Jika Kartini menyampaikan gagasan-gagasannya lewat surat kepada sahabat-sahabatnya di Belanda—seperti Stella Zeehandelaar—pada abad ke-19, maka Ratu Sinuhun telah menuangkan pemikirannya dalam bentuk kitab hukum pada abad ke-17.
Dalam Undang-Undang Simbur Cahaya, terdapat pasal-pasal yang melindungi hak-hak perempuan, seperti:
- Hak memilih calon suami.
- Perlindungan dari kekerasan fisik, pelecehan seksual, dan ucapan yang tidak senonoh.
- Hak untuk melapor ke pemerintahan marga atas tindakan kekerasan atau pelecehan.
Pemerintahan marga melalui perangkat seperti pasirah, kerio, atau penggawo, diberi wewenang untuk memberikan sanksi berupa denda maupun kurungan terhadap pelaku.
Pemikiran-pemikiran progresif Ratu Sinuhun yang dituangkan dalam Undang-Undang Simbur Cahaya seharusnya menjadi dasar bagi Pemerintah Kota Palembang dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk memberikan penghargaan atas jasa-jasanya.
Baca Juga:Keren! SSB Palembang Soccer Skills Sabet Trofi Perdana Usai Lebaran
Sudah sepatutnya Pemerintah Kota Palembang dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memberi ruang bagi pengakuan terhadap jasa Ratu Sinuhun.
Lebih dari sekadar nama jalan atau tugu, pengusulan sebagai Pahlawan Daerah, bahkan Pahlawan Nasional, adalah bentuk keadilan sejarah yang layak diperjuangkan.
Karena perempuan seperti Ratu Sinuhun bukan hanya bagian dari masa lalu Palembang—ia adalah cahaya yang menerangi jalan panjang emansipasi perempuan Indonesia, jauh sebelum Hari Kartini dirayakan.