SuaraSumsel.id - Kasus donasi Akidi Tio Rp 2 Triliun, memang menguras perhatian publik. Belakangan, Kapolda Irjen Pol Eko Indra Heri pun menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Indonesia atas kegaduhan yang terjadi atas donasi Akidi Tio tersebut.
Penggiat media sosial, Denny Siregar pun mengungkapkan jika donasi ini heboh karena abainya proses kroscek yang dilakukan para penerima atau penghubung atas donasi tersebut, termasuk euforia yang berlebihan.
Misalnya saja menelusuri investigasi yang dilakukan wartawan senior, Dahlan Iskan disebutkan jika dana Rp 2 triliun tersebut berada di Singapura. Maka tentu tidak mudah dan rumit dalam mengurus donasi dari aset tersebut.
"Permasalahannya bukan hanya apakah donasi itu ada atau tidak ada, namun jika menurut investigasi Dahlan Iskan maka tentu akan rumit jika mengurus di Singapura. Ah, lupakan Rp 2 triliun tersebut," kata Denny.
Baca Juga:Masyarakat Tionghoa Salurkan Bantuan COVID 19 Rp 2 Miliar, Kapolda Sumsel: Akidi Effect
Namun kasus ini juga sulit diperkarakan, mengingat tidak ada yang dirugikan, kecuali rasa malu yang sangat besar. Rasa malu yang sangat besar tentu dialami oleh Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Eko Indra Heri. Namanya menjadi jaminan utama atas dana tersebut.
"Siapa sih gak percaya dengan Kapolda. Karena itu, berita ini menjadi besar. Saya juga percaya karena ada nama Kapolda, yakni jabatan yang tinggi di kepolisian. Tentu percayannya, institusi sudah melakukan cek dan ricek atas donasi tersebut," sambung ia.
"Kapolda yang sudah terlanjut percaya. Kapolda percaya padak Prof Hardi Darmawan, yang merupakan dokter keluarga Akidi Tio," sambung ia.
Prof Hardi ialah dokter berusia 75 tahun, seorang guru besar di Universitas Sriwijaya.
"Dengan gelar dan jabatan Prof Hardi, maka Kapolda percaya dengan beliau," kata Denny.
Baca Juga:Sumbangan Fiktif Rp 2 Triliun Akidi Tio, LBH: Kapolda Sumsel Contoh Buruk Pejabat Publik
Ia pun mengurai asal mula perihal donasi ini. Mulanya, Heriyanti menyampaikan ke Prof Hardi Darmawan, jika ingin menyumbang donasi Rp 2 triliun.
Namun Prof Hardi tidak ingin menerima bantuan tersebut sendiri, maka disambungkan kepada Kapolda Sumsel. Bantuan tersebut pun harus diumumkan pada publik.
"Uang sebesar itu harus transparan. Prof Hardi ialah orang dekat penyumbang. Kapolda percaya karena ia merupakan guru besar, dokter yang tentu akan menumbuhkan rasa percaya. Kita percaya Kapolda, karena ia institusi besar," bebernya.
Namun proses cek and ricek tidak dilakukan.
"Akhirnya kepolisian bertindak cepat. Kapolda juga Profesor, doktor juga Profesor. Percaya teman sesama akademisi," sambung ia.
Namun euforia dan gembira yang berlebihan ini, akibat percaya pada orang yang sangat idia kenal.
"Tapi bagaimanapun, manusia memiliki kesalahan," pungkas Denny.
Kasus donasi Rp 2 triliun Akidi Tio masih bergulir saat ini. Kepolisian masih memeriksa kesehatan anak Akidi Tio guna meneruskan pemeriksaan dan penyelidikan atas donasi bantuan tersebut.
Belakangan, kondisi anak Akidi Tio sesak nafas. Penyakit polipnya kambuh.