SuaraSumsel.id - Ambas kopi menjadi produk 'buangan' yang cenderung kurang dimanfaatkan. Keberadaannya berujung menjadi sampah. Padahal, ampas kopi memiliki banyak manfaat jika diolah, salah satunya produk sabun ampas kopi.
Ampas kopi bermanfaat memelihara kesehatan kulit dan kecantikan. Hal ini terungkap dalam kegiatan di “Kelas Offline Bikin Sabun Sendiri (KOBISASI)” di Kedai Kopi Rumah Sintas Jalan Jambu Palembang, Sabtu (7/1/2023) kemarin.
Puluhan peserta terlihat antusias mengikuti kegiatan pelatihan pembuatan sabun dan body-scrub yang diselenggarakan Tanisani Projekt bekerjasama dengan Kulaku. Dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat dan cara yang sederhana dipraktekkan cara membuat sabun dan body-scrub berbahan minyak kelapa dan ampas kopi.
Kegiatan ini diikuti berbagai kelompok usia. Maydia Aqila Edrian, umur 15 tahun jadi peserta termuda. Menurut gadis yang akrab yang akrab disapa Mae ini mengaku senang ikut Kobisasi ini.
Baca Juga:Akhir Pekan: Sumsel Berawan di Sejumlah Wilayah Ini
“Seru! Kalo ada pelatihan-pelatihan seperti ini aku mau ikut lagi. Kakak-kakak pendampingnya juga sangat membantu,” akunya.
Kartini, salah satu peserta juga merasa senang. Menurut ia, selain menambah wawasan, ilmu, kegiatan juga menambah pertemanan baru.
"Bikin saya sadar bahwa umur bukan halangan bagi saya untuk belajar sesuatu yang baru.”
Peserta lainnya, Anita Sriwijaya juga mengaku sangat senang ikut pelatihan ini. “Suasananya santuy, tapi ada ilmunya. Kebetulan ada penampilan band-band indie Palembang yang sedang nge-hits banget.”
Gelaran Kobisasi kali ini memang diramaikan oleh penampilan band indie kenamaan Sumsel. Selain Langgam, di sela-sela kegiatan Jimi vokalis Hutan Tropis menyanyikan lagu 'Pasar Cinde'.
Baca Juga:Kepergok Mandi di WC SPBU, Tiga Anak Gadis di OKU Sumsel Disekap
Di mata akademisi dari Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Thirtawati, kegiatan ini perlu sering dilakukan Kegiatan ini menambah pengetahuan dan ketrampilan yang didapatkan tentang pemanfaatan bahan alami, hidup yang lebih sehat, lingkungan yang lebih terjaga dan peluang ekonomi bagi pesertanya.
“Ini bisa jadi bentuk kewirausahaan yang bisa dilakukan pada skala rumahan dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal. Sebagai saran mungkin akan baik juga kalau juga kalau ada materi perhitungan analisa usaha,” Kata Thirta.
Inisiatif Kaum Muda
Reka Agni Maharani, pendiri Tanisani Projekt mengungkapkan kegiatan ini bukan sekadar agar peserta memahami pemanfaatan limbah kopi dan bahan-bahan alami lain, tetapi memiliki keterampilan mengolahnya menjadi sabun atau body-scrub.
"Dengan semangat zero-waste, kita tetap bisa memiliki kulit sehat dan tampil cantik dengan produk buatan sendiri di rumah," ujarnya.
“Bukan tidak mungkin semangat zero-waste ini malah mendorong semakin banyak inovasi baru terkait pemanfaatan bahan-bahan yang semula hanya dianggap sampah. Termasuk ampas kopi yang selain di rumah-rumah juga banyak dihasilkan kedai-kedai kopi,” sambung artisan sabun dari Prabumulih yang fokus pada pemanfaatan bahan-bahan alami lokal dalam pembuatan sabun.
Salah satu bahan lokal yang banyak digunakan adalah minyak kelapa yang diproduksi oleh Kulaku. Sebuah perusahaan yang digerakkan anak-anak muda Sumatera Selatan yang fokus dalam produksi dan distribusi produk olahan kelapa dan turunannya.
“Kulaku sangat senang bekerjasama dalam kegiatan ini. Selama ini kita banyak bekerjasama di sektor hulu, terutama dengan ratusan petani kelapa di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Nah, sekarang mulai banyak membangun kolaborasi di sektor hilir seperti dengan Tanisani Projekt ini,” Kata Mustopa Patapa, CEO Kulaku.
Praktik, Sains, dan Gerakan Ekologis
Apa yang dirintis Tanisani dan Kulaku mendapat respon positif dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan dan Institut Agroekologi Indonesia (INAgri).
“Ini merupakan pendekatan kreatif dalam membangun kesadaran ekologis yang wajib didukung oleh Walhi,” Kata Yuliusman S.H, Direktur eksekutif Walhi Sumsel diwawancarai pada kesempatan terpisah.
Ia juga mengaku bahwa rintisan semacam ini diperlukan, apalagi Tanisani dan Kulaku mempertemukan kesadaran ekologis dari hulu ke hilir, dari petani di perdesaan hingga ke konsumen di kawasan urban.
Syamsul Asinar Radjam, penggiat agroekologi menambahkan INAgri sangat mendukung inisiatif-inisiatif maupun praktik ekologis semacam ini. Inisiatif semacam ini bukan sekadar mengurangi potensi ampas kopi menjadi sampah dan mengubahnya menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kesehatan maupun potensi ekonomi namun lebih kepada sains dan gerakan bersama.
“Pertama, selama ini sains seolah berada jauh dari jangkauan masyarakat umum. Contohnya, sains terkait pembuatan sabun yang didominasi pelaku industri sehingga masyarakat mesti membelinya dan bukan membuat sendiri. Kedua, pemanfaatan bahan-bahan alami yang dikira sudah tidak berguna, bisa menjadi gerakan yang baik bagi pemulihan kualitas lingkungan hidup saat ini,” terangnya.
“Kita perlu bersama-sama berusaha menjawab kebutuhan bahkan masalah sehari-hari dengan pengetahuan sehari-hari yang bisa saja pengetahuan itu sederhana. Tidak pakai rumit,” sambung Syamsul.
Bagi Kulaku dan Tanisani Projekt, berangkat dari kegiatan ini mereka telah memiliki rencana berkolaborasi dalam mengembangkan produk-produk ramah lingkungan dari kebun petani di tingkat hulu hingga ke hilirisasi produk, baik dalam bentuk pelatihan, workshop, bahkan kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang dapat menciptakan ekonomi sirkular di masyarakat.