Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Selasa, 08 Februari 2022 | 09:20 WIB
Pedagang membungkus minyak goreng. KPPU sebut telah terbentuk Oligopolistik Minyak Goreng,. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

SuaraSumsel.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada Jumat (4/2/2022) telah memanggil produsen minyak goreng guna meminta keterangan serta mencari alat bukti terkait dugaan persaingan usaha yang tidak sehat di sektor minyak goreng.

Pemanggilan itu dialah temuan kajian KPPU atas permasalahan lonjakan harga minyak goreng belakangan ini.

"Dari tiga panggilan yang dialamatkan KPPU kepada produsen, dua diantaranya dijadwalkan ulang di pekan depan," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (4/2/2022).

Deswin menjelaskan berdasarkan kajian KPPU, terjadi struktur pasar oligopolistik di sektor minyak goreng di Indonesia. Hal itu lantaran hampir sebagian besar pasar minyak goreng (CR4 atau Concentration Ratio empat perusahaan terbesar) dikuasai empat produsen.

Baca Juga: Kasus Positif COVID-19 Ditemukan di Palembang, Dinkes Sumsel: Warga Kurangi Perjalanan

KPPU juga menemukan adanya indikasi kenaikan harga yang serempak dilakukan pelaku usaha pada akhir tahun lalu. "Faktor ini membuat KPPU membawa persoalan ini pada ranah penegakan hukum sejak 26 Januari 2022," ujar Deswin.

Wacana pembentukan tim pengawas yang terdiri dari berbagai unsur termasuk penegak hukum dinilai mampu menjadi perangkat menguak dugaan kartel minyak goreng yang mengakibatkan harga naik.

"Tim terdiri dari kementerian terkait, kepolisian dan kejaksaan. Tim ini harus kuat karena berhadapan dengan kartel yang ditengarai mempunyai jaringan luas," kata Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Selasa.

Mulyanto meminta pemerintah jangan segan menindak siapapun yang terbukti mengacaukan sistem produksi dan distribusi minyak goreng, karena perbuatan mereka dinilai telah menyengsarakan masyarakat.

“Hari ini masih banyak laporan masyarakat, bahwa minyak goreng curah sulit ditemui di pasaran. Untuk itu pemerintah mengawasi rantai distribusi CPO dan minyak goreng ini untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan DMO (Domestic Market Obligation),” terang Mulyanto.

Baca Juga: Siswa di Sumsel Terpapar COVID-19, Disdik Terbitkan Juknis Belajar Hybrid Sekolah

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu menambahkan berkaca dari pengalaman DMO batu bara, pemerintah perlu melakukan evaluasi bulanan dan penerapan denda fee kompensasi yang signifikan bagi pengusaha nakal.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi eksportir Crude Palm Oil (CPO). Melalui aturan DMO yang dikeluarkan Kemendag, produsen yang melakukan ekspor CPO diwajibkan memasok 20 persen kuota ekspornya untuk kebutuhan dalam negeri.

Sementara aturan DPO menerapkan harga jual CPO di dalam negeri sebesar Rp 9.300 per kilogram dan Rp10.300 per liter untuk olein. (ANTARA)

Load More