Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Kamis, 31 Oktober 2024 | 10:54 WIB
PT Kilang Pertamina Internasional di Palembang Sumatera Selatan

SuaraSumsel.id - “Kalau terjadi hal yang tidak kita inginkan, sulit akan kita dapat sumber energi dari negara lain. Oleh karena itu, kita harus swasembada energi dan kita mampu untuk swasembada energi,” begitulah petikan pidato perdana Presiden Prabowo Subianto usai dilantik pekan lalu, Minggu (20/10/2024).

Prabowo menekankan pemanfaatan sumber daya alam yang berlimpah sebagai ketahanan energi. Visi Indonesia guna ketahanan energi nasional tentu menjadi tantangan khusus bagi BUMN energi seperti halnya, Pertamina

Pengamat Energi dan Lingkungan Poltek Universitas Sriwijaya (Unsri) Laila Kalsum berpendapat Indonesia merupakan negara luas dengan kebutuhan energi yang juga besar. Upaya transisi energi yang menjadi gaung global membutuhkan perencanaan efektif mengingat energi telah menjadi kebutuhan dasar dewasa ini. 

Kebutuhan global menciptakan energi ramah lingkungan baik fosil dan non fosil merupakan perkembangan tantangan terutama perusahaan sekelas Pertamina. “Butuh perencanaan komprehensif dan berjangka, menggali potensi energi baru penting, namun adaptif energi fosil juga diperlukan,” ujarnya belum lama ini.

Baca Juga: Ekowisata Belanting River Tubing Bawa PGE Lumut Balai Raih Penghargaan

Pemikiran ini senada yang disampaikan Pengamat energi M Kholid Syeirazi. Dalam sebuah tulisan, ia mengungkapkan Indonesia memang menghadapi pada tantangan transisi energi sekaligus upaya ketahanan energi. Upaya transisi merupakan upaya nan tidak mudah yang membutuhkan strategi tepat. Diperlukan keseimbangan antara bisnis peninggalan (bisnis warisan) menuju bisnis rendah karbon. 

“Langkah transisi ini memang tidak mudah, sehingga diperlukan yang namanya  Dual Growth Strategy. Strategi ini perlu dilakukan Pertamina. Harus sejalan, transisi energi tentu tidak boleh meniadakan kesinambungan energi sebagai kebutuhan. Transisi energi hendaknya diartikan sebagai proses berjangka panjang dan terencana,” ucapnya.

Strategi ini perlu dioptimalkan Pertamina melalui upaya modernisasi kilang sekaligus optimalisasi sumber daya guna memastikan jika energi fosil mampu menjadi produk bernilai tinggi sembari terus mengupayakan transisi energi terbarukan. 

“RDMP Balikpapan contohnya, dengan kemampuan mengelola minyak mentah 360.000 barel per hari, juga membangun unit mengelola residu agar bernilai tinggi,” kata Kholid menjelaskan.

Strategi ini tengah ditempuh PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Dengan usia kilang nan sudah lebih satu abad tentu dituntut semakin berinovasi meningkatkan kapasitas produksi sejalan dengan ambisi besar pemerintah baru ini. 

Baca Juga: Kabar Gembira! Produksi Minyak Nasional Naik Berkat Temuan Baru di Prabumulih

Tantangan ini semakin kompleks mengingat kondisi geopolitik global yang dinamis dan potensi krisis energi di masa depan. Gaung ketahanan energi dalam pidato pertama Prabowo sebagai pemimpin negeri seolah menegaskan sangat penting mewujudkan ketahanan energi sebagai negeri lumbung energi.

Dalam pidato tersebut, Prabowo memastikan sebuah negara harus bersiap pada situasi tersulit yang bakal dihadapi pada kondisi global saat ini.  Setiap negara harus memikirkan kepentingan negaranya sendiri.

Selain ketahanan, BUMN sekelas Pertamina juga dihadapkan pada tantangan mewujudkan energi bersih baik dari adaptasi bisnis maupun terciptanya energi non fosil dalam menyikapi kesepakatan Indonesia Net Zero Emission (NZE) pada 2060 nan dilakukan mantan Presiden Jokowi.

Kilang Pertamina Plaju memiliki dua lokasi kilang yang kian berinovasi seiring bertambah usia sebagai ‘bisnis warisan’.

Kilang Pertamina Plaju memiliki dua Kilang Plaju yang didirikan sejak awal abad 20 oleh Shell dari Belanda pada tahun 1904 dengan kapasitas 110 MBSD dan kilang Sungai Gerong yang didirikan Stanvac dari Amerika Serikat pada 1926 dengan kapasitas lebih rendah, 70 MBSD.

Kilang Pertamina Internasional Plaju di Palembang, Sumatera Selatan [dok Pertamina]

Kapasitas terpasang Pertamina Plaju mencapai 126,6 MBSD saat ini menargetkan meningkatkan produksi baik bensin maupun solar pada awal 2024.

Peningkatan solar ditargetkan mencapai 667,96 juta liter di sepanjang tahun 2024 yang dibandingkan dengan produksi pada 2023, sebesar 636,85 juta.

Area Manager Communication Relation dan CSR Plaju, Siti Rachmi mengungkapkan peningkatan produksi tidak hanya pada bensin namun juga solar menjadi 1.564, 719 juta liter. Produksi yang meningkat dibandingkan tahun 2013  sebesar 1.395.016 juta liter solar.

“Tak hanya bensin dan solar, peningkatan produksi juga pada bahan baku plastik (polytam) dan elpiji,” ujarnya pada awal tahun ini.

Menteri Erick Thohir yang kembali terpilih menjadi Menteri BUMN di Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto pun mengungkapkan transisi energi merupakan peluang bagi perusahaan milik Negara terutama seperti halnya Pertamina. 

Sebuah semangat optimis menjadikan BUMN Pertamina mendukung ekosistem energi transisi energi. Langkah menuju transisi energi bersih pun dilakukan Pertamina Kilang Plaju dengan sejumlah program yakni memastikan keberlangsungan bisnis kilang dengan membangun 500 modul solar cell Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lapangan Sungai Gerong.

Pertamina kilang Plaju pun menargetkan emisi 30 persen sampai 2030. Produksi energi matahari ini pun telah mengurangi beban pengoperasionalan gas turbine dan konsumsi gas yang berdampak menekan biaya yang mendukung keberlanjutan bisnis.

Berdasarkan proyeksinya, PLTS Kilang Plaju ini berkontribusi mengurangi emisi karbon 2.000 ton per tahun. Pertamina Kilang Plaju pun mengenalkan produk bahan bakar kapal, Marine Fuel Oil (MFO) yang ramah lingkungan. 

Bahan bakar ini  memenuhi peningkatan kebutuhan dengan inovasi MFO low sulphur pada industri perkapalan yang menggunakan mesin diesel dengan kandungan sulfur yang dibatasi maksimum 0,5 persen. Tentu kandungan ini menjawab kebijakan bahan bakar kapal berstandar internasional.

Kilang Pertamina Internasional juga telah menciptakan B35 yang merupakan program mandatori biodiesel sebesar 35 persen sejak tahun lalu, 2023. Proses adaptasi dengan penyesuaian sarana dan fasilitas operasi sebagai dukungan pada peningkatan bauran Energi Bersih Terbarukan (EBT), terutama di Sumatera Selatan.

Produk turunan dari crude palm oil kelapa sawit ini berkontribusi ditargetkan menurunkan ketergantungan impor bahan bakar fosil. Selain itu menambah pasokan demi ketahanan energi.

Direktur Utama PT KPI, Taufik Adityawarman pada Agustus lalu sempat mengenalkan Refinery Development Master Plan (RDMP) yang menjadi sebuah solusi bisnis keberlanjutan. Yakni sebuah produk bahan bakar diesel yang rendah sulfur guna memenuhi perwujudan bahan bakar ramah lingkungan.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel pun memiliki lanskap transisi energi bersih dalam pembangunan jangka panjang hingga 2045, menuju Sumsel MAPAN energi.

Sumsel menargetkan bauran energi pada tahun 2025 pada energi baru terbarukan mencapai 21,06 persen, energi minyak bumi sebanyak 31,69 persen bagitu juga pada gas bumi dan batu bara.

Rancangan pembangunan daerah jangka panjang sampai tahun 2050, Sumsel menargetkan bauran energi tersebut meningkat mencapai energi baru terbarukan 22,56 persen, minyak bumi naik menjadi 33,24 persen, gas bumi mencapai 20,69 persen dan batu bara sebanyak 23,51 persen.

Kepala Bidang Energi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel, Aryansyah menjelaskan bauran energi merupakan gabungan energi primer yang terdiri minyak bumi, gas bumi, batu bara dan energi terbarukan yang dilihat dari sisi penggunaan energi dan penyediaan energi.

Bauran energi dilakukan guna pencapaian keseimbangan antara kebutuhan energi yang terus meningkat dengan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan seiring meminimalisir dampak lingkungan untuk ketahanan energi nasional.

“Sederhananya, bauran energi ini ialah strategi diversifikasi sumber energi guna mengurangi ketergantungan pada satu jenis energi, mampu meningkatkan efisiensi penggunaan energi sekaligus mendukung pengembangan teknologi energi yang lebih bersih dan keberlanjutan,” ujarnya.

Upaya diversifikasi sumber energi penting guna menciptakan sistem ketahanan energi yang lebih tangguh (resilient) pada kondisi harga, gangguan pasokan karena situasi global semakin dinamis.

“Memanfaatkan fosil, seperti minyak bumi dan non fosil seperti sawit, surya, angin, negara akan mampu mengurangi resiko ketergantungan pada situasi yang tidak diinginkan seperti gaung ketahanan energi pada pidato Pak Presiden Prabowo,” ucap Aryansyah.

Dari sisi perusahaan, Aryansyah berpendapat bauran energi akan membantu mencapai efisiensi melalui teknologi canggih yang mampu mengurangi pemborosan biaya operasionalnya. “Pengembangan atau adopsi atau adaptif teknologi energi yang lebih bersih, seperti sistem penyimpanan energi yang efisien, teknologi pengurangan emisi melalui pembangkit ramah lingkungan, memainkan peran penting dalam mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan energi,” imbuhnya.

Load More