SuaraSumsel.id - Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun melaporkan dua putra Presiden Joko Widodo ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam pelaporannya, dosen ini menyebut anak perusahaan PT. SM terlibat sekaligus menjadi tersangka pembakaran hutan.
Dalam pelaporan itu disebutkan anak perusahaan PT SM menjadi tersangka pembakaran hutan yang dituntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp7,9 triliun.
Hadir di YouTube Refly Harun, Ubedilah menyebut kasus kebakaran hutan atau lahan (karhutla) tersebut jbergulir di Pengadilan Tinggi (PT) Sumatera Selatan.
Di Sumatera Selatan, pernah mengalami kebakaran terparah pada tahun 2014 dan 2015 lalu.
Pelapor Ubaedillah mengungkapkan jika laporan dugaan tindak pidana korupsi dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis kedua anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan.
Melansir ANTARA, Ubedilah mengaku kejadian tersebut bermula pada 2015 ketika ada perusahaan, yaitu anak perusahaan PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp7,9 triliun.
Namun dalam perkembangannya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp78 miliar.
"Itu terjadi pada bulan Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," ujar Ubedilah.
Dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tersebut terjadi terkait adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
Baca Juga: Dimulai Hari Ini, Berikut Jadwal Operasi Pasar Minyak Goreng di Sumsel
"Itu dugaan KKN yang sangat jelas saya kira yang bisa dibaca oleh publik karena tidak mungkin perusahaan baru anak Presiden, mendapat suntikan dana penyertaan modal sebuah perusahaan ventura yang juga PT SM dua kali memberikan kucuran dana, angkanya kurang lebih Rp99,3 miliar dalam waktu yang pendek," ujarnya.
"Setelah itu kemudian anak Presiden membeli saham perusahaan di sebuah perusahaan dengan angka yang juga cukup fantastis Rp92 miliar dan itu bagi kami tanda tanya besar. Apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka cukup fantastis kalau dia bukan anak Presiden," ujar dia menambahkan.
Pada tahun 2014, berdasarkan analisa titik panas yang kemudian di-tumpang susunkan dengan data peta bekas lahan terbakar diketahui luas kawasan konsesi di Sumsel terbakar mencapai 63.064 hektar.
Luasan itu menurut lembaga peduli lingkungan hidup setara dengan 25 persen lahan konsesi perusahaan mencapai 250.370 hektare.
Jika pada 2014 terdapat seperempat luas konsesi yang terbakar, maka pada 2015 terjadi kasus kebakaran pada lahan konsesi yang sama mencapai 108.023 hektare. Luasan itu setara dengan 43 persen dari luas konsesi yang dipegang perusahaan.
Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan mengabulkan gugatan Pemerintah dengan mengharuskan perusahaan pelaku pembakar hutan dan lahan, anak PT SM ganti rugi sebesar Rp 78 Miliar.
Nilai putusan ganti rugi itu sebenarnya belum seberapa jika dibandingkan dengan ganti rugi yang harus dibayarkan perusahaan Kelapa Sawit Kalista Alam yang mencapai Rp366 miliar dan terbukti merusak habitat orangutan Sumatera di Rawa Tripa, Aceh.
Meski begitu, keputusan Pengadilan Tinggi, nomor 51/PDT/2016/PT.PLG yang menghukum anak perusahaan PT.SM bisa menjadi sejarah positif dalam penegakan hukum kerusakan lingkungan di Indonesia.
Amar putusan Pengadilan Tinggi waktu itu mengacu pada penghitungan empat kerugian yang muncul dalam dakwaan (kerugiaan atas terjadinya kebakaran hutan dan lahan atau karhutla).
Perhitungan kerugian itu berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang memuat empat kerugian ekologis.
Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla mengakibat kerusakan pada tanah gambut akibat kehilangan fungsinya menyimpan air, kerugian akibat kehilangan keanekaragaman hayati dan sumber daya genetika.
Selain itu, kerugian akibat terlepasnya karbon ke udara (carbon release) dan kerugian keempat adalah penghitungan atas kerugian ekonomi yang mengacu pada masa usia produktif tanah/lahan.
Namun Akademisi Hukum Lingkungan Universitas Gajah Mada, Agung Wardana sempat mengkritik mengenai eksekusi hukum atas keputusan pengadilan atas perkara karhutla.
Menurut dia, eksekusi setelah keputusan hukum tetap menjadi kewenangan pengadilan. Pihak pengadilan akan meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan data mengenai aset perusahaan yang akan dieksekusi.
“Untuk itu, KLHK harus meminta data dari perusahaan, dari PPATK untuk transaksi keuangannya dan dari BPN untuk data HGU. Masalahnya berlarut, jika perusahaan malah tidak korporatif memberikan data,” katanya dihubungi Suara.com, Senin (10/11/2020) lalu.
Kekhawatiran dalam eksekusi hukum tersangka pelaku karhutla, adalah rendahnya nilai ganti rugi karena perusahaan menurunkan nilai aset yang dimiliki saat akan dieksekusi.
“Bisa jadi dalihnya, malah keringanan jumlah yang harus dibayarkan atau pembayaran dicicil,” sambung Agung.
Karena itu, Presiden harus bisa memastikan kementerian terkait berkoordinasi dalam pengumpulan data aset perusahaan.
Berita Terkait
-
Memoriam H Husni, Wali Kota dalam Pergolakan Reformasi 1998 di Palembang
-
Dimulai Hari Ini, Berikut Jadwal Operasi Pasar Minyak Goreng di Sumsel
-
Bisakah Vaksinasi COVID-19 Pengaruhi Siklus Menstruasi? Ini Kata Pakar
-
Ahok, Gibran, dan Risma Masuk Bursa Cagub, Ini Persiapan PDIP DKI untuk Pilkada 2024
-
Masih Telaah Laporan Dugaan KKN Anak Presiden, Nurul Ghufron: KPK Tidak Melihat Anak Siapa
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Dari Surabaya Mendunia: Berikut Kisah Inspiratif UMKM Binaan BRI yang Ubah Sampah Jadi Popok
-
Jangan Lewatkan! Gerhana Bulan Total Bakal Bikin Langit Sumsel Dramatis Merah Membara
-
Stok Beras di Palembang Disebut Aman 6 Bulan, Benarkah Harga Bisa Turun?
-
Weekend Banking BRI Hadir, Libur Panjang Maulid Nabi Tetap Bisa Akses Layanan Perbankan
-
Sadis! Jagal Kucing Pagar Alam Samarkan Bau Daging dengan Daun Jeruk agar Terlihat Kambing