Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Sabtu, 24 Mei 2025 | 11:21 WIB
perempuan tunggu tubang di Muara Enim, Sumatera Selatan

SuaraSumsel.id - Di pedalaman Semende, Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) kehidupan masyarakat adat masih bernafas dalam irama tradisi yang dirawat—salah satunya melalui sistem Tunggu Tubang, warisan budaya yang menempatkan perempuan sebagai penjaga kehidupan.

Di sini, peran perempuan jauh melampaui dapur dan rumah tangga.

Mereka adalah penopang utama ketahanan pangan, penjaga harta pusaka, sekaligus penggerak ekonomi keluarga.

Saat padi belum siap dipanen dan sawah beristirahat, tangan-tangan cekatan mereka beralih ke kebun kopi, merawat setiap batang dan biji dengan penuh ketekunan.

Baca Juga: Digital Kito Galo 2025: QRIS Bikin Hidup Makin Mudah, Cukup Sikok Pacak Galo

Kopi bukan sekadar tanaman sela; ia adalah tumpuan harapan, sumber penghidupan yang mengalir di antara jeda musim tanam.

Dalam sistem adat yang memberi mereka hak atas rumah dan lahan warisan, perempuan Tunggu Tubang berdiri tegak sebagai penentu arah, memastikan warisan tak hanya bertahan, tetapi tumbuh dan berbuah demi generasi berikutnya.

Seperti Juniarti, seorang perempuan Tunggu Tubang dari Desa Muara Tenang, Semende Darat Tengah, yang pagi itu tampak khusyuk menjawat kebun kopinya.

Dengan telaten, ia memeriksa ranting demi ranting, menyapa tiap pohon seolah mereka bagian dari keluarganya sendiri.

Baginya, kebun kopi bukan sekadar ladang penghasilan tambahan, tapi juga ruang untuk menjaga harapan tetap tumbuh, sembari menanti musim panen padi yang baru akan tiba pada Juni 2025 mendatang.

Baca Juga: Satu Sentuhan QRIS di Palembang: Gerbang Aman Menuju Dunia Transaksi Tanpa Batas

"Kalau sawah belum panen, kami urus kopi," ujarnya sambil tersenyum, menegaskan bagaimana perempuan Tunggu Tubang tak pernah benar-benar berhenti bekerja untuk kehidupan.

"Karena panen akan dimulai di bulan Juni awal, jadinya saya bersama suami sekarang menjawat kebun kopi. Setelah masuk musim panen, kami akan fokus ke sawah dan akan kembali lagi berkebun saat sawah kami istirahat," kata Juniarti.

Di Semende, perawatan sawah bukan sekadar rutinitas, tapi bagian dari pengetahuan turun-temurun yang dihayati penuh makna, termasuk oleh para perempuan.

Masyarakat setempat hanya menanam padi sekali dalam setahun, menggunakan varietas lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.

"Kalau nanti panen, kita fokusnya ke sawah. Mulai dari panen sampai ke penyimpanan di tengkiang," ujar Juniarti, perempuan Tunggu Tubang dari Desa Muara Tenang.

Namun, di luar musim tanam dan panen itu, ia bersama perempuan lainnya kembali ke kebun kopi—tempat harapan dan penghidupan bertumbuh dalam sunyi.

Load More