Harga Sawit di Sumsel Kian Anjlok, Capai Titik Terendah Rp800 Per Kilogram

"Akibatnys ekspor kita masih tersendat yg mengakibatkan tangki CPO di pabrik cenderung tidak tersalur," ujarnya.

Tasmalinda
Minggu, 26 Juni 2022 | 19:25 WIB
Harga Sawit di Sumsel Kian Anjlok, Capai Titik Terendah Rp800 Per Kilogram
Ilustrasi panen sawit. Harga sawit di Sumsel kian anjlok, terendah sepanjang tahun ini. [Suara.com/Alfat Handri]

SuaraSumsel.id - Harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit di Sumatera Selatan atau Sumsel kian anjlok. Harga pada saat ini dirasa petani menjadi harga terendah sepanjang penjualan sepanjang tahun ini.

Di Kabupaten Empat Lawang, harga TBS menyentuh titik rendah, ada di angka Rp800 per kilogram. Bahkan petani memilih tidak memanen buah sawit, akibat harga yang kian rendah tersebut.

“Solusinya tahan dulu karena harga sawit di Empat Lawang ini anjlok sampai Rp800 per kilogramnya,” kata Hasan seorang pemilik kebun sawit melansir Sumselupdate.co-jaringan Suara.com.

Tidak hanya sampai disitu menurutnya kesulitan sebagai petani sawit semakin terasa saatbini sebab harga pupuk dan pestisida juga masih sangat tinggi.

Baca Juga:Prakiraan Cuaca 26 Juni 2022, BMKG: Akhir Pekan, Sumsel Hujan Sedang

“Itu juga faktor yang membuat kami berat untuk memanen sawit,” keluhnya.

Andri, pemilik kebun sawit lainnya mengaku dirinya merasa sulit dengan harga sawit yang anjlok hingga Rp800 per kilogram.

“Kemarin sempat turun ke Rp900 sekarang turun lagi 800 anjlok terus harga pupuk juga melambung,” ujarnya.

“Harga pestisida melambung, racun rumput melambung, bisa dibilang semua bahan untuk operasional kita melambung,” tutupnya.

Sementara itu, Analisis PSP Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Apriadi mengungkapkan harga sawit di tingkat petani masih anjlok karena ekspor CPO dan turunannya belum normal.

Baca Juga:Dinyatakan Sehat, 450 Calon Jemaah Haji Sumsel Berangkat Subuh Besok

Hal ini disebabkan harga CPO global juga mengalami tekanan dengan mulai membanjirinya minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari.

"Kedua minyak tersebut merupakan minyak alternatif pengganti CPO," ujarnya kepada Suara.com.

"Akibatnys ekspor kita masih tersendat yg mengakibatkan tangki CPO di pabrik cenderung tidak tersalur," sambungnya.

Padahal sebelumnya CPO merupakan salah satu komoditas penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia. Pemerintah telah mengambil langkah langkah dengan cara mempercepat proses distribusi minyak goreng curah ke masyarakat.

"Harapannya kalau penyaluran minyak goreng lancar, tanki CPO pun akan berkurang dan PKS bisa beli TBS petani lagi. Namun hal ini belum cukup untuk mendongkrak harga TBS di tingkat petani," sambung ia.

Ia pun menyarankan agar pungutan ekspor (PE), bea keluar (BK), flush out (FO) ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) diturunkan untuk sementara waktu. Dengan demikian harga TBS ikut terkerek berlahan-lahan.

"Pemerintah bisa tenang. rakyat puas, hal ini bisa diberlakukan sampai harga CPO normal kembali," sambung Rudi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini