SuaraSumsel.id - Fenomena sekolah negeri yang sepi peminat kembali menjadi sorotan, terutama di tengah hiruk-pikuk penerimaan siswa baru tahun ajaran 2025/2026.
Salah satu contoh nyatanya terjadi di SD Negeri 137 Palembang yang berlokasi sangat strategis, tepatnya di Jalan Kapten Cek Syeh No.32 B, 24 Ilir, Kecamatan Bukit Kecil, Kota Palembang.
Aneh bin ajaib, sekolah negeri yang berada di tengah kota dan sangat dekat dengan pusat pemerintahan, bahkan hanya berjarak ratusan meter dari Kantor Wali Kota Palembang, justru kekurangan siswa baru.
Saat sebagian sekolah dasar lain sibuk melayani daftar ulang dan proses seleksi, suasana di SD Negeri 137 justru kontras.
Baca Juga:Fakta Mengejutkan! Hanya 6 Persen TK di Sumsel yang Dikelola Pemerintah
Sepi.
Hanya ada dua guru yang bertugas di meja penerimaan.
Tidak terlihat antrean orang tua, tidak ada suara ramai anak-anak, bahkan aktivitas administratif pun nyaris tak terasa.
Gedung sekolah yang berdiri di atas lahan seluas hampir 2 hektar itu lebih menyerupai bangunan tua yang terlupakan.
Fasilitas sekolah pun jauh dari kata memadai.
Baca Juga:Sumsel United Mulai Bangun Kekuatan, Resmi Gaet Hapit Ibrahim sebagai Pemain Pertama
Warna cat dinding memudar, plafon bolong, lantai keramik sudah usang, dan kursi-kursi kayu bergaya lawas masih digunakan di ruang kelas.
Bahkan lapangan upacara penuh retakan, dan lemari piala yang dulu menjadi simbol prestasi kini tampak seperti pajangan tua yang diabaikan.
Menariknya, ruang kelas 4-6 yang masih berbahan kayu belum pernah direnovasi karena sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
Sayangnya, justru status cagar budaya ini membuat perawatan bangunan terkendala renovasi yang lebih layak.
Masalah lain muncul dari sistem pendaftaran online.
Banyak orang tua calon siswa yang ingin mendaftar mengalami kesulitan karena keterbatasan akses gadget atau internet.
Akhirnya, proses pendaftaran dilakukan manual, meskipun jumlahnya tetap tidak signifikan.
Hingga saat ini, baru sekitar 10 orang yang mendaftar, jauh dari target ideal satu kelas yang seharusnya diisi 18-20 siswa.
“Kalau lihat kondisinya, memang berat. Tahun lalu saja cuma 19 siswa yang mendaftar, itu pun bukan dari lingkungan sekitar. Tahun ini kami bahkan belum yakin bisa memenuhi satu kelas,” ujar Kepala Sekolah SD Negeri 137 Palembang, Emi Rosmita melansir sumselupdate.com-jaringan Suara.com.
Banyak faktor yang menyebabkan sekolah negeri ini ditinggalkan.
Persaingan dengan sekolah swasta yang fasilitasnya lebih baik, serta semakin sedikitnya jumlah anak usia sekolah di lingkungan sekitar, menjadi dua penyebab utama.
Apalagi, sebagian orang tua lebih memilih menyekolahkan anak mereka ke sekolah swasta dengan harapan mendapatkan fasilitas pendidikan yang lebih baik.
Kepala Dinas Pendidikan Palembang, Adrianus Amri, pun mengakui realita tersebut.
Ia mengatakan, salah satu solusi yang akan dilakukan adalah dengan melakukan evaluasi terhadap jumlah anak usia sekolah di sekitar SD Negeri 137 serta membuka pendaftaran manual agar sekolah yang belum memenuhi kuota tetap bisa menerima siswa baru.

Fenomena ini menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan di Palembang, khususnya pendidikan dasar negeri.
Di tengah persaingan ketat antar sekolah dan tuntutan fasilitas pendidikan yang semakin tinggi, sekolah negeri yang tidak mampu berbenah perlahan akan tertinggal.
Kondisi inilah yang kini mulai terlihat di SD Negeri 137 Palembang. Berada di jantung kota, dekat pusat pemerintahan, justru tak menjamin sekolah ini ramai peminat.
Minimnya fasilitas, kondisi bangunan yang memprihatinkan, hingga kalah bersaing dengan sekolah swasta membuat perlahan sekolah negeri kehilangan daya tariknya di mata masyarakat.
Jika kondisi seperti ini dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin SD Negeri 137 akan menjadi cerminan dari banyak sekolah negeri lain yang bernasib serupa—tertinggal, sepi peminat, dan perlahan hilang dari ingatan masyarakat.
Momentum Tahun Ajaran Baru seharusnya menjadi kesempatan untuk berbenah, memperbaiki kualitas, dan kembali menarik minat masyarakat agar sekolah negeri bisa kembali berjaya sebagai pilar pendidikan dasar yang berkualitas untuk semua kalangan.