Dalam laporan tersebut menyebutkan Mularis dan Hendra Saputra diduga telah melakukan tindak pidana perkebunan ilegal di atas lahan perkebunan milik PT LPI seluas 4.384 hektare di Desa Campang Tiga Ilir.
Dalam laporan itu bahkan menyebutkan, bapak dan anak tersebut juga disangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang atas hasil pengolahan perkebunan sawit di atas lahan PT LPI milik pengusaha besar nasional berinisial AS itu hingga mengalami kerugian.
Adapun bukti yang menyangkal sangkaan tersebut itu di antaranya PT Campang Tiga merupakan pemegang sah izin lokasi usaha perkebunan kelapa sawit seluas 12 ribu hektare di Desa Campang Tiga Ilir berdasarkan surat keputusan Bupati Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur tersebut tanggal 21 Juli 2004 dan 6 Desember 2007.
Selain itu, PT. Campang Tiga telah mendapatkan sertifikat hak guna usaha (HGU) dari Kantor Pertanahan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.
Baca Juga:Bendera Merah Putih Raksasa Berkibar di BKB Palembang, Dijahit 1.529 Pelajar Selama 5 Hari 5 Malam
Ia pun menyatakan lahan seluas 4.384 hektare yang diklaim PT LPI telah diserobot PT Campang Tiga dalam kasus ini, padahal sudah dikuasai lebih dulu oleh orang tua Mularis sejak tahun 1990 dengan dasar kepemilikan yang legalitasnya resmi dan dapat dipertanggung jawabkan.
Kemudian atas dasar itulah, kata dia, PT. Campang Tiga mulai menanam pohon kelapa sawit di lahan itu pada tahun 1997 hingga mampu memproduksi hasil turunannya berupa TBS dan CPO sawit.
“Semua sangkaan tersebut menjadi bias, karena jelas ini kasus perdata terkait sengketa tanah, bukan perkara pidana. Pertama kepemilikan PT LPI atas lahan seluas 4.384 Ha itu masih perlu dibuktikan, dibeli dari siapa dipergunakan untuk apa lahan itu. Lalu bagaimana bisa dikenakan pencucian uang yang mana pokok permasalahannya (sengketa tanah) itu belum dapat dibuktikan,” terang dia.
Di tahun 2006 dan tahun 2010 PT Campang Tiga telah melaporkan PT Laju Perdana Indah (LPI) terkait dugaan perbuatan pemalsuan surat tentang penerbitan sertifikat HGU nomor 3 tahun 2002, namun sampai saai ini belum naik ke tingkat Pengadilan.
“Jadi perlu diketahui semua izin yang kami miliki itu sampai saat ini belum pernah dinyatakan palsu atau tidak sah sehingga perbuatan hukum yang disangkakan polisi kepada klien kami hingga mereka ditahan itu patut diduga sebagai upaya kriminalisasi atau Cruetly By Order,” kata dia.
Baca Juga:Peringati HUT RI Hari Ini, Sumsel Berpotensi Hujan di Sore Hingga Malam Hari
Melansir ANTARA, Alex menyebutkan, semua bukti yang mereka miliki sudah dijabarkan dalam surat permohonan perlindungan hukum kepada Presiden RI Joko Widodo pada 5 Agustus 2022 dengan harapan dapat mengawal perjalanan kasus ini sehingga menjadi lebih berkeadilan kepada mereka, khususnya nasib para karyawan warga dari tiga desa di kecamatan Cempaka, Ogan Komering Ulu Timur.