Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Sabtu, 13 April 2024 | 22:16 WIB
Midang Berbuke yang menjadi tradisi saat Lebaran Iduk Fitri

SuaraSumsel.id - Midang bebuke atau berupa  arak-arakan pakaian adat pada hari lebaran menjadi tradisi turun temurun masyarakat Kayuagung, Ogan Komering Ilir (OKI) Sumsel.

Tradisi ini digelar pada hari ketiga dan keempat lebaran Idul Fitri. Tahun ini gelaran midang terlihat semarak dan tertib.

Arak-arakan Puluhan pasang pengantin terlihat mengelilingi Sungai Komering diiringi musik jidur pada Jum'at, (12/4/24) siang.

Sesepuh dan tokoh masyarakat Kayuagung, Saiful Ardan mengatakan, awal mulanya Midang Bebuke  terjadi sekitar abat ke-17. Konon, midang dijadikan sebagai syarat pernikahan.

Baca Juga: Eddy Santana Sampai Joncik Hadiri Open House Herman Deru, Kode Koalisi Pilgub?

Pihak perempuan meminta sejumlah syarat kepada keluarga laki-laki berupa arak-arakan kereta hias yang menyerupai naga lengkap dengan gegawaannya. Singkat cerita persyaratan tersebut tidak dipenuhi.

Ketika itu ada perseteruan antara pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Penyebabnya, pihak mempelai laki-laki berasal dari keluarga yang tidak mampu sementara pihak perempuan berasal dari keluarga yang terpandang.

“Sejak peristiwa itulah, masyarakat Kota Kayuagung menyelenggarakan acara Midang Bebuke Morge Siwe,” ungkapnya.

Midang dalam istilah masyarakat Kayuagung adalah sebuah kegiatan berjalan kaki dengan menggunakan pakaian adat perkawinan masyarakat Kayuagung, sedangkan bebuke artinya lebaran.

“Kala itu midang merupakan perkawinan dalam adat yang tertinggi di Morge Siwe (Sembilan Marga -red) yang merupakan persyaratan untuk jemput mempelai perempuan oleh mempelai laki-laki atau masuk dalam adat istiadat perkawinan, dan seiring dengan berjalannya waktu midang ini terus mengalami perkembangan sehingga menjadi sebuah agenda pariwisata di OKI,” ujarnya menjelaskan.

Kini midang telah menjadi agenda tahunan di Kota Kayuagung terutamq pada perayaan Idul Fitri (bebuke).

Bahkan midang telah ditetapkan sebagai kekayaan khasanah budaya masyarakat Kayuagung melalui sertifikat Warisan Budaya tak Benda (WBTB) oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

Pada pegelaran midang tahun ini Pj. Bupati OKI, Asmar Wijaya mengapresiasi dukungan masyarakat sehingga tradisi midang tetap lestari hingga kini.

"Antusiasme dan kesadaran masyarakat yang tinggi untuk menjaga warisan leluhur,” ujarnya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten OKI Ahmadin Ilyas mengatakan rangkaian Midang tahun ini dirangkai dengan perlombaan cang incang.

Cang-incang merupakan salah satu jenis sastra lisan  yang melekat dengan tradisi masyarakat Kayu Agung. Cang-incang biasanya ditampilkan dalam upacara perkawinan .

Hingga kini tradisi ini masih kelihatan fungsinya baik di dalam kalangan masyarakat yang tinggal di dalam kota Kayu Agung maupun yang tinggal di kota lainnya.
.
"Harapan kami dengan adanya perlombaan Cang Incang, maka akan ada generasi penerus yang akan terus melestarikan tradisi turun-temurun asli Kayuagung," ucap Ahmadin.

Madin menyebut rute kegiatan midang sendiri akan dilaksanakan disepanjang aliran sungai Komering.
Di hari pertama, midang bebuke diikuti oleh 6 Kelurahan dalam Kecamatan Kota Kayuagung antara lain, Kelurahan Kedaton, Perigee, Kayuagung Asli, Cinta Raja, Sida Kersa dan Tanjung Dancing.

Baca Juga: Curup Tenang Bedegung Ramai Pengunjung Lebaran, Polisi Imbau Hal Ini

Sementara di hari ke 4 Idul Fitri akan diikuti kelurahan Kuta Raya, Sukadana, Paku, Mangun Jaya dan Jua-Jua.

Rute perjalanan dimulai dari Kelurahan Kayuagung Asli menuju ke Kedaton. Lalu menyebrang pakai perahu ketek menuju ke Jua-jua dan berkumpulnya di pendopoan rumah dinas Bupati OKI, dirangkai dengan perlombaan cang-incang. Setelah itu barulah para peserta, dapat kembali ke kelurahan masing-masing.

Load More