Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Jum'at, 13 Juni 2025 | 13:07 WIB
Kerabat Keraton dan Abdi dalem membawa pusaka mengikuti kirab Satu Suro di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Solo. [Antara]

Saat malam 1 Suro, terdapat simbol tradisional yang dilakukan masyarakat Jawa, di antaranya jenang suran (panggul), menyalakan dupa, tawasul, jamas pusaka, atau arak-arakan masyarakat.

Seperti di berbagai daerah, yakni Yogyakarta, Solo, hingga pelosok desa di Bantul, malam 1 Suro diperingati dengan beragam ritual.

Ada yang menggelar kenduri, pengajian, kirab pusaka hingga hewan keramat seperti kebo bule, kerbau putih yang diarak keliling kota.

Sebaliknya, masyarakat Jawa pun meyakini bahwa tidak mengadakan pesta atau hajatan besar di malam 1 Suro karena dapat membawa hal-hal yang buruk terjadi.

Tradisi pada malam 1 Suro mungkin dapat berbeda-beda tiap wilayah. Namun, makna dari tradisi ini sama-sama menjadi pengingat nilai spiritual bahwa kehidupan adalah perjalanan yang penuh ujian, dan setiap manusia harus senantiasa bersyukur, menjaga hubungan baik dengan sesama dan Sang Pencipta.

Kesimpulan

Tradisi malam 1 Suro yang diperingati setiap tahun oleh masyarakat Jawa merupakan simbol dari perpaduan antara budaya lokal dan nilai-nilai Islam.

Di tengah arus modernisasi, tradisi ini masih dijaga dan dilestarikan karena memuat nilai-nilai penting seperti introspeksi, penghormatan kepada leluhur, rasa syukur, dan kesadaran spiritual.

Meskipun bentuk perayaannya bisa berbeda-beda di tiap daerah, inti dari malam 1 Suro tetap sama: sebuah momentum untuk kembali kepada jati diri, menyucikan batin, dan menyambut tahun baru dengan niat yang lebih baik, hati yang bersih, serta harapan akan kehidupan yang penuh berkah.

Load More