Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Jum'at, 05 Februari 2021 | 08:19 WIB
Kebakaran di lahan gambut (27/10/2019). (Antara). Walhi Sumsel menilai realisasi restorasi masih tidak transparan di lahan konsensi.

SuaraSumsel.id - Organisasi lingkungan Walhi Sumatera Selatan mengkritik realisasi restorasi gambut terutama pada lahan konsesi di kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Menurut Walhi, realisasinya masih rendah hingga butuhkan transparansi.

"Kami menilai restorasi gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir masih rendah. Pemerintah perlu mendorong perusahaan melakukan kewajiban sesuai dengan yang diharusakan," kata Manager Kampanye Walhi Sumsel, Puspita Indah Sari ketika mempublikasikan hasil pantauan tim lapangan gambut, di Palembang, seperti dilansir ANTARA, Jumat (5/1/2021).

Sesuai Peraturan Presiden No.1 Tahun 2016 Tentang Badan Restorasi Gambut (BRG) ditargetkan dua juta hektare lahan gambut direstorasi hingga 2020.

Baca Juga: Kasus Masjid Sriwijaya Senilai Rp 130 M Disidik, Pejabat Sumsel Diperiksa

Untuk di Sumatera Selatan atau Sumsel ditargetkan seluas 615.907 ha dari 1,4 juta ha luas lahan gambut di provinsi setempat.

Merujuk pada PP No.57/2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, penanggung jawab usaha dan usaha kegiatan yang melakukan pemanfaatan ekosistem gambut di dalam atau di luar areal usaha, wajib memulihkan sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.

Walhi Sumsel pun melakukan pemantauan di lahan gambut yang dikelola sejumlah perusahaan di Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Tim melakukan pemantauan di lahan gambut PT Waringin Agro Jaya, PT Gading Cempaka Graha, PT Kelantan sakti, PT Rambang Agro Jaya, PT Sampoerna Agro Tbk, dan PT Tempirai Palm Resource.

Perusahaan tersebut berada di kawasan hidrologi gambut yang sama yakni Sungai Burnai dan Sungai Sibumbung, Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Baca Juga: Isu Kudeta AHY, DPD Partai Demokrat Sumsel: Baru Tahu Ada Kader Ikut

"Hasilnya restorasi tidak dilakukan serius, ada perusahaan yang tidak membuat sekat kanal, ada yang membuat namun jumlahnya tidak sesuai ketentuan, bahkan ada lahan gambut yang terbakar berulang pada setiap musim kemarau," terang dia.

Sehingga, perlunya keterbukaan informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Restorasi gambut (BRG) mengenai realisasi restorasi gambut dan penegakan hukum bagi perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban restorasi.

Dinamisator BRG Sumsel, DD Shineba mengatakan pihaknya akan memaksimalkan kegiatan pemulihan atau restorasi lahan gambut di tiga kabupaten dalam wilayah provinsi Sumsel yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir, Banyuasin, dan Kabupaten Musi Banyuasin.

Ketiga kabupaten tersebut mengalami kerusakan cukup luas mencapai 500.000 hektare lebih.

Lahan gambut yang tercatat mengalami kerusakan tersebut sebagian berada di areal perusahaan baik perusahaan perkebunan sawit maupun Hutan Tanaman Industri (HTI).

"Kegiatan restorasi lahan gambut yang dimulai sejak Mei 2017 hingga kini berjalan dengan baik," katanya.

Untuk lahan yang berada di kawasan perkebunan rakyat, restorasinya difasilitasi BRG sedangkan yang berada di areal konsesi atau izin pengelolaannya dikuasai perusahaan maka restorasi dilakukan dengan berkoordinasikan pada mitra (perusahaan bersangkutan).

Load More