Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Rabu, 29 Januari 2025 | 12:24 WIB
Menara pantau Gajah Sumatera di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan

SuaraSumsel.id - Belantara Foundation meresmikan menara pantau gajah liar dan menyerahkan peralatan mitigasi konflik manusia-gajah kepada masyarakat di Desa Jadi Mulya, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, pada 25 Januari 2025. Program ini merupakan bagian dari inisiatif Living in Harmony, yang telah berjalan sejak 2022 untuk menciptakan koeksistensi antara manusia dan gajah liar di Lanskap Padang Sugihan.

Dengan dukungan berbagai pihak, termasuk Keidanren Nature Conservation Fund (KNCF) Jepang, Belantara Foundation terus berupaya mengurangi konflik dengan membangun infrastruktur pemantauan, memberikan pelatihan mitigasi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi Gajah Sumatra.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dr. Dolly Priatna mengatakan jika Lanskap Padang Sugihan di Kabupaten OKI merupakan salah satu  kantong persebaran gajah yang bukan hanya penting di Sumatera Selatan, tetapi sangat penting di Pulau Sumatera karena kelompok gajah disini memiliki jumlah populasi yang berpotensi untuk mendukung pelestarian gajah Sumatra secara jangka panjang.

“Oleh karena itu, program konservasi gajah sumatra di Kabupaten OKI, Sumatera Selatan, yang kami lakukan bersama para mitra berfokus pada tiga aspek, yaitu pelatihan mitigasi konflik manusia-gajah, penyadartahuan dan edukasi kepada anak-anak mengenai pelestarian gajah dan ekosistemnya, serta penanaman pakan gajah dan penggaraman tanah untuk memenuhi kebutuhan minaral yang menjadi nutrisi tambahan bagi gajah”, ujar Dolly, yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan saat sambutan pada acara peresmian menara pemantauan gajah 

Baca Juga: Bank Sumsel Babel Catat Pertumbuhan Positif, Aset Meningkat Rp39,3 Triliun

Pada aspek mitigasi konflik, kami memberikan pelatihan kepada masyarakat di lima desa yang diikuti setidaknya 75 orang, dengan tujuan agar masyarakat bisa menangani konflik gajah secara mandiri sebelum petugas berwenang datang. Lima desa yang menjadi mitra Belantara yaitu Desa Jadi Mulya, Desa Simpang Heran, Desa Banyu Biru, Desa Sri Jaya Baru, dan Desa Suka Mulya. Saat ini telah terbentuk setidaknya tiga kelompok masyarakat yang bertugas sebagai tim mitigasi konflik di Desa Jadi Mulya, Desa Simpang Heran dan Desa Banyu Biru.

Selain meningkatkan kapasitas melalui pelatihan juga mendukung pembangunan infrastruktur berupa dua unit menara pantau gajah di Desa Jadi Mulya dan Desa Simpang Heran, sebagai sarana pendukung dalam mitigasi konflik manusia-gajah. Sebagai tambahan, Belantara Foundation juga menyumbangkan enam unit Handy Talkie, satu unit teropong, serta 31 unit meriam karbit portabel dan 31 unit senter.

Dalam aspek penyadartahuan dan pendidikan, Belantara Foundation melibatkan pendongeng untuk melakukan penyadartahuan dan edukasi tentang pentingnya hidup harmonis antara manusia dengan gajah sumatra, melalui cara-cara yang inovatif berupa dongeng menarik yang diikuti lebih kurang 400 siswa dan 60 guru yang berasal dari tujuh Sekolah Dasar (SD) yang ada di lima desa di Kabupaten OKI.

"Sebagai tindak lanjutnya, kami menyusun buku modul kurikulum muatan lokal untuk siswa SD kelas 4 sampai 6 tentang pelestarian gajah sumatra dan habitatnya," ucapnya.

Aspek ketiga, Belantara juga menyiapkan sedikitnya lima tempat menggaram bagi gajah liar di beberapa koridor ekologis di Lanskap Padang Sugihan. Tempat menggaram (salt licks) artifisial ini amat penting bagi gajah sumatra untuk pemenuhan kebutuhan mineral yang menjadi nutrisi tambahan bagi gajah.

Baca Juga: Rayakan Imlek 2025: Cuaca Berawan hingga Hujan Ringan di Sumatera Selatan

Tempat menggaram ini akan mendorong gajah untuk tetap berada di dalam koridor untuk membantu mencegah gajah masuk ke pemukiman masyarakat.

"Sampai saat ini, kami juga memasang setidaknya delapan unit kamera jebak di depan tempat jilatan garam untuk merekam aktivitas gajah di area tersebut. Selain itu, kami juga mencoba menanam tanaman sereh wangi pada areal seluas 2 hektar di pinggir desa. Tanaman sereh wangi ini diharapkan dapat menjadi barrier atau penghalang untuk mencegah gajah liar masuk ke pemukiman warga. Sereh wangi merupakan salah satu tanaman yang aromanya tidak disukai gajah," ujarnya menjelaskan.

“Kami akan terus mendorong dan mengajak para pihak yang lebih luas lagi, seperti pemerintah, sektor swasta, dan media, untuk bahu-membahu dan berkontribusi pada program mitigasi konflik manusia-gajah. Kami berharap program ini dapat memperkuat program konservasi gajah yang telah dilakukan pemerintah sehingga dapat tercipta harmonisasi dan koeksistensi antara manusia dengan gajah di Lanskap Padang Sugihan, Kabupaten OKI, Sumatra Selatan”, tandas Dolly.

Pada waktu yang sama, Polisi Hutan Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Sumatera Selatan, Ruswanto mengatakan bahwa mengapresiasi program yang dijalankan Belantara Foundation dan para mitra dalam upaya mitigasi konflik manusia-gajah di Kabupaten OKI, Sumatera Selatan.

“Menara pantau gajah yang didirikan serta sumbangan peralatan pendukung mitigasi konflik akan dapat menguatkan sarana dan prasarana serta kesiapan masyarakat desa dalam mengatasi interaksi negatif manusia dengan gajah liar”, ujar Ruswanto.

Ruswanto juga menegaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, gajah sumatra termasuk ke dalam satwa liar dilindungi.

Menurut The International Union for Conservation of Nature's Red List of Threatened Species (IUCN). Saat ini, gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) berstatus Critically Endangered (kritis).

“Inisiatif Belantara Foundation dan para mitra ini sangat bagus dan kami berharap program konservasi gajah yang ini dapat mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi konflik manusia-gajah yang ada di Provinsi Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten OKI”, imbuh Ruswanto.

Sekretaris Desa Jadi Mulya, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan, Heryanto, mengatakan bahwa warga Desa Jadi Mulya merupakan masyarakat transmigrasi yang diprogramkan pemerintah pada 1983 dan pada tahun tersebut belum pernah terjadi konflik antara masyarakat dengan gajah.

Hal ini karena pada saat itu gajah sudah digiring ke wilayah selatan lanskap oleh pemerintah melalui  Operasi Ganesha.

Setelah kebakaran hutan yang amat hebat pada 1991 dan 1997, konflik antara masyarakat dengan gajah mulai terjadi karena gajah-gajah yang digiring ke selatan tersebut kembali.

Pasca kebakaran hutan di 2015, gajah-gajah liar mulai sering masuk ke area persawahan maupun pemukiman masyarakat terutama pada saat musim tanam padi yang mengakibatkan kerusakan pada area tersebut sehingga masyarakat banyak mengalami kerugian.

Dengan adanya dukungan dari Belantara Foundation bersama para mitra berupa pembangunan menara pantau gajah serta pendampingan yang konsisten dan berkelanjutan, kami telah mendapatkan banyak sekali manfaat. Manfaat tersebut antara lain menara pantau gajah ini lokasinya diujung desa dan tepat di lokasi keluar - masuk gajah dari hutan ke pemukiman, jadi akan memudahkan bagi tim mitigasi konflik dalam mendeteksi kehadiran gajah saat gajah masih jauh dari batas desa.

"Kami bisa menghalau gajah-gajah kembali ke hutan sebelum mereka masuk ke wilayah pemukiman masyarakat. Manfaat lainnya adalah dalam hal peningkatan pengetahuan dan kapasitas masyarakat untuk melakukan mitigasi konflik dengan gajah yang masuk ke desa kami sehingga memungkinkan kami hidup berdampingan secara harmonis dengan gajah”, ujar Heryanto.

Heryanto berharap, melalui kerja sama dan dukungan para pihak termasuk Belantara Foundation, masyarakat dapat hidup dan bertani dengan tenang, perusahaan-perusahaan dapat berjalan, serta gajah-gajah liar dapat terlestarikan, sehingga apa yang menjadi cita-cita bersama yaitu hidup harmonis berdampingan antara masyarakat dengan gajah Sumatra dapat terwujud secara berkelanjutan.

Load More