SuaraSumsel.id - Pada musim 2024/2025, masalah finansial yang menerpa Sriwijaya FC (SFC) menambah deretan klub sepakbola Indonesia yang tengah mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran gaji pemain.
Tunggakan gaji yang sempat menjadi isu besar di klub berjuluk Elang Andalas ini akhirnya mendapat penjelasan resmi dari manajemen.
Direktur Olahraga PT Sriwijaya Optimis Mandiri (PTSOM), Anggoro Prajesta, meminta maaf atas keterlambatan pembayaran gaji yang terjadi dan memastikan klub berkomitmen untuk menyelesaikannya secepat mungkin.
Anggoro Prajesta, yang akrab disapa Goro, dengan penuh keterbukaan menyampaikan permohonan maaf kepada para pemain Sriwijaya FC atas keterlambatan pembayaran gaji yang mereka alami selama musim 2024/2025.
Baca Juga:Sriwijaya FC Bangkit, Semangat SFC Reborn Menatap Liga 2 2025/2026
Dalam pernyataannya pada Rabu, 7 Mei 2025, ia tak hanya meminta maaf, tetapi juga menyampaikan apresiasi mendalam atas perjuangan dan dedikasi para pemain yang tetap tampil maksimal di tengah kondisi finansial klub yang tidak ideal.
“Kami minta maaf sebesar-besarnya dan mengapresiasi segala jerih payah yang sudah dilakukan pemain kepada klub selama ini. Kami juga berterima kasih terhadap kesabarannya,” ujar Goro.
Ia mengakui bahwa seharusnya masalah gaji ini bisa diselesaikan pada bulan April lalu sesuai dengan rencana, namun adanya kendala teknis dalam pencairan dana dari pihak investor membuat proses tersebut tertunda.
Menurut Goro, investor yang telah berkomitmen untuk mendukung operasional klub ternyata belum dapat merealisasikan pencairan dana sesuai jadwal, sehingga berdampak langsung pada pemenuhan hak-hak pemain.
“Situasi ini terjadi karena dana dari investor yang seharusnya dapat dicairkan mengalami kemunduran. Kami sedang berusaha keras agar dana ini segera cair, sehingga hak-hak pemain bisa segera dipenuhi,” jelasnya.
Baca Juga:Turnamen EPA U-20 Sriwijaya FC Hanya Terima 20 Tim, Ini Alasannya
Meski tengah menghadapi tekanan, Goro menegaskan bahwa manajemen tetap berkomitmen penuh untuk menyelesaikan seluruh kewajiban finansial kepada pemain secara bertahap, dan terus menjalin komunikasi terbuka agar tidak ada kesalahpahaman antara pemain dan klub.
Meski demikian, Goro menegaskan bahwa manajemen SFC berkomitmen untuk segera menyelesaikan masalah ini dan memastikan tidak ada hambatan lebih lanjut dalam pemenuhan hak pemain.
"Manajemen SFC akan terus berupaya untuk menyelesaikan kewajiban ini secepat mungkin, dan kami sangat menghargai pengertian yang diberikan selama ini," tambahnya.
Masalah yang dialami oleh SFC tidak terisolasi. Klub-klub sepakbola Indonesia lainnya, baik di Liga 1 maupun Liga 2, juga tengah menghadapi kesulitan finansial yang serupa.
Di Liga 2, setidaknya ada 13 klub yang belum menyelesaikan kewajiban pembayaran gaji kepada pemain. Ini berarti hampir 50 persen peserta Liga 2 mengalami masalah serupa.
Klub-klub yang mengalami keterlambatan gaji ini antara lain SFC, PSKC Cimahi, Persikas Subang, Persikota Tangerang, Persikabo 1973, Nusantara United, Persiku Kudus, Gresik United, Persewar Waropen, PSCS Cilacap, Persiraja Banda Aceh, Persipal Palu, dan Persipa Pati.
Sementara itu, di Liga 1, enam klub juga mengalami masalah serupa, dengan beberapa pemain yang belum menerima haknya sejak 2019.
Keenam klub tersebut antara lain PSM Makassar, Madura United, PSIS Semarang, Arema FC, Semen Padang, dan Persis Solo.
Anggoro Prajesta menilai bahwa situasi ini mencerminkan kondisi industri sepakbola Indonesia yang masih jauh dari ideal.

Menurutnya, hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pihak yang terlibat dalam industri sepakbola tanah air, termasuk klub, manajemen, suporter, serta pengelola kompetisi seperti PSSI dan LIB.
"Ini menjadi PR bagi seluruh stakeholder sepakbola Indonesia, termasuk klub-klub, manajemen, suporter, PSSI, dan operator liga. Semua pihak harus bersama-sama bekerja keras untuk memperbaiki kondisi ini," tegas Goro.
Dia juga berharap adanya pembenahan di sisi regulasi dan kompetisi untuk menciptakan iklim sepakbola yang lebih sehat dan berkelanjutan.
"Kami menyambut baik jika ada rencana dari PSSI untuk kembali membuka kran APBD untuk pembinaan usia muda. Hal itu sangat penting, karena kita tidak bisa menggantungkan seluruhnya pada industri sepakbola yang saat ini belum berjalan dengan optimal," harap Anggoro.