Budaya yang menempatkan perempuan, menjadi objek dan menganggap kecerdasan perempuan itu subordinatif (pelengkap).
"MIsalnya ada anggapan yang menilai perempuan lekat sama urusan domestik rumah tangga saja, membaca dan menjadi pintar hanya untuk laki-laki. Demikian ini masih kita temui, terlepas dari perempuannya juga tidak membentuk ekosistem lingkungan yang mendukung minat baca," ungkap Ade.
Sehingga pelunya, sambung Ade, para perempuan menciptakan lingkungan atau membuat lingkarannya dengan budaya membaca. "Bagaimana satu menularkan kepada yang lain, lalu setelah membaca bisa saling berdiskusi, menulis dan lainnya. Perlu keinginan dari diri dan dukungan sosial," pungkasnya.
Baca Juga:Alokasi Bansos Sumsel Terindikasi Dikorupsi, Kerugian Negara Rp 1,6 Miliar