SuaraSumsel.id - Perjalanan panjang gugatan perdata terkait kabut asap di Sumatera Selatan kini memasuki tahap krusial. Sebelas warga yang menggugat tiga korporasi besar kayu yang berada di bawah kendali Asia Pulp and Paper (Grup Sinar Mas).
Perusahaan tersebut yakni PT Bumi Mekar Hijau, PT Bumi Andalas Permai, dan PT Sebangun Bumi Andalas (SBA) Wood Industries—akhirnya menghadirkan dua saksi ahli pamungkas di Pengadilan Negeri Palembang.
Mereka adalah Muhammad Dimyati, guru besar di bidang ilmu penginderaan jauh dan lingkungan dari Universitas Indonesia, serta Asmadi Saad, pakar gambut dari Universitas Jambi.
Kedua ahli ini memberikan keterangan ilmiah dan teknis mengenai kerusakan lahan gambut yang berujung pada bencana kabut asap di wilayah konsesi tergugat.
Data Satelit Ungkap Jejak Kabut Asap Korporasi
Dimyati memaparkan data mencengangkan dari citra satelit yang merekam jejak kabut asap dari area konsesi tergugat dalam tiga periode besar kebakaran: 2015, 2019, dan 2023.
Berdasarkan analisis spasialnya, tercatat sekitar 473 ribu hektare lahan terbakar di area konsesi, yang mencakup 92 persen dari total kebakaran di Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Sungsang-Sepucuk-Sungai Lumpur (SSSL) antara tahun 2001 hingga 2020.
Yang lebih mencengangkan, 46 persen kebakaran—sekitar 217 ribu hektare—terjadi hanya dalam kurun waktu lima tahun (2015-2020).
Bahkan, kebakaran berulang teridentifikasi di wilayah seluas 175 ribu hektare.
Baca Juga: Lapas Muara Beliti Over Kapasitas 3 Kali Lipat, Ini Pemicu Kerusuhan Hebat
Dimyati menegaskan, "Dengan pendekatan spasial, sebaran dan pola kabut asap atau dampak dari kebakaran gambut dapat dengan mudah dilihat. Ini bukan kebetulan."
Ahli Gambut: “Jangan Nilai Gambut dari Hasil Tanam Saja”
Sementara itu, Asmadi Saad menekankan bahwa kebakaran lahan gambut berulang bisa terjadi akibat kelalaian pengelolaan, terutama ketika pemilik lahan gagal melakukan pemulihan pascakebakaran.
Menurutnya, pembiaran inilah yang menjadi celah bencana. Ia juga mengingatkan pentingnya menghargai fungsi ekologis gambut.
“Janganlah kita menilai gambut dari nilai hasil tanamannya saja, tetapi lihatlah juga kerugian dari hilangnya biodiversitas yang memperparah krisis iklim,” tegasnya.
Greenpeace Desak Restorasi dan Larangan Pembakaran Ulang
Berita Terkait
-
Lapas Muara Beliti Over Kapasitas 3 Kali Lipat, Ini Pemicu Kerusuhan Hebat
-
Situasi Terkini Lapas Narkoba Muara Beliti Setelah Kericuhan: 500 Personel Dikerahkan
-
Kesaksian Ustad Abdul Somad Ungkap Detik-Detik Kerusuhan Lapas Muara Beliti
-
Lowongan Executive Chef di The Alts Hotel Palembang, Kirim CV Sekarang!
-
Cerita PT Bukit Asam Hidupkan Kembali Asa dan Cita Anak-Anak yang Putus Sekolah
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Hoka Ori, Cushion Empuk Harga Jauh Lebih Miring
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Bank Sumsel Babel Sabet Juara II BERES Award 2025, Tegaskan Dukungan bagi Pembangunan Daerah
-
Kondisi Terkini Banjir di Prabumulih: Ribuan Warga Terdampak, Evakuasi Masih Berlangsung
-
Kondisi Terkini Jembatan Kelekar Prabumulih: Ambruk Dihantam Arus Deras, Akses Masih Terputus
-
7 Bedak Padat untuk Touch up Praktis bagi Pengguna yang Sering Bepergian
-
5 Bank Digital untuk Atur Keuangan Lebih Rapi bagi Pasangan Muda dan Keluarga