Di Semende, Sumatera Selatan, ancaman tersebut kini menjadi kenyataan.
Berdasarkan data resmi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tahun 2024, sedikitnya 10 varietas padi khas Semende—seperti Bengkok Buku, Ulu Danau, hingga Selebur Tinggi—telah terancam punah dan nyaris tak lagi ditanam oleh masyarakat.
Saat ini, hanya dua jenis yang masih bertahan dan aktif dibudidayakan, yakni Jambat Teras dan Selebur Rimbe, yang rencananya akan didaftarkan secara resmi ke Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PVTPP) sebagai bentuk perlindungan legal.
Namun, di balik krisis ini, harapan justru muncul dari dalam sistem adat itu sendiri.
Baca Juga:Panduan SPMB SMP Palembang 2025: Jadwal dan Jalur Masuk, Orang Tua Wajib Tahu
Tokoh adat Hasan Zein menegaskan bahwa sosok perempuan Tunggu Tubang memegang peran kunci dalam menjaga kelestarian varietas lokal tersebut.
Mereka bukan hanya pemilik sah warisan sawah, tapi juga penjaga nilai-nilai agrikultur turun-temurun. Hal ini diamini oleh Ahmad Karmansyah, yang tengah menyusun buku mengenai Tunggu Tubang.
Ia percaya, sistem adat Semende menyimpan kekuatan besar dalam upaya pelestarian padi lokal.
“Kita tak bisa hanya bergantung pada teknologi. Perlu sinergi antara sains modern dan kearifan lokal untuk menyelamatkan padi-padi ini,” ujarnya.
Jika langkah ini konsisten dilakukan, bukan tidak mungkin Semende akan menjadi contoh nasional dalam menjaga ketahanan pangan berbasis budaya.
Baca Juga:Top 5 Daerah Tersembunyi di Sumatera Selatan yang Wajib Kamu Kunjungi