Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Rabu, 30 Desember 2020 | 15:24 WIB
Ketua FPI Sumsel, Imam Mahdi [Jepretan Instagram]

SuaraSumsel.id - Pemerintah Indonesia menyatakan membubarkan ormas Front Pembela Islam (FPI). Konsekuensinya, organisasi masyarakat (ormas) ini tidak bisa menyelenggarakan aktivitas atas nama FPI lagi.

Hal ini disampaikan Menteri Mahfud Md yang mengumumkan bahwa pemerintah juga akan menghentikan setiap kegiatan yang diselenggarakan FPI.

"Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa," kata Mahfud dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube Kemenkopolhukam, Rabu (30/12/2020). 

Hal itu berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82 tahun 2013 yang ditandatangani pada 23 Desember 2014.

Baca Juga: FPI Dibubarkan Bertepatan dengan 11 Tahun Gus Dur Meninggal Dunia

Dikatakan, secara de jure FPI sudah bubar sebagai organisasi kemasyarakatan sejak 20 Juni 2019.

Tetapi, FPI dinilai tetap melakukan kegiatan yang melanggar ketertiban dan keamanan yang bertentangan dengan hukum, misalnya melakukan kekerasan, sweeping atau razia secara spihak, provokasi dan sebagainya.

Mahfud juga mengatakan FPI tidak lagi melakukan perpanjangan surat keterangan terdaftar (SKT) kepada negara per Juni 2019. 

Ilustrasi FPI.( sinarlampung.co)

Hal ini ditanggapi santai oleh Ketua FPI Sumatera Selatan, Imam Mahdi dihubungi Suarasumsel.id, Rabu (30/12/2020).

Menurut Ia, FPI di daerah masih akan menunggu keputusan dan telaah hukum yang dilaksanakan oleh FPI pusat. Secara stuktural, FPI pusat akan menyampai analisa hukumnya mengenai kebijakan tersebut.

Baca Juga: Pemerintah Bubarkan FPI, Gerindra Pertanyakan Hal ini

"Santai saja, jangan terlalu panik. Kita (FPI di Sumsel), masih menunggu keputusan di pusat," sambungnya

Kebijakan ini lebih dinilai sebagai buah dinamika berdemokrasi bangsa Indonesia.

Ditegaskan Imam Mahdi, semua pendukung harus mengetahui terlabih dahulu subtansi atas keterangan yang diberikan oleh pemerintah.

"Ada alasan soal SKT. Tentu itu, akan dijawab dengan proses formal secara hukum. Sehingga, tidak ada maknanya terlarang," terang ia.

Load More