SuaraSumsel.id - Lahan tebu di perusahaan plat merah, milik BUMN di Ogan Ilir Sumatera Selatan (Sumsel) disegel oleh pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK).
Pemberian segel ini karena lahan tebu tersebut kerap terbakar di musim kemarau ini.
"Kebakaran lahan perkebunan tebu ini telah menjadi perhatian KLHK, Tim Center Intelligence Gakkum KLHK berdasarkan satelit melihat adanya hotspot di lokasi perusahaan tersebut pada bulan September-Oktober 2023," kata Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi, Ardy Nugroho
Lokasi yang terbakar ini telah menjadi target pengawasan dan diperkuat dengan laporan dari Tim BNPB dan tim BPBD Sumsel, kemudian menugaskan tim pengawas untuk memeriksa langsung ke lapangan.
Baca Juga:Menhub Tata Ulang 3 Rute Feeder LRT Sumsel di Palembang, Karena Merugi?
Luas area yang terbakar berdasarkan citra satelit adalah 512,7 hektare.
Sampai dengan 12 Oktober 2023, terdapat 39 lokasi terbakar yang disegel pada tahun 2023, yang terdiri dari lima perusahaan PMA yaitu satu perusahaan Malaysia, tiga perusahaan Singapura, satu perusahaan China, 22 perusahaan dalam negeri, dua Badan Usaha Milik Negara.
Sementara 10 lahan yang sedang didalami kepemilikan lahannya.
Direktur Jenderal Gakkum LHK Rasio Ridho Sani mengungkapkan tim juga melakukan pengawasan ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan guna melakukan penindakan.
"Selama ini Tim Center Intelligence Gakkum terus melakukan pemantauan data hotspot (titik panas) dan mengirimkan surat peringatan kepada penanggung jawab lokasi yang terindikasi adanya hotspot dengan tingkat kepercayaan > 80%. ," demikian pers rilisnya.
Baca Juga:BI: 3 Hal Ini Penting Memperkuat Ekosistem Ekonomi Syariah Digital di Sumsel
Sebanyak 220 surat peringatan dikirim ke penanggung jawab lokasi terbakar untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Pada bulan September-Oktober 2023 terjadi peningkatan jumlah surat peringatan.
"Kami mengingatkan penanggung jawab lokasi terbakar untuk memperhatikan surat peringatan ini, kami akan mengambil langkah hukum tegas,” ujar Rasio Sani.
Data pemegang hak atau pemilik lahan diperlukan agar dapat segera dilakukan langkah peringatan.
Ia mengingatkan kembali kepada penanggung jawab usaha/kegiatan untuk terus melakukan upaya peningkatan kapasitas dalam pencegahan dan penanggulangan karhutla, termasuk penyiapan sarpras dan sumber daya yang diperlukan.
Apabila terbakar dan tidak segera ditangani, dapat dikenakan sanksi administratif, yaitu pencabutan izin, atau gugatan ganti kerugian lingkungan secara perdata, dan penegakan hukum pidana dengan hukuman maksimal penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar..
Melansir Suara.com, untuk badan hukum dapat dikenakan pidana tambahan perampasan keuntungan. Hukuman maksimal harus ditegakkan agar ada efek jera dan tidak berulang sehingga tidak membuat masyarakat terus menderita.