Minoritas yang Bersolidaritas

Terik matahari yang menyengat siang ini makin mempekeruh suasana hati Agus Salim, Minggu (30/8) lalu. Raut mukannya nampak lesu karena salon yang diusahakannya sepi pengunjung di akhir pekan.

Tasmalinda
Jum'at, 04 September 2020 | 08:03 WIB
Minoritas yang Bersolidaritas
Agus Salin, transpuan di Palembang yang menceritakan bagaimana pandemi telah mempengaruhi pendapatan bisnis salon yang telah dirintisnya selama hampir 40 tahun terakhir.

Kini, usaha salonnya tengah diuji. Selain harus berkompetisi dengan salon-salon yang baru bermunculan lainnnya, ia pun harus menghadapi situasi pandemi.

Penghasilan salon yang kian menurun, mengakibatkan ia sulit untuk membayar sewa bedeng sekaligus membayar kredit perbankan. Selama pandemi pun, ia tidak pernah mendapatkan tawaran bantuan hingga bantuan langsung dari pemerintah.

“Pernah ditawarkan bantuan tapi syaratnya tidak ada pinjaman di bank, sementara saya ada kredit di bank, yang niat awalnya untuk membuka salon di bangunan sendiri. Meski mendapatkan penundaan pembayaran kredit, saya masih khawatir belum mampu membayar kredit di bulan-bulan ke depan dengan penghasilan seperti ini,” ungkapnya.

Kegelisahan yang sama diungkapnya transpuan lainnnya. Heri. Sudah hampir setengah tahun, Heri yang menekuni bisnis jual beli pakaian khas pengantin juga sepi pelanggan.

Baca Juga:Dipukul Pandemi Corona, Kuta Bali Bak Kota Mati, Sangat Sepi

Transpuan di Palembang yang biasa memperoleh penghasilan hingga puluhan juta atas busana yang dirancang juga mengalami dampak pandemi. Kata Heri, tidak hanya ia yang terdampak secara ekonomi atas pandemi saat ini.

Hampir sebagian besar transpuan lainnya juga mengalami permasalahan yang sama.“Tidak semua dari transpuan sanggup bertahan saat pandemi. Usaha dijalani transpuan juga sangat terdampak,” katanya di pertengahan Agustus lalu.

Seperti bisnis jual beli pakaian pengantin yang digelutinya. Heri yang juga dikenal dengan nama Helena menceritakan jika pendapatan yang diperolehnya kini sangat berkurang jika dibandingkan sebelum pandemi.

“Banyak transpuan berhasil mengembangkan usaha, tetapi menjelang usia tuanya mengalami kesulitan ekonomi,“ sambung ia.

Pandemi virus tidak hanya mempengaruhi transpuan secara ekonomi namun juga psikologisnya. Banyak transpuan yang harus memutar otak guna bertahan selama pandemi dengan mengandalkan keahlian yang dimiliki atau beralih ke jenis usaha lainnya.

Baca Juga:Pandemi Covid-19 Belum Mereda, Gubernur Kepri Minta Maaf

“Dengan berbagai kesulitan ini, akhirnya kami tetap bertahan dan saling menguatkan. Melalui media komunikasi yang kami buat seperti group whatsapp dan lainnya, kami berbagi cerita termasuk informasi kerja,”ucap dia.

Di tengah kesulitan yang dihadapi saat pandemi ini, banyak transpuan juga cendrung tidak tersentuh bantuan pemerintah.

Direktur Eksekutif Daerah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumsel Nindi Tanjung mengatakan kalangan transpuan jarang mendapatkan bantuan karena permasalahan identitas kependudukan. Salah satu penyebabnya ialah para transpuan tersebut berasal dari luar Sumsel sehingga dianggap bukan sebagai penduduk setempat.

“Mereka tidak ber-KTP Sumsel, karena itu tidak banyak terima bantuan,” ujarnya.

Padahal banyak dari transpuan yang terdampak secara ekonomi karena kondisi pandemi saat ini. Transpuan kehilangan lapangan pekerjaan hingga harus berpindah ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Ada dari mereka pindah kosan, menutup sementara usaha,” kata Nindi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak