Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Kamis, 01 September 2022 | 17:45 WIB
Pedagang kue basah tradisional Palembang [ANTARA]

SuaraSumsel.id - Kenaikan harga telur masih dirasakan masyarakat saat ini, termasuk di Palembang Sumatera Selatan. Kalangan yang paling berdampak lainnya ialah pedagang kue basah tradisional Palembang.

Kue-kue tradisional Palembang memang dikenal sebagai kue yang legit dengan banyak campuran susu, telur dan santai. Saat harga telur yang masih tinggi ini, mereka pun menyiasati dengan membeli telur yang sudah berkualitas turun. 

Salah satu pedagang kue di Pasar Cinde Palembang, Rita mengeluhkan harga telur yang cenderung tidak stabil. Menurut Rita saat ini, ia tidak bisa mengambil pesanan kue yang banyak.

Hal ini dilakukan guna mensiasati resiko kerugian yang lebih besar, saat kue-kue tersebut tidak laku terjual.

Baca Juga: Emosi Brigadir A, Polisi di Sumsel Gerebek Istri Berselingkuh di Kamar Hotel: Anak Ditinggal, Lari Demi Lelaki Ini

“Kalau kita buat kue maksuba, kue delapan jam seperti itu. Tapi semenjak harga telur naik, pesanan juga ikut naik turun. Tidak stabil," ujar Rita yang mengaku sudah cukup lama berkecimpung di bisnis jual beli kue-kue basah khas Palembang.

Ia pun mengaku tidak ingin mengambil pesanan yang terlalu banyak dengan selisih keuntungan yang sedikit seperti saat sekarang ini. Saat harga telur naik, tentu selisih untung masih menurun.

Salah satu siasat yang dipilih jika ada pesanan yang lumayan banyak namun tetap memenuhi pemasanan yakni membeli telur retak. Masyarakat Palembang lebih mengenalnya sebagai telur pecah.

"Tapi jika pemasan kue minta telur yang utuh (tidak mau telur pecah), maka kita tetap pakai telur utuh namun harus menyesuaikan harga (harga kue dinaikkan),” tutup Rita

Pilihan telur retak dibenarkan oleh salah satu pedagang kelontongan di Pasar 16 Ilir Palembang, Roma. Dia mengatakan beberapa langganannya yang terpaksa membeli telur pecah sebagai alternatif untuk menyiasati kenaikan harga telur.

Baca Juga: Rentang Usia 20-39 Tahun, Ratusan Warga Sumsel Positif HIV/AIDS

“Biasanya langganan yang beli telur pecah itu yang suka buat kue, karena kalau untuk buat kue kan langsung pakai. Tidak seperti ibu rumah tangga yang belanja untuk kebutuhan rumah tangga. Biasanya untuk stok, nah alternatif dari yg suka buat kue atau yang jual kue itu alternatifnya ke telur yg pecah, selisihnya lumayan juga kisaran Rp20 ribu per kilogram,” katanya.

Salah satu peternak ayam di Palembang yaitu Gunawan mengatakan kenaikan harga telur saat ini sebagai imbas dari harga pakan ayam yang juga mengalami kenaikan. “Sebetulnya kalau harga telur ayam ini naik turun dalam hitungan hari itu wajar, karena peternak istilahnya masih bisa menekan harga. Tapi beda kalau kondisinya dengan pabrik, kalau barang sudah naik tidak mungkin turun lagi,” kata Gunawan.

Sementara Kepala Dinas Perdagangan (Kadisdag) Provinsi Sumsel, Rizali menjelaskan jika saat ini pihaknya belum bisa menggelar pasar murah di Sumsel, meskipun semua harga bahan pokok mengalami kenaikan.

“Kalau dari pangan yang bermasalah saat ini di telur, karena masih di harga Rp30 ribu per kilogram. Kenaikan ini karena dua, tapi masyarakt juga banyak yang belum tahu kalau telur itu ada siklus empat bulanan,” jelas Rizali saat ditemui usai menghadiri rapat Forkompimda di Griya Agung pada Rabu, (31/8/22) kemarin.

Rizali menuturkan bahwa siklus empat bulanan pada telur tersebut adalah siklus banyak dan kosongnya persediaan telur di pasaran.

“Siklus empat bulan itu seperti pada bulan ke empat agak kosong sehingga harga naik, nanti siklus berikutnya udah banyak lagi telurnya maka harga turun lagi. Kemarin pas Idul Fitri naik, lalu di tengah kosong lagi, pedagang ngeluh ada yg Rp22 Ribu per kilogram, sekarang naik nanti turun ngeluh lagi,” terangnya.

Kontributor: Siti Umnah

Load More