Jejak Penyulut Api Karhutla di Sumsel, Siapa yang Bertanggungjawab? (2)

Kebakaran di Sumatera Selatan kerap berulang. Semoga tahun depan, tidak ada lagi asap karhutla di Sumatera Selatan.

Tasmalinda
Selasa, 08 Desember 2020 | 18:44 WIB
Jejak Penyulut Api Karhutla di Sumsel, Siapa yang Bertanggungjawab? (2)
Siswa mengenakan masker saat pulang sekolah di sekitar lokasi kebakaran (16/9/2019). (Antara)

Pada medio Agustus, titik panas sempat membara di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan namun Camat Tulung Selapan, Jemi menceritakan kebakaran lebih banyak pada lahan tidak produktif.

Kebakaran 2019 dengan musim kemarau lebih panjang menjadi pengalaman di Tulung Selapan.

“Sekarang ini, justru pada lahan-lahan yang tidak produktif. Tidak diusahakan, tidak terpantau aktif tapi di tahun ini jauh berkurang dibandingkan tahun-tahun lalu,” ungkapnya.

Berdasarkan data HaKI Sumatera Selatan pada tahun ini, terjadi titik panas yang tidak begitu signifikan.

Baca Juga:Jejak Penyulut Api Karhutla di Sumsel, Siapa Bertanggungjawab? (1)

Sejumlah perusahaan juga menyulut api kebakaran hutan dan lahan seperti tahun-tahun sebelumnya hanya saja tingkat kepercayaan titik panas kurang dari 75%, atau membutuhkan analisis lebih lanjut mengenai kebakaran tersebut.

Peta hotspot [HaKI]
Peta hotspot [HaKI]

Kondisi ini sangat berbeda dibandingkan tahun 2019, di mana titik api kembali muncul di lahan konsensi yang pada tahun 2015 juga terbakar.

Berdasarkan data HaKI sampai dengan 5 November 2019, PT. BMH kembali menjadi penyumbang titik panas

Daftar areal perusahaan terbakar [HaKI Sumsel]
Daftar areal perusahaan terbakar [HaKI Sumsel]

dengan luasan yang terbakar terluas pada tahun 2019.

“Lima dari 10 peringkat perusahaan yang terbakar tahun 2019, ialah Hutan Tanaman Industri yang berafiliasi dengan Asia Pulp and Paper (APP) – Sinar Mas berlokasi di Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin, dengan luasan yang terbakar 32.991 ha,” ungkap Direktur Eksekutif HaKI, Aidil Fitri dalam keterangan persnya akhir tahun lalu.

Baca Juga:Disdik Sumsel; Belajar Tatap Muka Diperbolehkan Bukan Diwajibkan

Menurut Aidil, kebakaran pada tahun 2019 seperti mengulang kebakaran di tahun 2015, di tahun 2014 dan di tahun 1997, yakni paling luas terjadi di lahan gambut.

Pada tahun 2015, luas gambut terbakar mencapai 410.962 hektare atau 50% lebih dari total luas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada IUPHHK- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang mencapai seluas 214.444 hektar.

“Pada tahun 2016, BMH didenda sebesar Rp 78 miliar. Lahan perusahaan berulang terjadi yakni BMH seluas 22.311 ha, BAP 1.216 ha, SBA 3.876 ha dan RHM 3.540 ha dengan 40,07% dari luas terbakar tersebut terindikasi sebagai gambut,” ungkap Aidil.

Sementara Greenpeace membeberkan data jika PT. BMH dari tahun 2015 hingga 2019 mengalami kebakaran pada 87.600 hektar lahannya yang seluas 40.400 ha terjadi pada tahun 2109.

Dengan kata lain, pada tahun lalu, mencapai hampir 46% areal terbakar itu terulang dari tahun 2015. Luasan areal yang terbakar ini lebih luas dari negara Singapura.

Greenpeace pun menyebut terdapat dua sanksi pada perusahaan ini, di antaranya yakni pembekuan sanksi sementara pada tahun 2015.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini