SuaraSumsel.id - Sejarah panjang Nahdlatul Ulama (NU) di Sumatera Selatan kini diabadikan dalam sebuah karya monumental berjudul "Sejarah Nahdlatul Ulama Sumatera Selatan 1926–2025", hasil tulisan Ahmad Dailami bin KH. A. Malik Tadjuddin.
Buku ini dikupas secara mendalam dalam sebuah acara peresensi yang digelar di sMa’had Islamy I Ulu Palembang, Senin (2/6/2025), dan menghadirkan beragam tokoh akademisi serta aktivis NU.
Acara ini menjadi momentum penting bagi kalangan intelektual dan aktivis muda NU untuk kembali merenungi akar sejarah yang selama ini terpinggirkan dalam literatur arus utama.
Dalam pemaparannya, Kemas Ari Panji menilai buku ini memiliki kekuatan historis yang sangat mendalam karena menggunakan sumber-sumber primer yang sebelumnya sulit dijangkau.
Baca Juga:5 Jurus Jitu Koperasi Merah Putih Bikin Pengrajin Songket Sumsel Go Digital
“Buku ini tidak hanya sekadar mengulang narasi yang sudah ada, tetapi benar-benar membuka wawasan baru tentang peran NU di Sumsel dalam berbagai dinamika sosial, politik, dan keagamaan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa buku ini bisa menjadi rujukan penting dalam kajian sejarah Islam dan politik lokal di Indonesia.
Lebih lanjut, Kemas menekankan bahwa objektivitas dan kedalaman riset menjadi keunggulan utama buku ini. Penulis tidak hanya menyajikan fakta, namun mengaitkan peristiwa-peristiwa sejarah dengan dampaknya pada masyarakat dan konteks sosial-politik yang melingkupinya.
“Pendekatan lokal dalam buku ini sangat penting karena memberikan dimensi berbeda dalam memahami organisasi besar seperti NU yang selama ini lebih banyak dikaji dalam konteks Jawa,” tambahnya.
Dr Hj Choirun Niswah juga mengapresiasi pendekatan unik yang digunakan penulis dalam buku tersebut.
Baca Juga:PTBA Peringati Hari Lahir Pancasila: Mengukuhkan Nilai Kebangsaan dan Kontribusi untuk Negeri
“Buku ini sangat khas dan berani keluar dari dominasi narasi Jawa-sentris. Dengan pendekatan kronologis dan tematik, penulis berhasil merangkum sejarah NU dari masa Jepang, era kemerdekaan, hingga dinamika politik elektoral modern,” katanya.
Ia menilai dokumentasi sejarah pemilu, posisi politik NU, dan kontribusi ulama lokal yang ditampilkan dalam buku ini merupakan khazanah berharga yang selama ini terabaikan.

Buku ini juga membahas keterlibatan NU dalam pemilu sejak 1955, lengkap dengan analisis dampaknya terhadap politik lokal di Sumatera Selatan.
Ini menjadi nilai lebih yang membuat buku ini tidak hanya penting secara historis, tetapi juga relevan untuk kajian ilmu politik dan hubungan agama-negara.
Sementara itu, Muhammad Setiawan SH MH menyoroti aspek personal penulis yang tak bisa dilepaskan dari kredibilitas karyanya.
“Kanda Dailami adalah putra dari Alm KH. A. Malik Tadjuddin, seorang tokoh sentral NU di Palembang. Beliau sudah hidup bersama NU sejak usia 20-an, jadi ketika menulis buku ini, ia sebenarnya sedang mewariskan sejarah keluarganya yang juga sejarah NU Sumsel,” katanya.
Ia mengakui bahwa meskipun buku ini masih memiliki kekurangan di beberapa bagian, namun nilai kontribusinya terhadap pelestarian sejarah lokal tidak bisa diabaikan.
“Buku ini adalah warisan penting, tidak hanya bagi NU, tetapi juga untuk masyarakat Sumsel dan akademisi yang ingin menggali sejarah Islam di luar Jawa,” tegasnya.
Sebagai catatan, buku Sejarah Nahdlatul Ulama Sumatera Selatan 1926–2025 ini juga direkomendasikan untuk dicetak penuh warna pada bagian dokumentasi visual agar dapat menjadi referensi akademik yang lebih komprehensif.
Beberapa dokumen yang bernilai arsip juga disarankan untuk dicetak utuh satu halaman agar tak kehilangan detail penting.
Secara keseluruhan, buku ini tak hanya menjadi dokumen sejarah, tetapi juga simbol penting perlawanan narasi lokal terhadap dominasi sejarah nasional yang seringkali mengabaikan daerah.
Buku ini hadir sebagai saksi bisu perjalanan NU di Sumsel—dari masa penjajahan, revolusi, hingga era demokrasi digital—yang semuanya tak lepas dari peran tokoh-tokoh besar NU di Palembang dan sekitarnya.
Turut hadir dalam diskusi ini antara lain sejarawan UIN Raden Fatah Palembang Dr (Cand) Kemas Ari Panji MSi, Dosen Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang Dr Hj Choirun Niswah MAg, dan tokoh muda NU Sumsel sekaligus Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Fatah Palembang, Muhammad Setiawan SH MH. Penulis buku, Ahmad Dailami, juga hadir langsung dalam acara tersebut bersama puluhan mahasiswa.
Turut hadir dalam diskusi ini antara lain sejarawan UIN Raden Fatah Palembang Dr (Cand) Kemas Ari Panji MSi, Dosen Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang Dr Hj Choirun Niswah MAg, dan tokoh muda NU Sumsel sekaligus Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Fatah Palembang, Muhammad Setiawan SH MH. Penulis buku, Ahmad Dailami, juga hadir langsung dalam acara tersebut bersama puluhan mahasiswa.