Mobil tersebut kini telah diamankan KPK sebagai barang bukti.
Selain itu, KPK mengungkap bahwa tiga anggota DPRD OKU, yaitu FJ, MFR, dan UH tersangka terlibat dalam pengaturan proyek dengan meminta jatah pokok pikiran (pokir) dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) OKU 2025.
Awalnya, jatah pokir ini dialihkan ke proyek-proyek fisik yang dikelola oleh Dinas PUPR OKU dengan nilai total mencapai Rp40 miliar.
Namun, karena keterbatasan anggaran, jumlah itu kemudian dikurangi menjadi Rp35 miliar. Meski begitu, fee proyek tetap disepakati sebesar 20 persen atau sekitar Rp7 miliar.
Baca Juga:Komitmen Bank Sumsel Babel Bersinergi dengan Pemerintah untuk Bangka Belitung Sejahtera
Dugaan suap ini semakin jelas ketika anggaran Dinas PUPR OKU mengalami kenaikan signifikan, dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar.
KPK menduga bahwa lonjakan ini bukan hanya faktor kebutuhan pembangunan, melainkan adanya kompromi politik terkait jatah proyek bagi anggota DPRD.
Hingga saat ini, KPK masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap pihak-pihak yang ditangkap.
Publik pun menantikan perkembangan lebih lanjut terkait kasus yang mengguncang pemerintahan Kabupaten OKU ini.
KPK terus mengembangkan kasus dugaan suap dan bancakan anggaran proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
Baca Juga:Gebyar Laksan Diluncurkan, OJK Sumsel Dorong Ekonomi Syariah hingga ke Desa
Operasi tangkap tangan ini juga berpotensi berdampak pada kelangsungan proyek-proyek pembangunan di OKU.
Pasalnya, dengan penahanan kepala dinas dan beberapa pihak yang terlibat, pengelolaan anggaran dan proyek infrastruktur bisa mengalami hambatan.