Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Selasa, 15 Oktober 2024 | 09:32 WIB
Kepala OJK Sumsel Babel, Arifin Susanto {kanan}

SuaraSumsel.id - Kemudahan akses keuangan digital memang menawarkan solusi cepat bagi berbagai kebutuhan. Namun, di balik kemudahan tersebut tersimpan bahaya yang mengancam stabilitas finansial, terutama bagi mereka yang kurang memahami seluk beluk dunia keuangan. 

Pinjol ilegal atau pinjol dengan iming-iming pencairan dana cepat dan persyaratan yang mudah menjadi pilihan menarik bagi banyak orang, termasuk para guru dan ibu rumah tangga (IRT).

Profesi guru yang berpenghasilan dan terdidik justru menjadi kelompok yang rentan terjerat pinjol ilegal. Beban sekaligus gaya hidup yang semakin tinggi, ditambah masih rendahnya literasi keuangan membuat para guru dan IRT sulit menolak tawaran manis dari pinjol ilegal.

Akibatnya, mereka terjebak dalam lingkaran utang yang sulit diputus.

Baca Juga: Penipuan Jual Beli Akun Game Online Palembang, Korban Rugi Belasan Jutaan Rupiah

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumsel dan Babel Arifin Susanto mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya kasus pinjol ilegal yang melibatkan para guru. 

Menurut dia, literasi keuangan digital yang rendah menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan banyak masyarakat termasuk guru serta IRT terjerat dalam jerat utang pinjol.

"Ini kalangan guru yang ternyata tertinggi dan ini perlu menjadi perhatian," imbuh Arifin saat memberikan materi saat kegiatan Media Jurnalis Class 9 yang diselenggarakan di Palembang, Senin (14/10/2024).

OJK mendata kalangan yang paling banyak terjerat pinjol mencapai 42 persen merupakan profesi guru. Sementara profesi Ibu Rumah Tangga (IRT) mencapai 18 persen dan kalangan korban pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mencapai 21 persen.

Alasan terjerat pinjol juga beragam dan saling berhubungan, seperti tawaran dana yang cepat cair, yang dijuga diiringi kebutuhan yang mendesak, latar belakang ekonomi yang menengah ke bawah, memenuhi kebutuhan gaya hidup, hidup nan terlalu konsumtif. 

Baca Juga: Inovasi Terbaru! Bank Sumsel Babel Hadirkan Kemudahan Top Up Dompet Digital

Sedangkan penyebab dan alasan terbanyak ialah karena sudah terjerat utang lainnya.

Dari sisi lain, Arifin mengungkapkan maraknya produk pinjol juga karena ditawarkan melalui saluran komunikasi pribadi, menawarkan pinjaman tanpa syarat, serta modus menyerupai nama fintech yang legal.

“Secara nasional, kerugian akibat pinjol mencapai lebih dari Rp139 triliun sejak tahun 2007 sampai dengan 2023. Sumsel masuk sebagai provinsi terbanyak korban akibat aktivitas pinjol,” ujarnya.

Guna mengenali secara mudah pinjol ilegal biasanya memiliki legalitas tidak jelas, keuntungan yang ditawarkan sangat tidak wajar pada waktu singkat sekaligus klaim tanpa risiko. Ciri lainnya adanya upaya anggota cari anggota (member get member) serta memanfaatkan tokoh masyarakat atau public figure dan tokoh agama.

OJK memastikan korban pinjol ilegal yang makin marak karena masih terjadi gap kemampuan literasi keuangan di masyarakat dibandingkan inklusi keuangannya.

Pada tahun 2023, OJK mencatat inklusi keuangan masyarakat Indonesia berada di angka 75,02 dengan literasi keuangan baru 65,43 persen. Dengan situasi ini, bisa diartikan masyarakat telah lebih banyak memanfaatkan jasa keuangan (inklusi) namun belum setara dengan kemampuan pengetahuan (literasi) akan jasa keuangan termasuk resiko penyerta serta perilaku sadar memanfaatkannya.

Load More