondisi ini mencerminkan neraca perdagangan yang sangat sehat, di mana Sumsel lebih banyak menjual ketimbang membeli dari AS.
Komoditas unggulan seperti karet dan turunannya, kayu olahan, serta hasil pertanian terbukti menjadi primadona di pasar yang terkenal selektif seperti Amerika.
Baca Juga:Terekam CCTV, Detik-Detik Pria Palembang Pukul Jamaah Musholla Saat Subuh
Keberhasilan ini bukan hanya soal volume, tapi juga menunjukkan kualitas dan daya saing produk lokal di tingkat global.
Lebih menggembirakan lagi, ekspor Sumsel secara keseluruhan naik 14,40% dibandingkan tahun sebelumnya, menandakan denyut pertumbuhan ekonomi regional yang tetap kuat meski dihadapkan pada tantangan eksternal seperti kebijakan tarif dagang baru dari Amerika Serikat.
Kinerja cemerlang inilah yang kini berada di ujung tanduk. Prestasi yang dibangun oleh ribuan petani, pekerja pabrik, dan eksportir di Sumsel terancam oleh satu goresan pena kebijakan di Washington.
Bayangkan sebuah lembaran karet atau sebungkus kopi spesialti dari Sumsel yang tiba di pelabuhan AS. Secara tiba-tiba, harganya harus ditambah tarif 19%.
Apakah produk tersebut menjadi jauh lebih mahal dibandingkan produk dari negara lain misalnya Vietnam atau Thailand) yang mungkin memiliki perjanjian tarif lebih rendah.
Para importir di AS tentu akan beralih ke pemasok yang lebih murah. Benarkan pesanan ke Sumsel bisa anjlok drastis, mengancam kelangsungan hidup industri hilir perkebunan di provinsi ini.