Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Jum'at, 02 September 2022 | 06:15 WIB
ilustrasi petani sadap karet. Getah karet. Harga komoditas karet di Sumsel masih rendah. [ANTARA]

SuaraSumsel.id - Harga karet di Provinsi Sumatera Selatan atau Sumsel masih memperlihatkan trend yang menurun. Penurunan terjadi baik di tingkat petani maupun di beberapa Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) yang ada di kabupaten/kota di Sumsel.

Analisis PSP Ahli Madya Dinas Perkebunan Provinsi Sumsel, Rudi Aprian mengungkapkan terdapat sejumlah faktor penyebabnya. Baik faktor eksternal dan faktor internal. 

"Penurunan harga karet di Sumsel tidak terlepas dari kondisi karet TSR20 di pasar global, setidaknya terdapat tiga faktor yang menyebabkan harga karet TSR20 di bursa berjangka Singapura belakangan ini semakin anjlok," ujarnya Jumat (2/9/2022).

Adapun faktor karena dampak kebijakan dalam negeri Tiongkok atau China mengenai pandemi Covid-19. Negera tirai bambu kembali menerapkan lockdown.

Baca Juga: Penderita HIV/AIDS di Sumsel Kian Bertambah, Dinkes: Dominan Kelompok Gay

"Prinsip nol-Covid yang dianut China membuat pasar komoditas menjadi sangat tidak pasti. Kebijakan tersebut otomatis turut mempengaruhi laju sektor perdagangan internasional mereka. Di satu sisi, China merupakan konsumen atau importir komoditas karet terbesar di dunia. China merupakan konsumen nomor satu dunia, konsekuensinya bila demand berkurang dari negeri ini sangat mempengaruhi harga di pasar global," ujar Rudi.

Sementara faktor kedua ialah pengaruh perang antara Rusia dengan Ukraina yang mempengaruhi ekonomi global dimana di negara eropa terjadi resesi, krisis pangan  dan pada akhirnya daya beli masyarakat berkurang.

"Faktor lainnya adalah daya saing karet asal Thailand, dari segi produktivitas maupun harga. Harga karet dari negara tetangga itu lebih murah dibanding negara produsen karet alam lainnya," sambung Rudi.

"Keadaan ini mengakibatkan pembeli dari industri ban besar lebih banyak membeli ke negeri ini, perlu juga diketahui bahwa produktivitas karet Thailand lebih tinggi dibandingkan Indonesia," terangnya.

Penyebab lainnya adalah penurunan harga karet di Sumatera Selatan bukan hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor internal.

Baca Juga: Emosi Brigadir A, Polisi di Sumsel Gerebek Istri Berselingkuh di Kamar Hotel: Anak Ditinggal, Lari Demi Lelaki Ini

Kondisi karet di Tingkat petani itu sendiri, paling tidak terdapat 5 faktor Internal yang dapat mempengaruhi harga karet di tingkat petani Sumatera Selatan

"Produksi sebagian besar produksi karet petani rendah, untuk mencari 1 ton/ha/th sulit. Faktor utama penyebabnya, bibit asalan, kurang pemeliharaan dan kurang pemupukan," ujar Rudi.

Tanaman pada umumnya sudah tua. Dari Luas areal 1.2348.415 Hektare terdapat 11 persen atau 139.295 hektar tanaman karet tua atau tanaman rusak.

"Sebagian besar dijual melalui pedagang pengepul secara harian, padahal sudah ada kelembagaan petani karet antara lain Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) yang menjual secara berkelompok melalui kemiteraan atau lelang mingguan," terang dia.

Faktor lainnya ialah kebiasaan petani karet di Sumsel dengan menyimpan bokarnya secara direndam atau dicampur dengan bahan bukan karet guna memperberat timbangan.

"Penyebab lainnya adalah bahan pembeku karet. Pada umumnya petani karet selama ini menggunakan pembeku lateks yang murah dan mudah didapat di pasaran yang dapat menyerap air dala jumlah banyak sehingga bokar lebih berat," terang Rudi.

"Padahal tingginya kadar air dalam bokar dapat meningkatkan kadar abu ataupun kadar kotoran, terutama kalau air yang diserap berupa air kotor. Penggunaan pembeku lateks seperti pupuk fosfat maupun tawas akan meningkatkan kadar abu atau kadar kotoran yang sangat signifikan sehingga menyebabkan turunnya kualitas bokar," terang ia.

Kelima faktor ini yang menjadi pekerjaan bagi Pemerintah Provinsi Sumsel guna membantu meningkatkan pendapatan petani karet.

Load More