SuaraSumsel.id - Pusat Kajian Sejarah (Puskas) Sumatera Selatan melakukan kajian tentang gajah Palembang di kawasan Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) selama tiga hari sejak 8 Mei 2024 hingga Jumat (10/5/2024).
Puskas Sumsel menurunkan tim beranggotakan Vebri Al-Lintani, Ali Goik, Kemas Panji, Dudy Oskandar, Dayat, dengan Ketua Tim Dedi Irwanto.
Salah seorang anggota Puskas Sumsel Ali Goik mengatakan hingga kini banyak orang tidak mengetahui Kota Palembang merupakan daerah gajah.
Ketidaktahuan orang bahwa Palembang sebagai Ibu kota Sumatera Selatan itu adalah daerah gajah membuat Puskas provinsi ini melakukan kajian tentang satwa langka tersebut.
Ketua Tim Paskas Sumsel Dedi Irwanto mengatakan tim turun ke lapangan mendokumentasikan dan menarasikan tentang kehidupan gajah, baik secara lintasan waktu di masa lampau maupun masa kini termasuk penanganan gajah dari waktu ke waktu khususnya gajah Palembang.
Hasil kajian ini akan dijadikan buku pengetahuan tentang gajah Palembang.
Keberadaan buku seperti itu terbilang masih langka dalam khazanah literasi di Sumatera Selatan, sehingga pengetahuan orang tentang gajah dirasakan mulai menurun, ucapnya.
Sementara anggota tim yang juga sejarawan Kemas A. Panji menambahkan buku hasil kajian itu semacam upaya mengembalikan citra Sumsel sebagai tempat utama rumah gajah Sumatera.
Selama ini, Lampung yang dikenal sebagai daerah gajah, padahal gajah dari Lampung sebagian besar berasal dari Sumsel terutama Air Sugihan dan sekitarnya yang digiring ke Lampung pada waktu Operasi Ghanesa, kata sejarawan Kemas A. Panji itu.
Baca Juga: BRI Regional Palembang Ambil Bagian di Sumatera Media Summit 2024
Selain mengkaji tentang sejarah gajah Palembang, tim turun ke lima desa yang sering mengalami konflik dengan gajah yakni Desa Bukit Batu, Simpang Heran, Banyu Biru, Srijaya Baru, dan Desa Jadi Mulya.
Khusus di Desa Bukit Batu tim peneliti melakukan berbagai wawancara dengan penduduk lokal. Wawancara itu untuk mengindentifikasi keberadaan gajah terutama akar konflik antara manusia dan gajah di desa tersebut.
“Kami merasakan adanya konflik ini, yang utama habitat gajah diusik oleh manusia. Gajah memiliki jelajah edar yang bersifat siklus, berdasarkan pendapat masyarakat tersebut wilayah edar gajah tidak sengaja diganggu sehingga gajah masuk dan terkadang mengamuk di permukiman," ujarnya.
Namun, yang menarik jika dulu masyarakat menghalau gajah cukup dengan kata-kata simbah ojo mlebuh niki rumah cucumu atau mbak tinggali makan untuk cucumu, maka gajah akan segera pergi.
Sekarang ini untuk menghalau gajah, harus dengan berbagai cara dan berganti strategi seperti bulan ini harus pakai tetabuan kaleng kemudian bulan berikutnya perlu menggunakan suara petasan/percon demikian seterusnya, ujar Ali Goik.
Sementara anggota tim Puskas Sumsel lainnya Vebri Al-Lintani menjelaskan berdasarkan informasi dari masyarakat, pada masa lalu ada harmonisasi antara kehidupan gajah dan manusia di provinsi ini.
“Gajah itu hewan cerdas, merasa terganggu kalau diusik. Tokoh Si Dasir dalam tradisi lisan Sumsel, contohnya. Si Dasir mati karena mengusik gajah. Selain itu, dalam sejarah Raja Sriwijaya, Shih-Ling-Chia dikatakan menaiki gajah jika melakukan perjalanan jauh. Artinya, sejak masa lampau gajah Palembang sudah mendukung kehidupan manusia di Sumsel, bukan berkonflik seperti dikeluhkan masyarakat sekarang ini," cakap Vebri.
Menurut budayawan Sumsel itu, jika ada konflik manusia dengan gajah, maka harus dicari solusi budayanya yang pas.
Tim Puskas Sumsel melalui kajian berupaya mencari akar masalah gajah yang sering menjadi persoalan di tengah pemukiman masyarakat Air Sugihan.
Selama ini ada kesan di lapangan bahwa persoalan konflik gajah dan manusia terkesan saling lempar tangan dalam penanganannya.
Oleh sebab itu, Tim Puskas Sumsel melakukan kajian dengan mencari akar konfliknya sekaligus berbagai kearifan lokal tentang gajah, sehingga dapat dilakukan saran-saran dalam penanganan gajah di daerah Air Sugihan.
“Sejak awal Maret 2024 kami telah mengumpulkan berbagai dokumentasi, kemudian dilanjutkan dengan studi lapangan, serta melakukan berbagai wawancara dengan ahli dan masyarakat awam tentang gajah," kata Vebri. (ANTARA)
Berita Terkait
-
BRI Regional Palembang Ambil Bagian di Sumatera Media Summit 2024
-
Bank Sumsel Babel Berpartisipasi pada Sumatera Media Summit 2024
-
Universitas Sumatera Selatan Teken MoU Bersama Suara.com di Sumatera Media Summit 2024
-
Dosen Unsri Terpidana Kasus Asusila Mahasiswi Ditolak Mengajar di Kampus
-
OJK Sumsel Babel Apresiasi Peran Media Lokal di Sumatera Media Summit 2024
Terpopuler
- Gebrak Meja Polemik Royalti, Menkumham Perintahkan Audit Total LMKN dan LMK!
- Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Jawa Rp 347,63 Miliar Diincar AC Milan
- Detik-Detik Pengumuman Hasil Tes DNA: Ridwan Kamil Siap Terima Takdir, Lisa Mariana Tetap Yakin
- Kasih Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Ryan Flamingo Kadung Janji dengan Ibunda
- Makna Kebaya Hitam dan Batik Slobog yang Dipakai Cucu Bung Hatta, Sindir Penguasa di Istana Negara?
Pilihan
-
Waduh! Cedera Kevin Diks Mengkhawatirkan, Batal Debut di Bundesliga
-
Shayne Pattynama Hilang, Sandy Walsh Unjuk Gigi di Buriram United
-
Danantara Tunjuk Ajudan Prabowo jadi Komisaris Waskita Karya
-
Punya Delapan Komisaris, PT KAI Jadi Sorotan Danantara
-
5 Rekomendasi HP Tahan Air Murah Mulai Rp2 Jutaan Terbaik 2025
Terkini
-
Benarkah Paham yang Dibawa Laskar Sabililah Mengancam Kultur Moderat Palembang?
-
Skandal Besar di Palembang? Jejak OTT Kejati di Perkimtan Diduga Seret Nama Eks Kadis
-
Karhutla Sumsel Capai 1.416 Hektare Sepanjang 2025, Ini Daerah yang Paling Parah
-
Sinergi KKKS dan SKK Migas Sumbagsel Menyulam Kehidupan, Ikan Tirusan Kembali ke Sungsang
-
Euromoney: BRI Menyelenggarakan 2.037 Sesi Literasi Keuangan untuk Kelompok Terpinggirkan