Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Jum'at, 25 Juni 2021 | 13:35 WIB
Tenun Songket Palembang [Dok Intan Songket Palembang] Menenun Memakai Hati (3)

SuaraSumsel.id - Menenun harus pakai hati. Sebagai kegiatan berkesenian, pelakunya harus pula merasa senang saat melakoni profesi tersebut.
 
Entah mitos atau mistis, Sejarahwan Sumsel, Yudhi Sarofie mengutarakan kepercayaan pengerajin dahulu. Konon, jika penenun sedang marah atau kesal, maka benang tenun akan sering putus atau menghasilkan tenunan yang kasar terlebih banyak kesalahan. Hal ini tentu menurunkan nilai songketnya. Karena itu, menenun songket harus pakai hati.
 
“Pekerjaan menenun ialah pekerjaan banyak orang, dimulai dari menentukan warna dan desain, mengelola benang, pola dan motif, memasang benang, baru kemudia menenun,” katanya saat diwawancara belum lama ini.
 
Jenis songket Palembang yang secara umum terdiri atas tiga jenis, yakni songket lepus, tawur, dan limar. Umumnya warna songket memang warna-warna terang dan kuat seperti merah anggur, unggu terong, hijau tua, hijau pupus, oranye, biru dan hitam.
 
Pekerjaan awal menenun songket Palembang dimulai dari menentukan warna dasar, atau warna songket. Setelah itu mengelola benang. Awalnya songket berasal dari benang sutra, dan kemudian juga muncul songket benang kapas. Benang mentah itu kemudian dicelupkan pada ember-ember besar. Bubuk pewarna dicairkan dengan air panas, kemudian benang dicelupkan berkali-kali hingga menghasilkan warna yang diinginkan.
 
Bila ingin memberikan warna yang berbeda, maka kain diikat tali. Setelah warna terserap sempurna maka benang digantung di bawah terik matahari langsung agar benar-benar kering.
 
Benang yang sudah kering digulung pada dengan sebuah alat undur, lalu siapkan papan pakan dan bersiap untuk menenun.

“Sepanjang hari, suasana di rumah pengerajin selalu ramai suara alat tenun godokan dan hentakan papan lusi, pemintal benang. Eksisensi songket lebih kepada budaya dan tradisi, di mana kaum perempuan termasuk yang masih muda berkumpul dan menghasilkan karya berkesenian,” kata Yudhi menguraikan.
 
Perancang busana khas Palembang, Brilianto, menilai kain-kain tradisional Palembang kini makin dikenal.  Sepuluh tahun berkecimpung di dunia fashion terutama kain tradisional, membuatnya mengetahui bagamaina kain tradisional Palembang makin dikenalkan ke luar Palembang, Sumatera Selatan.
 
Untuk kain tradisional Palembang, Brilianto mengungkapkan masih harus mempertahankan motif lama, sebagai upaya pelestarian motif yang memiliki filosofi khusus. Motif-motif dengan nilai filosofi khusus tersebut tidak boleh hilang agar generasi baru pun masih mengenal songket dengan filosofi dan nilainya.
 
“Tinggal bagaimana kita mengkreasikannya dengan tren jaman. Motif asli pun memiliki pola khusus sebagai ciri khas dan harus terus dikenalkan dan dilestarikan,” ujarnya. Meski harus diakui kebutuhan pasar juga menjadi pertimbangan mempengaruhinya memproduksi karyannya selama ini.

Pameran Songket Palembang [ANTARA]


 
Brilianto mengaku tidak ingin terkukung dengan motif lama yang cendrung menghasilkan pakaian dengan mode yang monoton. Kebutuhan pasar pun ingin membawa kain songket atau kain tradisional lainnya lebih kasual dan bisa dipergunakan dalam keseharian.
 
“Tapi kita tidak bisa kaku terus, hanya karena idealis, tapi keberlangsungan pengerajin malah makin sulit. Harus seimbang juga antara idealis dan bisnis, motif lama dengan kreasi dan inovasi berdasarkan kebutuhan pasar saat ini,” ungkapnya.
 
Motif-motif asli kain songket Palembang, diakuinya hanya akan menghasilkan mode yang khusus, misalnya pakaian bernuansa glamor yang hanya akan bisa dihadirkan pada acara-acara formal dan terbatas.
 
“Tantangannya itu, soal kreatifitas di kalangan desinernya sendiri dengan terus mempertahankan filosofinya,” pungkasnya.

(Tulisan ini mengikuti program Banking Journalism Academy yang diselenggarakan AJI Indonesia)

Baca Juga: Akhir Juni, Sumsel Terima Tambahan 208.700 Dosis Vaksin COVID-19

Bersambung...

Load More